16 Bab 16

šŸ„³šŸ„³šŸ„³ up lagi guys...

Happy Reading...

Selesai acara sekitar pukul 10 malam, Elang dan Elita berpamitan terlebih dahulu. Arifka tadinya meminta Elita untuk menginap karena besok hari minggu. Namun Elang berusaha menolaknya dengan alasan, "apa Mama mau aku nabung duluan?" pertanyaan itu sontak membuat Mama dan Papanya membulatkan matanya.

Tapi akhirnya Nenek menyuruh Elang mengantarkan Elita pulang kerumahnya dari pada Elang nantinya nekat melakukannya. Namun, dalam pikiran Nenek ia mengkhawatirkan Aldebaran jika Elita menginap di rumah orang tua Elang. Kini mereka sedang berada di dalam mobil dan hanya suara musik yang menemani mereka dari keterdiaman.

"Kamu dekat ya, dengan Angel?" tanya Elang tiba-tiba.

Elita menoleh dan menatap Elang, cukup lama ia diam dan tidak menjawab pertanyaan Elang. "Kenapa?" tanya Elang menoleh ke arah Elita.

"Kenapa tanya Angel, apa ada yang salah aku deket sama Angel?"

"Enggak ada yang salah, aku hanya bertanya saja."

Elita mengalihkan pandangannya menatap keluar jendela. "Kalau di katakan dekat bisa, enggak juga bisa," jawabnya yang terdengar ambigu.

"Jadi, intinya?" tanya Elang tidak puas dengan jawaban Elita.

"Ya itu tadi, udah aku jawab, pak!" kesal Elita. Tubuhnya terasa lelah, tetapi Elang malah mengajaknya bicara.

"Jawabanmu ambigu," ucap Elang sambil melirik sekilas Elita.

"Sepertinya bapak kelelahan, lebih baik istirahat pak," ucap Elita tanpa menatap Elang.

Elang mendengkus mendengar perkataan Elita. Perjalan kembali diisi keheningan sampai akhirnya mereka di rumah sakit. Mereka berjalan beriringan menuju ruang perawatan Aldebaran. Elita masih belum menyadari kemana ia dibawa oleh Elang karena rasa lelahnya. "Tunggu," ucap Elita menghentikan langkahnya juga langkah Elang.

"Ada apa?" tanya Elang menatap Elita.

Elita menatap kesekelilingnya tanpa menjawab pertanyaan dari Elang. "Kita dimana, Pak? ini bukan rumah sakit dimana Al di rawat."

"Ini rumah sakit tempat Al di rawat," jawab Elang begitu tenang.

"Enggak, ini bukan rumah sakit tempat Al di rawat, Pak, bapak mau ajak saya kemana?" tanya Elita yang memundurkan langkahnya.

"Hah! Kamu pasti kelelahan lebih baik kita cepat keruangan Al dan beristirahat," ucap Elang membalikkan ucapan Elita. Elita memutar malas bola matanya mendengar ucapan Elang yang menyindir perkataannya tadi.

Elita pun mengikuti langkah Elang, ia yakin tanpa sepengetahuannya lelaki di depannya ini sudah melakukan sesuatu. Elang membuka satu ruangan dan benar di dalam sana ada Aldebaran yang sedang terbaring. Ketika ia masuk ke dalam, suasana kamar yang di tempati anaknya itu berbeda dari sebelumnya. Ia menghembuskan napasnya secara kasar dan menatap Elang yang kini sudah duduk di sofa dengan nyaman.

"Kapan bapak melakukan ini?" tanya Elita menatap malas Elang.

"Melakukan apa? Seingatku, aku belum melakukan apa-apa dengamu. Jangan ambigu deh pertanyaannya," jawab Elang dengan santainya.

Elita yang kesal melempar tas jinjingnya ke arah Elang yang tentunya tidak kena karena Elang segera menghindar. Elang hanya terkekeh melihat raut wajah kesal Elita. "Suka deh, lihat muka kamu yang begitu. Jadi pengen ajak ke ranjang," ucap Elang dengan wajah mesumnya.

Elita memutar malas bola matanya kemudian ia berjalan ke arah kamar mandi yang ada di ruangan itu. Selagi Elita membersihkan dirinya Elang melepaskan dasi yang mencekik lehernya kemudian menggulung lengan kemeja panjangnya hingga sebatas siku.

Ia melepaskan sepatunya kemudian merebahkan dirinya di atas sofa. Rasanya hari ini begitu penat, ia ingin segera merebahkan tubuhnya. Elita keluar dari kamar mandi dan berjalan ke arah lemari yang ada di sana. Ia mengambil pakaiannya yang terletak di sana. Tanpa di beri tahu, ia sudah tahu tata letak kamar rawat VVIP ini karena Nenek Elang biasa di rawat di rumah sakit ini.

Bahkan ranjang rumah sakitnya saja berbentuk tempat tidur yang cukup di tempati untuk dua orang dewasa. Elita kembali ke kamar mandi untuk mengganti pakaiannya. Selesai ia mengganti pakaiannya ia berjalan menghampiri Elang yang sudah memejamkan matanya dengan satu lengannya menutupi matanya. "Bapak enggak pulang?" tanya Elita sambil mendudukkan dirinya di single sofa.

"Enggak, saya mau nemenin kalian disini,"

"Lebih baik bapak istirahat di rumah, tidur di sofa tidak enak, pak," ucap Elita.

"Udah enggak apa-apa, sekalian membiasakan diri untuk tidur di sofa. Siapa tahu kan, nanti Al enggak mau tidur pisah sama kamu kalau kita udah nikah."

"Apaan deh, bahas begituan!" kesal Elita.

"Loh, kenapa? Memangnya ada yang salah?" tanya Eang yang kini memiringkan tubuhnya dan sedikit mendongakkan kepalanya untuk menatap Elita yang sedang kesal.

"Enggak usah bahas-bahas tidur bareng, pak!"

"Kenapa?"

"Nanti saja kalau sudah resmi menikah!" jawab Elita ketus.

Elang hanya menatap malas Elita kemudian ia kembali ke posisi semula dan memejamkan matanya. "Pak, saya mau tanya," ucap Elita setelah lama mereka terdiam.

"Tanya apa?"

"Tentang keluarga bapak. Apa respon mereka tentang anak saya?" tanya Elita sambil menatap Elang yang masih dalam posisi yang sama.

Elang diam tidak menjawab, Elita pun diam menunggu jawaban Elang sampai akhirnya suara dengkuran halus dari Elang itu terdengar. Elita mendengkus kesal mendengarnya, "diajak ngomong malah tidur, emang bos kampret!" kesalnya kemudian ia pun berdiri dan berjalan ke arah lemari. Ia mengambil ekstra selimut kemudain ia kembali ke arah Elang dan menyelimuti tubuh Elang.

Setelah itu ia mengambil handphonennya yang berada di dalam tasnya kemudian merebahkan dirinya di samping putranya yang masih asyik dengan dunia mimpinya. Elita meletakkan bantal di belakang punggungnya ketika ia bersandar di sandaran tempat tidur. Ia membuka handphonenya dan mulai berselancar di akun sosial medianya.

Banyak mention yang masuk dari karyawan yang sudah datang ke acara pertunagannya. Satu persatu ia membalas dengan ucapan terimakasih dan meminta maaf karena tidak ia bagikan ke cerita. Ada satu dua hal yang membuatnya tidak mau membagi kebahagiaan hari ini di cerita instagramnya. Ia pun asyik dengan akun sosial medianya untuk melihat-lihat video lucu atau apapun itu.

Elang mengangkat tangannya yang menutupi matanya, sebenarnya ia tidak tidur. Ia hanya berpura-pura saja tidur karena ia tidak mau sampai ketahuan jika sebenarnya keluarganya belum ada yang tahu tentang Aldebaran. Walau ia membawa Aldebaran ke rumah sakit yang biasa keluarganya kunjungi, akan tetapi ia sudah meminta agar dokter, suster dan perawat tutup mulut tentang Aldebaran. Mereka para dokter hanya mengetahui jika Aldebaran adalah salah satu anak panti yang biasa di kunjungi Neneknya.

Elang bukan bermaksud jahat dengan menutupi identitas asli Aldebaran. Hanya saja yang terpenting sekarang kesembuhan Aldebaran. Ia pun sudah bertekad akan mengenalkan Aldebaran jika ia sudah sadarkan diri. Namun, untuk sekarang biarkanlah seperti ini karena ini yang terbaik. Elang terus menatap ke arah Elita yang masih asyik dengan handphonenya hingga Elita tertidur dengan posisi terduduk.

Elang menyibakkan selimutnya kemudian turun dari sofa. Ia berjalan ke arah tempat tidur Aldebaran dan juga Elita. Ia membenahi posisi tidur Elita secara perlahan-lahan agar sang empunya tidak merasa terusik, kemudian ia menyelimuti tubuh Elita hingga sebatas dada. Ia berjalan ke arah Aldebaran yang masih memejamkan matanya, ia menyelimuti calon anaknya itu sampai sebatas bahu kemudian tangannya terulur untuk menyentuh puncak kepala Aldebaran.

"Cepet sembuh ya, Nak. Papa ingin kamu ikut bahagia berasama Mamamu," ucap Elang begitu lembut. Ia membalikkan tubuhnya dan kembali ke atas sofa untuk merebahkan dirinya yang sudah terasa sangat lelah.

Entah kenapa melihat wajah Aldebaran ada rasa sedih yang begitu dalam. Ia seakan-akan bisa merasakan kesakitan Aldebaran. Ia sendiri tidak tahu, kenapa ia bisa bersikap seperti ini pada Aldebara, seorang anak yang baru saja ia temui.

TBC...

Yuhuu.... Banyakin Koment, Love dan Power Stonenya ya guys...

avataravatar
Next chapter