3 MALAM YANG PANJANG (3)

Segalanya tiba- tiba menjadi tidak terkendali.

Suara ledakan yang keras, yang bahkan mampu menembus telapak tangan Hailee yang mendekap kedua telinganya erat. Getaran setelah ledakan terjadi, membuat kaki Hailee tidak mampu menopang tubuhnya dan jatuh terduduk dengan badan bersandar pada dinding.

Untung saja tirai putih yang menutupi sosoknya dapat menyembunyikan Hailee dari ke tiga pria yang masuk dengan tergesa ke dalam ruangan.

Dengan kepulan asap yang mulai menjadi lebih pekat dan suara alarm kebakaran yang memekakkan telinga, fokus mereka bisa di pastikan hanya kepada Roland Dimatrio, bos mereka.

Mereka mungkin malah lupa kalau Hailee ada di sana dan tidak peduli seandainya dirinyalah yang terluka atau justru mati, membujur kaku seperti apa yang dialami oleh Roland Dimatrio saat ini.

"Mr. Roland!!!" Alex berseru, merangsek masuk ke dalam ruangan di susul dengan dua orang lainnya.

Kegaduhan di dalam ruangan ini bercampur baur dengan keramaian yang mulai tercipta di luar sana. Derap langkah dan suara bising orang- orang yang bertanya pada satu sama lain mengenai apa yang tengah terjadi.

"Mr. Roland!" Alex kembali berteriak memanggil nama si tua bangka. "Oh, shit!"

Mendengar suara keras Alex yang merutuk, menandakan kalau bodyguard itu telah menemukan tubuh Roland Dimatrio, dan juga itu berarti adalah tanda bagi Hailee untuk melarikan diri.

Masih syok dengan ledakan yang telah dia buat, Hailee membuka matanya dengan nyalang. Mata cokelat indah itu penuh dengan determinasi ketika dia menggunakan dinding di belakangnya untuk membantu dirinya berdiri.

Hal pertama yang dia lihat adalah; pintu ruang hotel yang terbuka lebar, seolah memanggilnya untuk mendekat. Tentu saja, hal itulah yang Hailee lakukan.

Sebelum petugas hotel datang ataupun security melihat kejadian ini, Hailee segera berlari melewati pintu, menerobos kerumunan orang- orang yang tengah berkerumun di koridor dan segera melarikan diri menggunakan tangga darurat, dimana sudah ada beberapa orang yang menggunakannya untuk menyelamatkan diri mereka masing- masing, berpikir kalau suara ledakan itu merupakan bom.

Hailee sempat mendengar beberapa orang di sana menggumamkan ide tersebut sambil berlari turun di tangga darurat.

Beruntungnya, kamar yang Roland sewa terletak di lantai tiga, jadi Hailee tidak perlu menuruni banyak anak tangga dan bisa segera mencapai lobi.

Dengan pakaian yang dia kenakan, tentu saja Hailee mendapat banyak sorotan dari mata- mata yang memandangnya penuh tanya dan bingung.

Bagaimana mungkin seorang wanita hanya mengenakan sebuah jaket yang kebesaran untuk menutupi seluruh tubuhnya. Tubuh mulus yang seharusnya dia jaga dari tatapan predator para pria.

Mereka tidak tahu kalau apa yang Hailee tengah hadapi kini, jauh lebih mengerikan daripada hanya mengekspos kulitnya yang mulus, maka dari itu, gadis manis itupun tidak peduli.

Dia terus berlari hingga sampai di lobby hotel dan keluar dari gedung tersebut, memanggil taksi dan langsung masuk dengan nafas tersengal.

"Kemana?" pengemudi taksi itu hanya bisa melongo melihat penampilan Hailee yang kusut masai dan wajahnya yang pucat.

"Distrik 18," ucap Hailee buru- buru.

Kota T merupakan kota yang mencakup distrik 1 sampai dengan distrik 12, dimana distrik 18 merupakan bagian dari Kota R.

"Distrik 18?" sang pengemudi taksi tidak segera menjalankan mobil itu, tapi justru menatap Hailee tidak percaya, masalahnya; jarak antara distrik 4 dan distrik 18 cukup jauh, dalam waktu normal, jarak tempuhnya bisa sampai lima jam dan dengan penampilan Hailee yang seperti ini, sang pengemudi tidak yakin penumpangnya mampu untuk membayar argo yang di haruskan.

Di sisi lain, Hailee mengerti sorot mata pengemudi itu, lalu dengan kesal dia merogoh kantong jaketnya dan melemparkan segumpal uang ke kursi depan. "Ambil kembaliannya!" ucap Hailee dengan kasar dan keras.

Setelah apa yang Hailee alami seharian ini, sudah dapat dipastikan dia sedang tidak dalam mood untuk memperhatikan apa yang dia katakan ataupun menjaga sikapnya.

"Jalan sekarang atau aku akan cari taksi lain!" Hailee tidak sabar saat melihat pengemudi taksi berkepala plontos itu tercengang melihat jumlah uang yang penumpangnya lemparkan.

Hanya dalam sekali lihat saja, dirinya tahu kalau nilai uang itu melebihi tarif yang harus di bayarkan nantinya.

Mengenai darimana gadis ini mendapatkan uang, itu bukan urusannya. Masih ada anak isteri yang harus dia nafkahi di rumah, yang menjadi masalah utama hidupnya.

"Baiklah, baiklah," sang pengemudi buru- buru menepis tangan Hailee yang dingin dan segera menginjak akselerator.

Sementara itu, walaupun Hailee telah memberikan sejumlah besar uang yang dia dapatkan dari dompet dan jaket Roland, dia masih memiliki jam tangan mahal dan dua buah cincin yang bisa dia jual.

Untuk sementara ini, dia harus menemui sahabatnya.

Untuk saat ini, hanya dia yang Hailee percaya.

Mobil melaju membelah malam, melewati jalanan ramai dan menghindari kemacetan dengan mengambil jalur alternatif.

"Sepertinya ada keributan di hotel tadi, apakah nona tahu ada apa?" sang pengemudi berusaha bersikap ramah dan menjalin obrolan agar suasana di dalam mobil itu tidak terasa begitu lengang.

Tapi, setelah tidak ada jawaban apapun dari gadis di belakangnya, sang pengemudi itu melirik Hailee melalui kaca spion tengah dan mendapati gadis itu tengah menatap ke luar jendela dengan tatapan menerawang, sepertinya sedang dalam pemikiran yang serius.

Mengerti akan gesture itu, perjalanan selama lima jam selanjutnya berlanjut dalam keheningan.

***

Setelah lima jam perjalanan mulus yang ditempuh, Hailee meminta sang pengemudi untuk menurunkannya di sebuah perempatan jalan, di dekat sebuah pusat perbelanjaan dengan deretan toko- toko kecil di kiri- kanan jalan setapak.

Nama tempat ini adalah Long Isle, salah satu tempat yang Hailee kenal dengan baik.

Waktu sudah begitu malam, tapi masih ada banyak toko- toko yang buka dan beberapa remaja yang berkumpul untuk sekedar membual.

"Nona yakin akan di turunkan disini?" sang pengemudi bertanya dengan ragu, dengan pakaian yang Hailee kenakan, tentu saja akan mengundang pria- pria nakal di sana untuk mengganggunya.

Benar juga.

Hailee berpikir sesaat sambil menatap baju yang dia kenakan, atau lebih tepatnya hanya sebuah jaket yang melekat di badan.

Setelah berpikir sesaat, dia memutuskan; "Sisa uang yang ku berikan lebih cukup banyak, tolong belikan aku pakaian dan celana, tidak perlu mahal, asal bisa kupakai saja."

Sang pengemudi tampak ragu.

"Matikan saja mobilnya dan bawa kuncinya, aku akan menunggu di sini." Hailee bisa membaca apa yang membuatnya enggan.

Setelah pertimbangan sesaat, sang pengemudi mengangguk menyetujui. "Baiklah." Setelah itu, dia mematikan mesin mobil dan melangkah keluar, meninggalkan Hailee terkunci di dalam.

Sementara itu, Hailee tidak begitu memperdulikannya, pikirannya sibuk memikirkan hal lain.

avataravatar
Next chapter