5 KEMARAHAN KAY

"Enggak!"

"Betul!"

"Lho?" Jawaban berbeda dari kedua orang itu tentu saja membuat Bima kebingungan.

"Bapak!" Joda tanpa sadar menunjukan taringnya.

"Kenapa, Sayang?" tanya Kay dengan nada lembutnya.

"Bapak kalo manggil jangan asal, dong!"

"Saya permisi." Bima berujar pelan.

Mendapati situasi yang sulit untuk dimengerti itu, Bima pun melangkah mundur secara perlahan. Entah sebuah keberuntungan atau bukan, tepat saat Bima menekan tombol lift untuk turun, lift yang memang hendak melewati lantai tempatnya rapat dengan orang-orang aneh itu pun terbuka.

"Mas Bima!" Joda yang melihat Bima masuk ke dalam lift itu berseru memanggil Bima. Namun sayang, pintu lift itu tertutup saat Joda menyusul Bima.

"Ini gara-gara Bapak tau, enggak?!" Joda bersedekap.

"Lho? Kok saya yang salah?" Kay ikut bersedekap.

"Lagian! Bapak ngapain tiba-tiba dateng gangguin saya?! Pake acara bilang kita pacaran lagi!" Joda benar-benar kesal. Pasalnya masalah nama itu adalah masalah hidup dan mati untuknya jika itu berhubungan dengan teman-teman SMAnya meski secara teknis, temannya selama ini hanya lah Egi.

"Saya itu cuma bantuin kamu biar profesional. Masa kamu ikut saya meeting malah dijadikan ajang cari jodoh? Cari bakat kek, yang dapet hadiah!" Kay tentu tak mau disalahkan.

"Siapa yang cari jodoh sih, Pak?! Emang saya kayak Bapak, apa?!"

"Lho? Kok saya lagi yang salah? Emang saya kenapa? Kamu jangan salahin saya karena saya ganteng! Itu memang sudah jadi hakikat saya!"

"Siluman Babiiiii! Kalo bukan bos, udah gue patahin batang leher lo!" Joda menghentakkan kakinya sebelum pergi meninggalkan Kay yang menggeleng-gelengkan kepalanya karena bingung dengan sekertarisnya yang galak itu.

*****

Suara mesin mobil milik Kay menderu saat pria itu menyalakannya. Joda yang sudah duduk tepat di samping Kay hanya diam saja. Wanita itu masih belum menghilangkan taringnya.

Sudah menjadi kebiasaan untuk Kay, pria itu tak pernah menggunakan jasa supir pribadi untuk mengantarnya berpergian. Ia merasa kurang nyaman. Terlebih lagi, ibunya itu sering memata-matainya.

"Kamu masih marah sama saya?" tanya Kay saat mobil yang ia kendarai melewati gerbang parkir Gedung JS Entertaiment.

"Bapak kenapa sih, seneng banget bikin saya kesel?! Kalo orang yang enggak tau, saya pasti udah dibilang kurang ajar sama bos sendiri!" Joda bersungut kesal. "Bapak juga! Emangnya enggak mikir apa?! Gimana kalo bercandaan Bapak yang keterlaluan itu disangka bener sama Mas Bima? Saya enggak mau digosipin jadi sekertaris yang kerjanya cuma godain bosnya aja, tau!"

"Lho, lho, lho. Kamu tadi saya suruh cari bakat, malah cari jodoh. Sekarang giliran saya tanya, kamu malah tunjukin bakat ngerap kamu. Kalo saya sih, yes." Jawaban luar biasa Kay selalu berhasil meningkatkan kadar amarah Joda.

"Bapak jangan alihin pembicaraan, deh!" Mendengar ucapan Joda, Kay malah tertawa.

"Peka banget jadi orang!" batin Kay.

"Saya laper, nih. Kita makan siang dulu, ya. Jarang-jarang lho ada bos yang baik kayak saya. Udah disupirin, diajak makan juga. Nanti pasti saya yang bayar juga, kan?"

"Kalo gitu saya turun disini aja! Biar saya balik ke kantor naik taksi. Jadi Bapak enggak perlu repot-repot supirin saya dan bayarin saya makan! Lagian Bapak kan masih ada jadwal meeting."

"Kamu ini sensitifnya lebih dari fingerprint kantor lho, Maroko. Meeting diundur besok aja. Cuma pertemuan biasa sama orang yang mau sewa gedung saya."

Joda sama sekali tak mengindahkan apa yang Kay katakan. Wanita itu memilih bungkam karena ia tahu jika Kay tak akan menurunkannya di pinggir jalan.

*****

Joda mengikuti Kay yang keluar dari dalam mobil saat seorang petugas Vallet Parking mengambil alih kemudi mobil Kay. Mereka sampai di sebuah restoran seafood terkenal.

Seorang Greeter* yang melihat kedatangan Kay pun segera menghampiri pria itu. Pun dengan beberapa orang pelayan mengikuti sang Greeter.

"Selamat Siang, Pak Kaylion. Silahkan ikuti saya." Greeter itu tentunya sudah mengetauhi siapa Kay, seorang pelanggang Executive VVVVVVVVIP.

Mendengar petugas itu, Kay dan Joda pun mengikutinya dengan beberapa orang pelayan yang mengekor di belakang mereka. Sebuah ruangan khusus mereka masuki setelah Greeter itu membukakan pintu untuk mereka.

"Menu special hari ini apa?" tanya Kay setelah pria itu duduk diatas kursi yang berhadapan tepat dengan Joda.

"Menu special hari ini Udang Windu Saus Lemon, Pak." Seorang pelayan yang mengikuti mereka itu menjawab.

"Saya mau Ikan Fugu Goreng Tepung, Nasi, Cah Kangkung, Fu Yung Hai Ayam, sama Lemon Tea Pot, ya." Kay menyebutkan menu-menu makanan yang hendak mereka makan. Joda tentu diam saja karena menu yang Kay pesan itu tersaji dalam bentuk porsian.

"Udang Windu Saus Lemonnya tidak, Pak?" tanya pelayan itu.

"Kamu baru kerja disini?" Tiba-tiba saja Kay menutup buku menunya dengan kasar.

"Maaf?" Pelayan yang baru saja bertanya pada Kay itu berjingkit kaget.

"Kamu baru kerja disini? Dia itu alergi Udang!" Kay menunjuk ke arah Joda yang juga ikut kaget karena ia menunjuknya. "Kalo kamu karyawan lama, kamu pasti tau kalo saya kesini, saya enggak akan mesen Udang. Lain kali tidak perlu ditanya lagi."

"Maaf, Pak. Akan saya ingat." Pelayan itu membungkukan tubuhnya saat teman-temannya saling melempar pandangan.

"Pak, saya tau maksud Bapak baik ke saya. Tapi jangan langsung nyemprot orang gitu dong, Pak. Kan kasian." Joda angkat bicara setelah rombongan orang itu keluar.

"Maroko, coba sebutin aja satu kali, kapan saya pernah benar di mata kamu?" Pertanyaan Kay membuat Joda bungkam.

Bukan. Kay bukannya tak pernah benar di mata Joda. Tingkahnya yang kelewat menyebalkan itu membuat Joda yang selalu serius menjalani kehidupannya merasa sangat terusik.

"Kamu diam. Saya juga akan diam." Untuk pertama kalinya ucapan Kay terdengar begitu serius di telinga Joda.

*****

Siapa yang sangka jika Kay akan benar-benar merealisasikan ucapannya? Dari pada diam seperti ini, Joda lebih memilih Kay mengganggunya seperti biasa. Sejak kembali dari restoran seafood kemarin, Kay benar-benar membuktikan ucapannya. Namun bukan karena keterdiaman mulut Kay itu yang mengganggu pikiran Joda. Kay benar-benar berdiam diri hingga satu kantor heboh karena mendapati bos mereka berbeda dari biasanya.

"Mbak Joda!" Siska berseru saat bertemu dengan Joda di lantai dasar Gedung Hyde Building itu.

"Siska?" Joda menoleh saat wanita itu mendengar seseorang memanggil Namanya.

"Mbak! Siska mau nanya, deh," ujar Siska dengan napas terengahnya karena wanita itu berlari menghampiri Joda. "Sebenernya Pak Singa kenapa sih, Mbak? Kemaren balik dari meeting di luar kantor kok jadi singa beneran?"

"Aku juga enggak tau, Sis," jawab Joda.

"Mbak yakin? Anak-anak di Grup Pecinta Singa pada heboh tau." Siska ikut melangkahkan kakinya masuk ke dalam lift.

"Grupmu itu aja yang terlalu sensitif, Sis. Pak Kay enggak kenapa-kenapa, kok." Joda berusaha menutupi hal itu karena takut diamuk masa jika ia ketahuan menjadi penyebab keterdiaman Kay sejak kemarin.

*****

"Permisi, Pak. Setengah jam lagi ada meeting. Ruangannya udah saya siapin." Joda masuk setelah wanita itu mengetuk pintu ruangan Kay.

"Hmmm."

"Bapak mau saya bikini kopi?" Joda berusaha membujuk Kay sebelum ia benar-benar diamuk masa.

"Hmmm."

"Kopi dua sendok terus gulanya tiga sendok, Pak?"

"Hmmm."

"Kopinya yang di kotak biru kan, Pak?" Di dalam ruang kerja Kay memang terdapat sebuah Pantry karena ia adalah seorang petinggi perusahaan.

"Hmmm."

"Enggak pake air panas sama gelas kan, Pak?!" tanya Joda yang kesabarannya sudah habis karena Kay terus menjawab pertanyaannya dengan deheman.

"Hmmm."

"Mampus gue kerjain lo!" batin Joda bersungut kesal.

Tak lama kemudian, Joda kembali mendatangi Kay dengan semangkuk bubuk kopi dan gula dengan tambahan es batu.

"Nih, Pak!" Joda sengaja meletakkan gelas itu dengan kencang hingga Kay tersentak karena ulahnya.

"Hmmm."

"Bapak mau jadi Nissa Sabyan?!!!!!"

"Hmmm."

"Bodo amat, Pak! Bodo amat!" Joda pun berlalu dari ruangan Kay, meninggalkan pria itu yang masih terdiam itu.

*****

Joda dan Kay memasuki salah satu ruang rapat yang ada di lantai delapan gedung itu. Lagi-lagi dengan Kay yang terus saja terdiam. Dalam hati, Joda mulai merasa tak nyaman dengan kelakuan bosnya itu.

"Selamat Pa-" Joda menghentikan kalimatnya saat ia melihat siapa yang akan rapat dengan mereka pagi itu.

Sepertinya Joda harus banyak-banyak berdoa sebelum bertemu dengan orang yang hendak rapat dengan Kay.

*****

avataravatar
Next chapter