6 KEDEKATAN JODA DAN EGI

Sepasang mata beriris hitam legam nampak terkejut melihat kehadiran Joda di ruangan itu. Pria dengan rambut yang tertata rapi itu bangkit dari duduknya dan berjalan menghampiri Joda seolah ia lupa sedang berada dimana.

"Eh? Anda mau apa?" Tiba-tiba Kay berdiri di hadapan Joda dan menghalangi pria yang terlihat seakan ingin memeluk Joda itu.

Ucapan Kay terasa seperti air dingin yang menerpa wajahnya saat ia tengah melamun. Egi pun akhirnya kembali tersadar tentang dimana ia berada sekarang.

"Maaf. Saya tidak bermaksud untuk tidak sopan." Egi membungkukan sedikit badannya.

"Egi! Enggak apa-apa, lagi! Gue enggak tau lo yang mau meeting sama Bos gue. Ayo, ayo, duduk!" Dengan wajah cerah serta suara yang terdengar kelewat ramah, Joda menggeser tubuh Kay dan mempersilahkan Egi untuk kembali duduk meski jauh di dalam lubuk hatinya, Joda juga menyimpan rasa takut yang cukup besar.

"Saya ini masih marah lho, Maroko." Sekarang, Kay tak lagi menutup-nutupi keinginannya untuk memanggil Joda dengan panggilan khusus darinya itu meski ia sudah berada di kantor. Lagi pula di dalam ruangan itu hanya ada mereka berdua dan satu orang pencuri. Iya, pencuri. Kay menganggap Egi sebagai pencuri sekertarisnya!

"Pak, ayo, deh meetingnya kita mulai aja sekarang." Joda mengabaikan amarah Kay. "Duduk, Gi." Joda mempersilahkan Egi duduk.

"Gara-gara nih orang, Maroko enggak baik-baikin saya lagi! Siapa sih tadi namanya? Edi? Ebi? Eti? Eli? Eci? Oh! Saya inget. Egi! Awas aja nih telor tembuhuk!" Kay membatin kesal. Bisa-bisanya Egi mencuri sekertarisnnya yang susah-susah ia besarkan itu! Eh?! Apanya yang besar? Hmm.

"Perkenalkan, saya Viergy Atmajaya. Saya perwakilan dari Jaya Sentosa Group." Egi menyodorkan tangannya untuk bersalaman dengan Kay yang duduk di dekatnya.

"Saya Kaylion Hyde, CEO dan Owner dari Hyde Corp. sekaligus pemilik Hyde Building ini." Kay sengaja menekankan suaranya saat ia menerangkan siapa dirinya. Joda pun dibuat mendengus karena Kay menyombongkan dirinya di dapan Egi.

"Lho? Nama perusahaan lo udah ganti, Gi? Pantes aja gue enggak tau kalo Jaya Sentosa Group itu punya lo. Dulu namanya Jaya Raya Lestari, kan?" Joda sekarang mengerti mengapa ia tidak mengetahui jika Egi yang akan rapat dengan bosnya itu.

"I-"

"Ekhm. Ini rapat, bukan reuni." Kay memotong ucapan Egi.

"Maaf, Pak." Egi lagi-lagi meminta maaf dan Joda lagi-lagi mendengus.

"Kamu semakin lama semakin tidak professional saja, Maroko." Mendengar teguran dari Kay, Joda hanya diam saja. Ia tak akan menanggapi ucapan pria itu.

"Langsung saja, Pak … saya panggil siapa biar lebih enak?" Egi berusaha mencairkan suasana. Karena bagaimana pun juga, Egi harus menyewa lantai di Hyde Building ini karena gedung perusahaan miliknya akan menjalani renovasi besar-besaran. Alasan itu lah yang membuatnya kesulitan mencari gedung yang bisa menampung karyawan-karyawannya yang berjumlah ratusan. Sebab hanya Hyde Building yang memiliki gedung luas dan besar. Empat lantai di Hyde Building setara dengan enam lantai gedung perusahaan miliknya.

"Panggil nama lengkap saya saja." Kay tak memberikan Egi celah sama sekali.

"Baik. Kalau begitu, Pak Kaylion Hyde, terkait dengan kontrak sewa lantai di gedung milik Bapak yang telah disepakati sebelumnya. maksud dan tujuan saya bertemu dengan Bapak adalah untuk mengundang Bapak secara langsung di acara peresmian kepindahan perusahaan saya untuk beberapa bulan ke depan ja-"

"Maroko, apa jadwal saya ada yang kosong?" Kay memotong ucapan Egi.

"Kebetulan sudah penuh sampai dua minggu kedepan, Pak." Joda menjawab karena pertanyaan Kay sekarang benar-benar berhubungan dengan pekerjaannya.

"Anda dengar, kan?" Jelas sekali Kay bertanya pada Egi hanya untuk membuat Egi terlihat kecil disbanding dirinya yang kelewat sibuk itu.

"Ah, kalau begitu sangat disayangkan." Egi tersenyum sopan karena ia mengerti maksud ucapan Kay.

"Emang kapan, Gi?" Joda bertanya pada Egi.

"Jum'at besok. Soalnya pindahannya juga udah selesai semua."

"Jam berapa?"

"Acara makan malem, sih. Jadi paling jam enam sore."

"Gue boleh dateng, kan?"

"Boleh." Egi tersenyum lagi. Berbeda dengan Kay yang terkejut mendengar pertanyaan Joda.

"Kamu enggak boleh pergi kemana-mana, Maroko." Sebuah pesan masuk ke dalam ponsel Joda yang berada di saku kemejanya. Setelah mohon izin untuk membuka pesan, Joda menatap tajam ke arah Kay yang bertingkah seakan ia tak melihat tatapan membunuh dari sekertarisnya itu.

*****

"Gi!" Joda yang sedang berada di café yang ada di lantai dasar Hyde Building itu memanggil Egi yang terlihat baru memasuki café.

Mendengar panggilan dari Joda, Egi pun menghampiri wanita itu dan menarik kursi kosong yang ada di depan Joda. Tak ayal mereka berdua menjadi sorotan dari para karyawan kedua perusahaan itu.

Karyawan Jaya Sentosa Group yang menyoroti bos besar mereka karena duduk berdua dengan seorang wanita cantik yang tak pernah mereka lihat sebelumnya dan karyawan dari Hyde Corp. yang menyoroti Mbak Joda sekertarisnya Pak Singa yang duduk dengan pria yang tak kalah tampan dari dari Pak Singanya mereka.

"Bos lo unik, ya." Egi membuka pembicaraan setelah ia duduk diatas kursi café itu.

"Iya, kan?! Lo bayangin, deh. Gue tiap hari ngadepin gituan!" Joda kembali bersungut kesal.

"Tapi gue enggak tau kalo lo kerja di Hyde. Jadi sekertaris lagi." Egi memperhatikan Joda yang tiba-tiba saja merubah ekspresinya. "Pantes aja satu tahun yang lalu lo ngotot balikin uang gue."

"Iya. Gue … cuma enggak mau kebayang sama masa lalu, Gi."

"Makanya lo pergi gitu, aja? Tapi gue ini kan temen lo. Dari TK, SD, SMP, SMA, bahkan sampe kuliah pun kita bareng-bareng terus. Tapi, ya … apapun alasan lo, gue yakin lo punya alasan yang tepat." Egi tersenyum. Pria itu banyak tersenyum sekarang. Ini lah yang ditakutkan Joda jika ia bertemu dengan Egi. Pria itu pasti akan kembali membahas masa lalunya.

"Eh, iya! Gue kemaren ketemu Mona!" Joda yang teringat hal itu pun menjadikannya pengalihan topik.

"Mona? Monalisa yang dulu sering bu-"

"Iya! Dia!" Joda segera memotong ucapan Egi sebelum pria itu mengatakan ia pernah menjadi korban perundungan di sekolahnya dulu.

"Dia ngenalin lo?" Egi yang mengerti itu pun mengabaikan Joda yang memotong ucapannya.

"Enggak!" Joda berseru senang karena Mona tak mengenalinya.

"Iya, lah. Gue juga kalo enggak ketemu lo satu tahun yang lalu enggak bakal ngenalin lo." Egi terkekeh.

"Sialan!" Joda memukul tangan Egi yang ada di dekatnya. "Emangnya gue oplas, apa?!" Meski kesal, Joda tetap memelankan suaranya.

"Enggak oplas pun, siapa yang bakal ngenalin orang yang dulunya item dan keriting sampe dipanggil gimbal bisa jadi putih bening begini?! Rambutnya lurus lagi." Setelah ikut berujar dengan suara pelan, Egi benar-benar tertawa saat ia melihat Joda bersiap mengeluarkan taring dan tanduknya.

"Nah, gini dong lo harusnya dari dulu. Berani. Mau lo cantik atau jelek, lo enggak boleh diem aja kalo orang ngehina lo." Sebuah tangan mengusap pucuk kepala Joda dengan lembut. Selembut suaranya yang mengalun di telinga Joda. Momen itu pun diabadikan dengan kamera ponsel oleh para karyawan dari kedua perusahaan tersebut.

"Gila, Mbak Joda hidupnya dipenuhi keberuntungan!"

"Mau jadi Mbak Joda!"

"Gue baru liat Bos kita begitu!"

"Berita bagus, nih!"

"Eh?! Anda mau cari kutu?! Pake acara pegang-pegang kepala sekertaris saya!" Tiba-tiba Kay datang dan menarik tangan Egi dari kepala Joda.

*****

"Bapak kenapa, sih?! Egi itu temen saya! Kenapa Bapak jadi enggak jelas gitu tingkahnya?!" Joda masuk ke dalam ruangan Kay setelah jam istirahat selesai.

Kay yang ketika di café tadi mengetahui akan kembali mendapat amukan dari sekertarisnya itu segera beranjak kembali ke dalam ruangannnya setelah ia akhirnya menyadari jika tingkahnya sudah terlanjur menjadi tontonan anak buahnya yang lain. Kini ia harus benar-benar menghadapi Joda setelah sebelumnya ia berhasil kabur.

"Lho? Emang tingkah saya kenapa? Bukannya selama ini saya sudah cukup jelas?" Kay berusaha mengelak.

Mendengar bosnya mengelak, tanpa sadar Joda mendekati kursi bosnya itu. Tubuh Joda sedikit membungkuk saat ia menyamakan tingginya dengan Kay yang sedang duduk itu. Matanya menatap tajam ke arah Kay dan jemarinya meremas sandaran kursi pria itu.

"Bapak masih enggak mau nyadar?!" Joda dipenuhi oleh aura intimidasi yang membuat Kay bergedik ngeri hingga tak berani menatap mata sekertarisnya itu. Entah sebuah kesialan atau sebuah keberuntungan, Kay malah melihat hal yang tak seharusnya ia lihat.

"Itu … merah."

"Merah, Merah. Merah apa?!" Joda membentak saat Kay gelagapan di kursinya.

"Itu bra kamu warna merah!" Kay menjawab cepat.

Joda yang baru sadar akan posisinya itu cepat-cepat berdiri tegap dan menyilangkan tangannya di depan dadanya.

"Aaaaaaaa!" "Dasar Siluman Babi Mesuuuum!"

*****

avataravatar