1 MALAM PANAS UNTUK KISAH KITA

1 september 2019

"K-Kau masih perawan?"

Pria itu bertanya dengan nada ragu, ia baru sadar bahwa wajah gadis yang tengah mencengkeram seprai putih yang membalut ranjangnya tersebut dengan erat, ternyata memejamkan mata karena sedari tadi menahan rasa sakit yang luar biasa

Angga, pria berumur 26 tahun itu tentunya dibuat tak bisa berkata-kata lagi setelah merasakan dan melihat darah menodai seprai putih ranjangnya.

Entah harus bahagia karena kenyataannya ialah pria pertama yang menyentuh gadis dalam kukungannya ini atau malah sedih karena merasa bersalah karena ini adalah yang pertama untuk gadis itu, tapi Angga malah meninggalkan kesan yang buruk untuknya.

Demi apapun, setahun menjalin hubungan kekasih bersama Kirana, ia kira pacarnya itu tak ada bedanya dengan wanita-wanita tempat pertama kali mereka dipertemukan, club malam.

Bahkan di saat-saat seperti ini, Angga malah dibuat de javu dengan ingatan itu. Ingatan dimana ia bertemu untuk pertama kalinya di salah satu club malam terkenal di Ibukota tengah membawakan dirinya dan beberapa temannya minuman yang katanya adalah minuman terbaik yang tersedia di club itu.

Tatapan sayu penuh ketakutan milik Kirana masih berbekas di benaknya sampai saat ini, tangannya yang membawa nampan nampak bergetar memperlihatkan berapa gugup dan takutnya Kirana berada di situasi seperti itu.

Sayangnya, Angga malah beranggapan bahwa Kirana melakukan itu hanya karena ingin menarik perhatiannya. Angga bahkan dengan teganya mengungkapkan hal-hal yang begitu menyakiti hati Kirana.

Namun, sekarang lihatlah bagaimana takdir dan nasib membuat mereka menjadi sepasang kekasih yang saling mencintai dan setia satu sama lain.

Menghela napas panjang, Angga hendak menghentikan semuanya saat ini juga. Ia tidak bisa melanjutkan kegiatan mereka jika dirinya masih dihantui oleh rasa bersalah walaupun jujur saja gairahnya sekarang sedang berada di puncaknya.

"Shh ... Kak?"

Lirihan yang keluar dari bibir Kirana menghentikan gerakan Angga yang hendak mengakhiri kegiatan panas yang telah mereka jalani hingga sejauh ini.

Kemudian, saat manik gelap itu menatapnya dengan tatapan sendu yang diikuti oleh seukir senyum tipis yang terlihat dipaksakan, Angga membeku, tidak tahu harus merespon apa.

"Kenapa kau berhenti?"

'Sial!'

Angga mengumpat kencang dalam hati sembari menelan salivanya susah payah, nafsunya semakin tak tertahankan akibat kalimat sederhana yang keluar dari bibir ranum berwarna peach milik gadis berumur 9 tahun lebih muda darinya itu.

Jika diperhatikan, ia seperti seorang pedofil yang dipenuhi oleh nafsu pada seorang gadis remaja seperti Kirana. Terkadang Angga kesal jika mengingat umurnya dan Kirana bertaut begitu jauh. Untungnya Kirana tak pernah mempermasalahkan itu, bahkan walaupun nyatanya Angga juga pernah menyakiti hati Kirana di Club malam itu.

"Ini hari ulang tahunmu, bukan? Kenapa kau mengacaukan perayaan intinya yang telah kusiapkan?" Walaupun merasa tidak nyaman dan sesak pada bagian bawahnya, Kirana berusaha untuk terlihat tetap tenang.

"Bukankah ini yang selalu kau minta padaku? Sekarang setelah aku menyerahkannya, kenapa kau membuat semuanya semakin rumit?"

Sejujurnya, Kirana sangat ingin menghilang saja dari bumi selama beberapa hari untuk menyembunyikan rasa malu dan perasaan campur aduk yang menggebu-gebu pada dirinya saat itu.

Namun, semuanya sudah berjalan sejauh ini, jika ia menunda-nunda lebih lama lagi, rasa sakit, perih, sesak dan nyeri itu akan ia rasakan lebih lama lagi. Kirana hanya ingin semua ini segera berakhir dengan cepat.

Bohong jika Kirana mengatakan kalau dirinya tak menyesal telah mengambil keputusan besar seperti ini. Bermodalkan pemikirannya yang masih sempit serta janji yang pernah diucapkan oleh kekasihnya itu beberapa bulan lalu saat Angga ingin mengajaknya hubungan badan yang mengatakan bahwa dirinya akan bertanggung jawab atas apa yang ia lakukan, Kirana memantapkan dirinya untuk menjadikan keperawanannya sebagai hadiah untuk hari ulang tahun kekasihnya yang ke-26.

Begitu bodoh memang, tapi itulah kenyataannya. Kirana mempercayai Angga sepenuhnya karena ia yakin pria dewasa yang memperlakukannya dengan lembut dan manis hingga ia melupakan pahitnya hidup yang ia lalui, tak akan membuatnya terluka.

Memejamkan mata sekali lagi sembari menarik napas dalam-dalam dan mengeluarkannya secara perlahan, Kirana memantapkan dirinya untuk menahan sedikit lebih lama lagi semua perpaduan rasa sakit yang terasa seperti membelah tubuhnya menjadi dua tadi.

"Malam ini, aku milikmu, lakukan apapun yang ingin kau lakukan sejak dulu...."

Kirana membuka matanya perlahan setelah mengatakan kalimat yang ia rasa sangat memalukan untuk ia sebut.

"Kirana, ini keputusan besar." Angga sedikit merutuki dirinya yang dulu sering menghoda Kirana dan mengatakan bahwa ia ingin melakukan apa yang sedang mereka lakukan saat ini.

"Kirana, dengarkan aku, saat itu aku hanya bercanda, kenap--"

"Jika kau hanya bercanda, kenapa kita bisa berakhir di sini dengan keadaan seperti ini, Kak?" potong Kirana.

"Kau tidak terpaksa bukan? Aku benar-bebar tak bisa melakukan hal ini jika saja kau...." Angga tak melanjutkan ucapannya, ragu.

"Jika aku terpaksa, aku sudah melarikan diri sejak tadi, Kak...." desak Kirana.

Angga terdiam sebelum akhirnya meyakinkan diri untuk menuntaskan semuanya malam ini juga. Lagipula, ia memang sudah memiliki rencana untuk melamar Kirana 2 minggu lagi. Ia juga sudah mendapatkan restu dari kedua orang tuanya, hanya tinggal restu daru ibu panti asuhan yang merawat Kirana, dan ...

Done. Semuanya sudah selesai. Perusahaan warisan keluarganya, Argantara's Corp juga sudah ada di tangannya, apa yang perlu dikhawatirkan?

"Aku tidak akan berhenti di tengah jalan Kirana, apa kau tak takut tak bisa bangun besok?"

"Aku masih punya dirimu. Jika aku tak bisa bangun, aku masih bisa meminta bantuanmu untuk menjadi kakiku untuk sementara waktu, bukan?"

Angga sebenarnya masih ragu, tapi ia berharap keputusannya kali ini memang sudah tepat.

"Jika kau merasa sakit, kau bisa mencakar punggungku, kau juga bisa menggigit tanganku. Aku memberimu kebebasan penuh untuk menyalurkan semua rasa sakit yang kau rasakan."

Mendengar apa yang dikatakan oleh Angga, jantung Kirana berdegup kencang, ketakutan mulai menghampirinya, tapi Kirana berusaha untuk tidak peduli walau tubuhnya mulai bergetar ketakutan.

Angga perlahan menunduk kemudian mendaratkan bibirnya di kening Kirana, rasa takut itu malah dibuat semakin menjadi-jadi, belum lagi Angga membisikkan sesuatu yang membuat Kirana lantas meremang.

"Terima kasih atas hadiahnya. Ini adalah hadiah terbaik yang pernah aku terima, Kirana. I love you so mad, Baby!"

Dan setelah kalimat itu terucap semuanya pun dimulai dari sana. Entah decitan ranjang, suara jeritan serta isak tangis yang tertahan, desahan, bahkan jalan takdir yang mulai rumit untuk ke depannya pun dimulai dari sana.

Semua berlalu begitu saja tanpa sadar seolah waktu memang tak membiarkan sepasang sejoli itu mulai paham dengan situasi yang akan terjadi di kedepannya.

avataravatar
Next chapter