webnovel

BAB 1 Takdir Mempertemukan Kita

Ikhan pov

"Hey, Hey, Ikhsan, kau ini tidak antusias sekali. Cewek cantik ini bro...." Aku tersenyum simpul

"Kau ini duda tidak gaul," dia meninju lenganku. Apanya yang tidak gaul. Kenapa juga dia menyebutkan statusku. Aku kan jadi malu.

"Kau ini, memalukanku saja," jawabku sekenanya.

"Duh, Ikhsan, pria lajang terganteng di divisi kita... Daripada kau melajang dengan status dudamu, cari cewek sana. Kau kan bukan homo. Atau... Kau masih cinta ya sama mantan istrimu... Hahaahaahaha... Pasti benar tebakanku."

Hatiku rasanya meloncat. Sudah 3 tahun ini aku tidak melihat wajahnya. Dia apa kabarnya. Kata-kataku pasti sudah menyakiti hatinya. Kudengar dia pindah ke Yogyakarta setelah sidang waktu itu. Aku masih pergi ke kotanya tiap bulan untuk mendoakan kesayanganku. Tapi aku belum pernah bertemu dengannya, orang tuanya pun tidak. Mungkin seharusnya aku berkunjung.

"Ampun deh, ngelamun lagi."

"Pergi kau, Din, pusing kepalaku." jawabku. Rasanya kepalaku mau pecah saja mendengarkan omongan Dudin, teman sedivisiku. Mulutnya kayak wanita.

"Ikhsan sang duda tua,"

Dia masih saja mengolokku.

*********************************************************

Hari ini aku ada rapat dinas. Rasanya badanku sudah remuk saja. Jadwal yang sudah ku susun rapi ini diminta GM untuk merevisi.

"Pak Anggi, memangnya kita ini perlu Trainer untuk mesin baru? Saya rasa saya masih bisa mempelajarinya," protesku.

"Trainer kita ini salah satu pemilik saham 10% Spotlight. Kau jangan macam-macam. Dia lulusan S2 Oxford jurusan Matematika dengan nilai sempurna. Beasiswa lagi kuliahnya. Aku kagum sekali dengannya. Dia pandai bermain uang. Hahahahahahaha..."

Kutanggapi kata-kata GMku dengan senyuman saja. Kumaklumi saja. Anaknya sampai saat ini belum juga menyelesaikan S2nya.

"Dia bisa kesini minggu depan. Kau atur ulang lah jadwal kita. Aku mengandalkan supervisor sepertimu. Jangan mengecewakan Trainer kita. Dia sungguh-sungguh mengagumkan." jelas GMku.

Sebenarnya aku sudah mendengar tentang Trainer baru itu. Kabarnya dia dapat beasiswa penuh di Oxford dan menjadi lulusan terbaik. Saat ini dia pun menjadi salah satu dosen terbaik di Unesa. Aku pun juga penasaran dengan sosoknya.

"Pokoknya, minggu depan atur jadwal untuk para teknisi. Tidak boleh ada jadwal keluar. "Ancam GMku.

Aku hanya mengangguk saja. Terserah lah.

Aku mengundurkan diri dari ruangannya. Rasanya sesak di ruangan itu.

Aku mengambil kopi dulu sebelum masuk ruanganku. Ruangan yang menjadi passionku tiga tahun ini. Aku sungguh senang bisa meraih yang kuimpikan meski aku harus melepas yang kuinginkan juga.

Aku jadi teringat hal-hal yang kulalui tiga tahun terakhir. Aku jadi mengingatnya. Kenangan-kenangan yang sama sekali tidak kabur. Mungkin aku memang hanya belum bisa move on darinya.

Aku mendengar pintu diketuk. "Masuk..."

Aku melihat seorang wanita. Kalau tidak salah namanya Tasya, yang katanya Dudin wanita tercantik dari divisi Marketing.

"Emmm... Pak Ikhsan, maaf... Saya cuma mau memastikan saja," nada bicaranya menunjukkan kalau dia sedang gugup.

Aku hanya menggerakkan jariku tanda mengijinkan dia melanjutkan kata-katanya.

"Sa.. Saya... Emmm... Kata Pak Dudin, emm... Pak Ikhsan mau ngasih jawaban sekarang." Kulihat dia memainkan jarinya. Sudah pasti Dudin ini yang mencari gara-gara. Kepalaku semakin pusing saja.

"Maaf ya, mbak, ini di kantor. Saya tidak melayani hal-hal bersifat pribadi." jawabku dengan malas. Cantik sih dia. Tapi sudah jelas dia hanya cantik saja. Bukan tipeku.

"Emm... Maaf, Pak Iiii... Emm, Pak Ikhsan. Apa artinya saya ditolak?"

Wanita ini membuatku geram. Aku hanya memberi isyarat pergi padanya dengan jariku. Dia hanya membuatku semakin pusing.

Kulihat dia pergi dengan menangis. Aku akan membuat perhitungan dengan Dudin.

**********************************************************

Seminggu berlalu tanpa konflik yang berarti. Wanita yang bernama Tasya itu tidak menggangguku. Aku sangat bersyukur. Saat ini aku masih belum menginginkan wanita di sisiku.

Plaaakkk!!!!

"Hey, Bro..."

Aku tersentak ketika ada pukulan di pundakku. Aku mendapati temanku satu divisi bernama Andi cengar cengir di depanku.

"Jangan ngelamun. Hari ini kan situ menyambut trainer baru kita. Semoga wanita Ya Allah... Aku sudah bosan melihat para pria jomblo disini..."

Aku hanya tertawa mendengar omongan temanku ini. Secara pribadi aku berharap trainer kali ini pria. Alu ingin tau bagaimana cara dia menangani kerja mesin baru dari perusahaan ini.

"Di divisi Marketing kan banyak ceweknya sih, pergi ke sana aja, anggap saja cuci mata," sahutku atas doanya.

"Bapak Supervisor Ikhsan Pratama Aji koma es te yang terhormat, Anda ini pura-pura bodoh atau mau sombong."

Aku hanya mengangkat alisku terhadap sarkasme Andi.

"Di divisi Marketing semua wanitanya tergila-gila dengan Anda, Bapaaaaaaaak... Kecuali Marini, karena dia sudah dihamili suaminya," Andi membuatku tertawa. Ada-ada saja. Mana mungkin mereka suka padaku.

"Jangan tertawa terus. Kau membuatku merasa jadi jomblo tidak laku," Andi masih melanjutkan ocehannya.

Aku tidak begitu mendengarkan lanjutan omongannya yang ngawur. Aku bergegas ke ruang meeting karena jam sudah menunjukkan pukul sepuluh. Hari ini trainer yang baru hadir. Kabarnya dia tidak suka terlambat dan terlalu tepat waktu.

Aku membuka pintu ruangan. Kulihat hampir semua anak buahku sudah datang. Aku menyalami GM dan staf HRD. Untungnya belum datang trainernya.

"Pak Anggi, belum datang?"tanyaku.

Dia menempelkan jari pada mulutnya. Aku diam sajalah daripada kena amuk.

Aku mendengar pintu dibuka. Aku belum menolehkan wajahku tapi aku mendengar suara yang familiar. Sangat familiar di ingatanku

Aku mendongakkan kepalaku.

Astaga...

"Selamat pagi semua. Saya Nisa Faresya Wardhana, trainer baru di divisi Maintenance. Saya mohon kerjasamanya semua dan salam kenal."

Takdir rasanya mengolok-olokku. Aku ingin pingsan saat pandangan dia akhirnya beralih kepadaku. Dia hanya mengangkat alis. Sedangkan aku, badanku gemetar dan keringat dingin membasahi kemejaku.

Kudengar dia berbicara, "Pak Anggi, boleh tau yang mana supervisornya?"

Matilah aku.

"Ini Pak Ikhsan lo mbak Nisa supervisornya." GMku menjawab dengan genit.

Kulihat dia tersenyum memperlihatkan giginya yang indah dan mengulurkan tangannya. Tanganku serasa gemetar saat bersalaman dengannya.

"Mohon kerjasamanya Pak Ikhsan."

Aku langsung ijin untuk mengundurkan diri dari ruangan. Semua orang melihatku dengan aneh.

Aku sudah mau pingsan.

**********************************************************

Next chapter