webnovel

Bagian 3

"Hei! Kenapa diam saja? Cepat minum?!" ucap Avan paksa yang menunggu darah yang ia berikan habis di minum.

"Dasar kau ini. Lain kali jika belum sarapan datang saja padaku. Di rumah aku memiliki banyak darah tikus segar." Avan menepuk bahu siswa yang ia bawa saat perjalanan ke halaman belakang. Siswa itu menganggukkan kepalanya pelan, kemudian pergi meninggalkannya.

Kini Avan mengalihkan pandangannya kepada Eunwoo yang ia sedari tadi memperhatikannya, "Kenapa kau hanya memandangiku? Apa kau terkejut dengan kemurahan hatiku ini? Oh ya, apa kau tidak ingin bertanya mengapa aku membawamu ke halaman belakang yang jauh dari semua murid? Atau kau tidak ingin menanyakan kejadian di aula tadi?"

Eunwoo terkejut dan segera mengalihkan pandangannya, "Tidak!" balas Eunwoo dingin.

"Ah...  Kau berpikir aku ini jahat? Benar?" Avan diam sejenak berharap Eunwoo meliriknya. Setelah menyadari tidak ada tanggapan, ia akhirnya menghela napas, "....Jika aku ini jahat seperti yang kau pikirkan, mana mungkin aku mau memberikan darah kepada siswa kelaparan itu. Terlebih, mengangkatmu sebagai wakil ceo."

Eunwoo hanya diam sambil memainkan kontong darah yang ia pegang, "Mungkin saja kau menunjukkan wajah topengmu."

"Baiklah. Aku akan mengatakannya padamu. Kau pasti penasaran mengapa aku bilang pada mereka semua bahwa kau spesial, bukan? Yahh... Itu karena... " diam sejenak dan melirik ke arah Eunwoo yang masih mengacuhkannya. "Wah...  benar-benar kau ini. Kau masih bersikap dingin padaku?"

Kini Avan melirik kantong darah di tangan Eunwoo, "Sini. Berikan kantong darah itu. Aku tau kau tak meminumnya." dirampasnya kantong darah itu dari tangan Eunwoo.

Eunwoo tiba-tiba kaku. Ia merasa terkejut sekaligus takut dengan ucapan Avan, "A-apa maksudmu aku tidak meminumnya?"

Avan tersenyum tipis mendengar Eunwoo menanggapinya,  "Apa maksudku? Hmm... Tentu saja karena darah tikus tidak terlalu enak, bukan?"

Eunwoo menghela nafas lega, yang sempat berpikir jika Avan mengetahui identitasnya. Kini ia menatap Avan heran dan berpikir, "Apa sebaiknya aku tanyakan saja?"

"Apa alasanmu?" tanya Eunwoo namun tetap dalam pandangan ke bawah.

Avan tersenyum kecil, "Alasanku? Ahh… tentang aku mengatakan kau spesial dan mengangkatmu sebagai wakil Ceo?"

Eunwoo menganggukkan kepalanya sekali.

"Sebenarnya kau tidak begitu spesial, sih. Hanya saja aku ingin berteman denganmu. Jika aku tidak mengangkatmu sebagai wakil Ceo dan hanya menganggapmu temanku, mungkin murid di sekolah ini akan mengambil waktuku untuk bersamamu." Avan diam sebentar dan tersenyum.

"...Dan saat di aula, sebelum kau datang aku sudah mengatakan pada mereka bahwa kau akan datang di pintu aula itu terakhir sebagai orang yang spesial. Tapi sepertinya kau ketakutan, ya? Karena mereka semua memandangmu. Pfttt.." Avan menahan tawanya. Sedang Eunwoo terlihat kesal dan malu ditertawakan oleh Avan.

Avan melihat Eunwoo menahan tawa dan tersenyum, "Sekarang bagaimana hubungan kita? Hahahah.." kembali Avan tertawa dengan ucapannya sendiri yang terasa ganjal. "Teman?" Avan menjulurkan tangannya sembari menatap Eunwoo untuk menunggu jawaban. Dan akhirnya Eunwoo menggapai uluran tangan Avan sebentar dan tertawa bersama saat Avan kembali mengucapkan kalimat ambigunya.

Avan memukul pundak Eunwoo karena tertawa lepas.

"Apakah tidak apa aku berteman dengan Vampir? Sepertinya akan menguntungkan untukku." gumam Eunwoo dalam hati.

****

"Bu, aku pulang?" teriak Eunwoo yang sambil membuka sepatunya di depan pintu rumah.

"Iya? Cepatlah! Ibu sudah memasak untuk makan malammu."

Eunwoo segera menghampiri meja makan dan duduk. Mengambil sendok di dekatnya dan cepat mencicipi masakan Jovita.

"Bagaimana rasanya, apa masih terlalu asin?" ucap Jovita tersenyum yang menunggu jawaban.

"Tidak. Hanya saja.... Rasanya menjadi hambar," tawa Euwoo dan membuat Jovita ikut tertawa.

Eunwoo menganggapnya wajar jika ibunya tidak bisa memasak karena ia tau jika Vampir tidak mempunyai indra pengecap seperti manusia. Ia pernah tidak ingin mengatakan yang sebenarnya tentang masakan ibunya, namun ibunya selalu memaksa agar dia bisa memperbaiki masakannya agar Eunwoo bisa layak memakannya.

"Aku habiskan." Eunwoo terus memasukkan makanan ke dalam mulutnya.

Jovita cepat menarik makanan Eunwoo dan membawanya, "Ibu akan mencoba lagi, untuk sementara putra ibu makan mie instan saja. Oke?" Jovita meraih mie instan di atas lemari persediaan dan menyiapkannya "Sebentar ibu buatkan."

"Baiklah, bu. Sebenarnya aku juga tidak apa memakan itu selama masih bisa di makan." kata Eunwoo. Jovita lekas menaruh ujung jari di bibir Eunwoo, tanda menyuruhnya diam.

Selang beberapa menit, setelah selesai makan, Eunwoo kembali ke dalam kamarnya dan menutup semua jendelanya agar saat pagi tiba, cahaya tidak bisa menembusnya. Saat hendak merebahkan tubuhnya di atas ranjang, Jovita datang menghampirinya.

"Maafkan ibu tidak bisa melawan keluarga ibu sendiri saat kau harus di masukkan di sekolah Vampir itu. Jika tidak, kakekmu akan terus datang ke rumah ini untuk memastikanmu benar-benar seorang Vampir. Ibu harap kau bisa mengerti." Jovita memegang erat kedua tangan Eunwoo.

"Iya, bu. Aku mengerti. Lagi pula aku tidak bisa salalu berada di rumah sepanjang hari. Aku juga harus mencari pekerjaan setelah lulus nanti." ucap Eunwoo sambil memeluk Jovita. Berusaha tidak membuat Jovita khawatir tentang dirinya yang bersekolah di sekitar vampir.

"Oh ya, bu. Tadi di sekolah aku mendapatkan seorang teman."

Jovita langsung membulatkan matanya, "Kau berteman dengan Vampir?!" tanya Jovita kaget.

Eunwoo mengaggukan kepalanya, "Iya, bu. Aku pikir dia Vampir yang cukup menarik dan dia juga memiliki kuasa di sekolah, jadi aku pikir itu sedikit menguntungkan untuk menyembunyikan identitasku. Karena dia juga menjanjikan agar semua murid segan padaku. Yahh, meskipun aku masih tidak yakin." jelas Eunwoo.

Jovita meletakkan tangannya di pundak Eunwoo dan mengelusnya lembut, "Baiklah. Tapi ingat, kau harus tetap berhati-hati padanya dan tetap jaga dirimu, jangan sampai terluka."

Eunwoo mengagguk pelan dan memeluk Jovita.

"Dah, bu. Selamat tidur." ucap Eunwoo sambil merebahkan tubuhnya di ranjang dan perlahan memejamkan mata. Jovita tersenyum dan meninggalkannya, menutup pintu rapat dengan pelan.

Eunwoo tertidur dan terhanyut dalam mimpinya.

Tidak!!!

Eunwo sontak membuka matanya yang sudah di banjiri air mata dan terbangun dari tidurnya.

"Siapa wanita itu? Kenapa aku merasa kasihan padanya?"