15 Penampilan Balet Emma

Dion tiba di Gedung Kesenian Perancis, tempat dimana Emma akan tampil mala mini. Dia pergi sendiri tanpa Ega, membawa sebuket bunga lili putih yang diambilnya saja dari kamar Basta kemarin. Asal tahu saja bunga itu masih wangi dan sangat segar seperti baru membelinya. Apapun yang mereka bawa dari Bumi, juga akan ikut melambat perkembangannya termasuk bunga yang Basta beli. Dion mengenakan setelan jas bewarna hitam beludru dengan aksen mutiara menghiasinya. Nampak mewah dan mencolok tapi Dion memang suka gaya berpakaian yang seperti itu.

Sedangkan di sisi lain gedung yang sama, Ega datang dengan membawa sebuah lukisan yang sudah dibungkusnya dengan rapi. Sebelum kesini, Juno tiba-tiba mengetuk kamar Ega dan membawa sebuah lukisan yang tak terlalu besar. Seorang siluet wanita yang sedang bergerak lembut seperti sedang menari. Indah tapi tak terlalu berlebihan dan Ega sangat menyukainya, sesuai dengan Emma tentu saja. Ega datang dengan jas bewarna merah marun dengan tepian bewarna hitam bergaya klasik.

Pertunjukkan pun dimulai, Dion dan Ega sama sekali tidak mengetahui kalau mereka datang di acara yang sama. Sebelumnya di Malghavan, mereka bertemu di lorong depan kamar mereka.

"Undangan Emma hari ini kan?" Tanya Ega membuka percakapan.

"Ah itu, ya benar. Apa kau jadi datang?" Tanya Dion.

"Hm. Sepertinya tidak. Aku ada urusan lain. Aku harus membeli beberapa kebutuhan untuk Althea." Ucap Ega gagap.

"Benarkah? Aku juga sepertinya tidak akan datang. Aku harus melakukan sesuatu dengan Basta." Ucap Dion dengan senyum aneh.

"Ah begitu. Ya sudah kalau begitu aku pergi dulu." Pamit Ega akhirnya yang segera masuk ke dalam kamarnya.

Tidak pernah sekalipun mereka berbohong satu sama lain. Jelas sekali mereka adalah pembohong yang buruk karena keduanya jelas tidak melakukan apa yang mereka katakan satu sama lain. Tapi entah kenapa mereka memang saling percaya dan tidak bertanya lebih lanjut.

Dion duduk di bagian depan sebelah kanan sedangkan empat baris kebelakang sebelah kiri Ega berada. Penampilan Emma luar biasa walau dia bukanlah pemeran utama di penampilan kali ini. Mata keduanya begitu terpukau dengan Emma yang kali ini menggunakan riasan tebal dengan lipstik merah. Rambutnya di tata menjadi ikal dan disanggul ke atas. Tentu saja sesuai dengan konsep antagonis yang diperankannya kali ini.

Tepuk tangan riuh mengakhiri penampilan para pemain malam itu. Para penonton berdiri menunjukkan rasa hormat. Semua pemain tersenyum bangga dan bahagia. Ega dan Dion mencoba menuju bagian belakang panggung mencoba menemui Emma dengan hadiah masing-masing. Dion bertanya pada seorang pria yang nampaknya staf yang kemudian menunjuk ke satu arah. Dion mencoba mencari Emma diantara banyaknya penari lainnya hingga dia mendapati sosok itu.

"Halo Emma. Selamat atas penampilanmu." Ucap Dion begitu gadis itu menatapnya.

"Oh hai Dion. Kau datang juga. Terima kasih." Ucap Emma.

"Ini bunga untukmu. Sebenarnya aku bertanya pada seorang teman tentang apa yang harus aku bawa karena aku tidak tahu harus membawa apa." Dion basa-basi.

"Ah tidak-tidak. Ini sangat cantik terima kasih sekali lagi." Ucap Emma tulus.

"Em-" Sebuah suara membuyarkan keduanya.

"Ega? Kau datang juga." Ucap Emma nampak senang.

"Iya aku datang. Dan Dion aku kira kau tidak datang?" Ucap Ega sedikit menyindir.

"Ahaha. Iya aku berubah pikiran tadi lagi pula Basta membatalkan rencananya dan kau sendiri juga bilang tidak datang kan?" Ucap Dion masih dengan senyumnya.

"Ya sama denganmu ternyata urusanku lebih cepat selesai dari yang ku kira." Ucap Ega berusaha santai.

Dion dan Ega terlihat saling menatap mencari kebohongan dari mata masing-masing. Tapi rupanya mereka begitu cepat belajar, sekali berbohong maka kebohongan lainnya akan tercipta dengan mudah.

"Ah ya Emma. Aku membawakan sesuatu untukmu. Buka saja nanti." Ucap Ega dengan senyum ramahnya.

"Ah terima kasih. Kalian berdua sangat baik. Sebagai ucapan terima kasih lagipula aku tak punya banyak teman untuk merayakan, bagaimana kalau kita minum bertiga?" Ucap Emma.

"Ah baiklah." Ucap Dion.

"Ya tentu saja." Jawab Ega.

Mereka bertiga berakhir di sebuah bar yang tak teralu ramai. Memesan cocktail untuk masing-masing walau Dion sedikit ragu karena dirinya tidak bisa terlalu banyak minum minuman semacam itu. Dia mengakui dia payah dalam hal minum. Ega walau juga tak terlalu jago minum tapi satu gelas cocktail tak akan membuatnya tumbang.

Pencahayaan lampu bar itu memang temaram untuk kenyamanan pengunjung tentu saja. Tapi entah kenapa membuat Emma nampak berkali-kali lipat lebih cantik ditambah dandanannya yang sempurna malam ini.

"Penampilanmu luar biasa malam ini Em." Ucap Dion.

"Hahaha. Kalian terlalu banyak memuji. Sekali lagi kalian mengatakan hal semacam itu mungkin aku bisa terbang ke atas sana." Ucap Emma.

"Aku serius. Kau pasti bisa menjadi pemeran utama di penampilan selanjutnya. Kau bahkan tampak lebih baik dari si Cinderella tadi." Puji Dion lagi.

"Ah benarkah? Ya semoga saja suatu saat nanti. Kau tahu kan tantangannya berat untuk seseorang seperti aku." Ucap Emma mengulum senyum penuh harap.

"Seseorang seperti kamu? Maksudmu cantik dan berbakat?" Tanya Ega.

"Hahaha. Kalian sangat pintar memuji. Kalian pasti tahu bisnis seperti ini tidak cukup dengan hanya cantik dan berbakat. Aku yakin Suster Maria sudah sedikit bercerita tentang aku." Ungkap Emma lagi.

"Ya sebenarnya iya. Tapi lalu apa salahnya tentang itu?" Ucap Ega lagi.

"Dari kecil, aku sudah biasa terasingkan. Segala hal itu bisa menjadi dua bahkan tiga kali lebih berat. Aku selalu ditolak oleh orang-orang yang ingin mengadopsi anak karena aku buruk rupa. Ketika sekolah pun aku selalu di bully karena aku berasal dari panti asuhan. Bahkan ketika aku berusaha dengan usahaku sendiri mengejar mimpi sebagai seorang balerina, semua orang mencemooh karena menganggap aku tak akan mampu. Bukan hanya kerikil tajam tapi bebatuan terjal semua sudah kulewati untuk sampai di titik ini."

"Dan kau luar biasa untuk itu Em." Ucap Dion memuji.

Malam semakin larut dan obrolan mereka semakin seru walau Dion nampak sedikit mabuk disana.

"Aku rasa kau harus pulang sekarang Ega. Lihat Dion." Ega baru menyadari kakaknya itu sudah tak berdaya disampingnya dengan wajah memerah.

"Owh astaga Dion. Merepotkanku saja." Ucap Ega sedikit berbisik.

"Dia tidak kuat minum?" Tanya Emma.

"Lebih tepatnya dia payah." Ucap EGa.

"Hahaha astaga. Kenapa memaksakan diri minum cocktail kalau memang dia tidak sanggup?" Emma terheran.

"Entah. Hm, tapi sebelum aku pergi, bisakah kau memberi nomor teleponmu padaku? Kalau kau tidak keberatan." Ucap Ega tentu saja berharap.

Tanpa ragu Emma menuliskan nomornya di selember tisu yang ada di meja dan menyerahkannya pada Ega. Mereka berpisah di bar itu dan Emma berkata "kalian beruntung memiliki satu sama lain"

avataravatar
Next chapter