6 Pegunungan Alpen Swiss

Juno menyerahkan segelas jahe panas pada Vaz yang diterimanya dengan baik. Setelah kata terima kasih, Vaz segera meneguknya hingga menyisakan setengah gelas. Merasa lebih baik, Vaz berdiri dan memandang seluruh hasil karya Juno yang ada di dalam sebuah kamar kecil. Diletakkan begitu saja memang berantakan tapi tidak dengan hasil karyanya. Juno bisa menggambar apa saja entah pemandangan, hewan, hingga motif abstrak. Apapun yang dia inginkan.

"Semua lukisan kamu sangat bagus Juno." Ucap Vaz kagum dengan tangan bersedekap didepannya.

"Buat apa bagus saja kalau tidak bisa membahagiakan orang lain?" Tanya Juno sinis.

"Memang kamu pernah menunjukkan ini semua ke manusia?" Tanya Vaz balik.

"Tidak, ini semua hanya sampah. Ini semua hanya caraku menumpahkan seluruh emosi. Menorehkan seluruh pikiran dan perasaan. Tidak ada yang mau melihat ini. Bahkan Basta saja enggan melihatnya." Ucap Juno akhirnya.

"Kenapa berkata seperti itu? Pertama, aku tahu lukisanmu ini sangat bagus. Ibuku adalah pelukis dan walau aku tidak berbakat dalam melukis seperti dirinya, tapi aku cukup tahu mana lukisan yang memang bagus seperti milikmu ini. Kedua, Basta tentu sangat ingin melihatnya kalau kau mau menunjukkan ini padanya. Dan dia juga pasti akan menyukainya sama sepertiku." Ucap Vaz lagi.

"Aku sudah pernah mencobanya tapi Basta selalu punya alasan untuk menolaknya. Dia bilang sibuk, tidak ada waktu, harus menemui si a si b dan selalu begitu." Ucap Juno akhirnya.

"Kau tahu kan kakakmu itu Xander yang memang memiliki tanggung jawab paling besar di Malghavan. Dia memang sangat sibuk tapi bukan berarti dia tak memiliki waktu luang untukmu. Kalian hanya perlu mencari waktu yang tepat saja." Ucap Vaz lagi.

"Dan sekarang waktu itu sudah habis Vaz. Aku sudah lelah mencoba." Ucap Juno masih duduk di kursi lukisnya.

Juno memang keras kepala, tentu saja mirip seperti kakaknya, Basta. Masalah ini sebenarnya juga bukan masalah yang besar kalau memang mereka mau bicara satu sama lain. Tapi rupanya tak ada yang ingin mencoba mengalah dan lebih dulu berbicara. Vaz seolah menjadi penengah diantara keduanya yang seolah selalu gagal menyatukan keduanya. Satu orang lagi Alvo yang juga selalu membuat kedua orang itu akur.

"Terserah kau saja. Tapi asal kau tahu kau berbakat Juno dalam ini." Ucap Vaz lagi.

"Bukankah lebih baik kau bicara untuk dirimu sendiri? Kau juga berbakat dalam musik tapi kau membuangnya begitu saja." Ucap Juno tak kalah sinis.

"Kau tahu aku punya alasan untuk itu Juno. Tapi kau? Kau menyembunyikan semua ini hanya karena hubunganmu yang buruk dengan Basta." Vaz tak kalah sinis.

"Astaga, kau benar-benar harus berkaca Vaz. Lalu bagaimana dengan kau? Bersembunyi dari masa lalu?" Ucap Juno yang akhirnya bangkit dan meninggalkan Vaz begitu saja masuk ke dalam studio lukisnya dan menutupnya dengan kencang.

Juno yang menyadari kepergian Vaz entah mengapa mendadak emosi. Lukisan yang hampir memenuhi ruangan itu, dibuangnya melalui Orion yang ada di dalam studio. Juno membuang hampir semuanya dengan berteriak. Kesal karena baginya lukisan-lukisan ini memang hanya sampah dan tak berarti apa-apa. Segera setelah itu menyusul Vaz kembali ke Malghavan.

Orion berupa portal bewarna keunguan dan gemerlap yang hanya bisa dilihat oleh para Xanders atau demigod lainnya. Xander hanya boleh pergi dan kembali ke Malghavan dengan pintu yang sama, karena kalau tidak begitu maka Orion itu akan terus terbuka hingga seorang demigod kembali ke Malghavan.

Sedangkan Vaz bertemu dengan Alvo sesaat setelah tiba di Malghavan. Xander itu sedang membaca sebuah buku di dalam Althea.

"Apa yang kau baca Alvo?" Tanya Vaz.

"Ah ini, aku sedang membaca sebuah buku yang sedang bercahaya daritadi. Sepertinya ada masalah lain yang harus kita selesaikan sore ini. Aku akan coba menghubungi lainnya untuk segera kumpul disini." Ucap Alvo yang mengundang tawa remeh Vaz.

"Kenapa tertawa begitu?" Tanya Alvo.

"Lucu saja. Kita para Xander mencoba membantu seluruh manusia untuk menemukan kebahagiaan mereka, padahal lihat kita sendiri. Basta dan Juno yang memiliki hubungan persaudaraan yang buruk, lalu aku yang masih terjebak dengan masa lalu dan memiliki ketakutan besar, belum lagi Orfe yang selalu merasa rendah diri. Kita disini semua membutuhkan bantuan." Ucap Vaz.

"Kita ini hanya demigod Vaz. Kita tetap hanya mahkluk Tuhan. Bukankah masalah itu akan selalu ada mengesampingkan siapapun dirimu? Tapi bagiku bertahan dan memberikan yang terbaik untuk manusia di bawah sana itu tanggung jawab. Bumi semakin tua, tapi manusianya semakin kejam, masalah yang tak kunjung usai, dan kesedihan yang tak kunjung memudar. Kita hanya memainkan sedikit peran disana untuk membuat bumi membaik." Ucap Alvo selalu penuh pemikiran positif.

Vaz duduk di kursi miliknya, merenungkan perkataan Alvo. Sedangkan Alvo mulai menghubungi satu per satu Xander dari ponselnya. Dia saat ini sepertinya memang satu-satunya Xander yang tidak memiliki masalah dengan Xander lainnya. Selalu bisa diandalkan dan selalu bekerja paling keras. Tak lama satu per satu Xander memasuki ruangan. Tak sesuai tebakan, Juno muncul secara kebetulan tepat waktu. Diikuti Ega dan Dion juga Orfe dan Basta kemudian.

"Karena kita semua sudah disini, langsung saja ya. Para dewa ingin kita menemui seorang anak kecil di sebuah panti asuhan bernama Angelina di Perancis. Dia sedang sangat bersedih karena sudah keempat kalinya dia gagal diadopsi sedangkan rekan-rekan seumurannya sudah mulai pergi satu per satu. Para calon orangtuanya mendadak membatakan semua adopsi mereka setelah menyadari dia memiliki sedikit autisme." Ucap Alvo kali ini.

"Jadi siapa yang ingin pergi?" Tanya Basta.

"Aku bagaimana? Dan Dion tentu saja. Kalian tahu kan aku sudah berpengalaman dengan anak kecil?" Tawar Ega.

"Ah itu saran yang bagus. Aku dan Ega bisa menyiapkan banyak Urgos untuk dibawa ke sana. Anak-anak suka minuman manis kan?" Ucap Dion juga.

"Ya tentu, kalian juga bisa membawa beberapa makanan di dapur. Aku baru saja membuat beberapa toples kue kering." Ucap Basta menambahkan.

Nampak lainnya tak keberatan, mereka segera menyetujuinya. Urgos adalah minuman khas Malghavan yang memang diciptakan Dion dan Ega dari sumber mata air yang ada disana. Rasanya manis juga bewarna keunguan seperti anggur. Mereka pula yang dapat mengendalikan rasanya dengan tambahan bahan dan ramuan khusus yang hanya mereka berdua yang tahu.

Setelah bersiap, Dion dan Ega yang memang tak pernah terpisah berjalan menuju Orion, dan tiba di sebuah wilayah di Perancis yang mereka tak tahu dimana tepatnya. Jelas mata mereka bisa menangkap ujung Menara Eiffel dari jarak yang cukup jauh. Senyum keduanya tak pernah lepas dari wajah manis dan tampan mereka berdua.

avataravatar
Next chapter