2 Malghavan

"Baiklah. Aku sudah disini sekarang. Silahkan lanjutkan lagi apapun yang kalian mulai tadi." Ucap Juno mempersilahkan.

Basta hanya menggeleng saja, sedangkan Alvo yang mulai bicara setelah mendapat persetujuan dari Xanders lainnya.

"Baiklah seperti yang kalian lihat tadi sebelumnya. Seorang pria paruh baya teramat sedih karena harus kehilangan satu-satunya keluarganya kini yaitu sang istri. Dia bahkan sudah melakukan dua kali percobaan bunuh diri tapi selalu gagal." Ucap Alvo.

"Karena para dewa belum menginginkan dia tentu saja. Apalagi ternyata pria ini memiliki anak yang tidak dia tahu. Aku rasa harus ada seseorang yang tidak hanya bisa membuatnya bahagia tapi juga membuatnya sadar kalau ada seorang anak yang harus dia temukan." Ucap Vaz yang juga bertanggungjawab dalam rapat seperti ini.

"Baiklah kalau begitu. Aku rasa aku akan turun tangan sendiri. Kalian tahu kan aku cukup bagus menangani para orang tua." Ucap Basta yang segera disetujui oleh lainnya.

"Baiklah kalau semuanya sudah sepakat. Dan Juno, kau bisa menemani Basta turun." Ucap Alvo.

"Kenapa aku tiba-tiba?" Tanya Juno yang jujur sebenarnya enggan.

"Bantu Basta kakakmu. Ini semua juga demi keberlangsungan Malghavan kan?" Ucap Dion meyakinkan yang akhirnya tak bisa ditolaknya.

Malghavan, sebuah kota di atas awan lembayung yang tak berhenti mengelilingi bumi. Para leluhur dewa merubah fungsi Malghavan yang sebenarnya adalah tempat bagi para demigod yang terbuang menjadi tempat untuk menciptakan kebahagiaan bagi seluruh umat manusia yang ada di bumi. Demigod adalah manusia setengah dewa, entah memiliki ayah dewa dan ibu manusia atau sebaliknya. Demigod memiliki usia yang lebih panjang dari manusia biasa tapi tidak kekal seperti dewa. Sedangkan demigod yang bertanggungjawab atas Malghavan disebut Xanders atau pelindung kemanusiaan. Xanders di Malghavan adalah keturunan keempat atau cicit dari tiga dewa terkuat yang pernah ada, Zeus, Poseiudon dan Hades. Jumlah Xanders hingga saat ini adalah tujuh orang pria yang tampan dan memiliki kekuatan fisik yang luar biasa.

Malghavan adalah sebuah kota kecil yang makmur dan sangat indah juga penuh dengan warna ungu keemasan. Warna ungu itu berasal dari fosil Siput Bolinus yang entah bagaimana memenuhi seluruh kota. Di setiap sisi negeri, dedaunan berwarna pink, air seputih awan, semua bangunan nampak indah dan sederhana. Selain itu, kota ini memiliki phoenix penjaga dengan nyala bewarna ungu kemerahan yang melindungi Malghavan dari dunia luar. Mengaburkan pandangan sehingga tidak ada mahkluk bumi yang bisa melihat apalagi masuk ke dalam sana. Sedangkan para Xanders hidup di sebuah rumah yang sangat besar hampir menyerupai kastil adalah tempat dimana para Xanders tinggal. Kastil berwarna putih dengan pohon dan bunga terompet merambat menutupi hampir setengah bangunannya. Ketika pintu kayu super besar dibuka, sebuah ruang tengah yang megah menyambut mereka. Sisi kanan dan kiri bangunan merupakan kamar tidur para Xanders walau mereka sebenarnya hampir tidak pernah tidur.

Enggan, Juno mengikuti sang kakak memasuki Orion, sebuah pintu besar keemasan yang berada di ujung Althea. Pintu yang bisa membawa mereka menuju tempat dimana sang pemilik buku berada atau pergi ke manapun yang mereka mau. Siapa sangka, Basta dan Juno yang sebenarnya terlihat mirip walau memiliki perbedaan umur lima tahun ini, tiba di sebuah jembatan. Menoleh sekilas keseliling memastikan dimana mereka berada. Sebuah jam besar persegi panjang menjulang, Big Ben, Inggris. Mencari sosok sang pria yang ternyata sudah berdiri di atas sebuah jembatan yang sudah nampak sepi dan gelap tengah malam itu.

"Pak, apa yang coba kau lakukan pak?" Tanya Basta sudah mendekat.

"Ap-apa? Siapa kalian?" Tanya sang bapak, Mr. James.

"Hm, saya Basta. Ini adik saya Juno. Saya tidak tahu kesulitan yang sedang bapak hadapi akhir-akhir ini tap-" Ucapan Basta terpotong.

"Tapi kalau bapak merasa hidup bapak akan jauh lebih baik ketika bapak loncat ya silahkan." Ucap Juno tiba-tiba.

Basta sudah melotot saja pada Juno. Mr. James mencoba menyeimbangkan posisinya.

"Sa-saya sudah tidak memiliki siapa-siapa lagi. Satu-satunya istri yang saya cintai sudah pergi meninggalkan saya selamanya." Nampak pundak Mr. James bergetar.

"Apa bapak yakin istri bapak sudah meninggalkan bapak sendiri? Apa bapak sudah memastikan tidak ada yang tertinggal dari mendiang istri bapak? Paling penting apa menurut bapak, istri bapak akan menyambut anda dengan tangan terbuka ketika dia melihat anda mati dengan cara mengenaskan seperti itu?" Tanya Juno.

Mr. James melemas, Basta sigap menangkap tangan Mr. James dan membawanya turun. Pria paruh baya yang tambun itu menangis di pelukan Basta yang memiliki bahu super lebar. Dia mengingat lagi kehidupannya bersama sang istri bertahun-tahun lalu.

"Saya pernah mengecewakannya sekali dulu. Kami pernah bercerai. Selama dua tahun kami berpisah. Aku merasa berdosa karena aku kehilangan dua tahun itu bersamanya. Aku merasa bersalah karena membiarkannya menderita sendiri saat itu. Aku tidak tahu apa yang dihadapinya dan bagaimana dia menanganinya. Aku masih merasa bersalah dan saat ingin menemaninya saat ini. Aku takut dia juga sedang kesulitan dan membutuhkan aku disana." Tangis Mr. James menggema.

"Lebih baik Bapak minum dulu ya." Entah bagaimana Juno sudah menyodorkan sebotol air dan Mr. James meminumnya dengan tenang.

"Kami akan mengantarkan Bapak pulang. Tunjukkan jalannya pada kami ya." Ajak Basta yang memang sangat membujuk.

Dengan dituntun oleh kedua pria asing itu, Mr. James berjalan ke rumahnya yang hanya berjarak dua blok dari jembatan tersebut. Bahkan Big Ben terlihat semakin besar dari jendela rumahnya saat Basta dan Juno mengintipnya dari dalam rumah. Sebuah rumah lawas yang masih nyaman khas Inggris.

"Bapak tadi mengatakan kehilangan dua tahun kehidupan bersama dengan istri bapak. Tidak ada salahnya bagi bapak untuk mencoba mencari tahu apa yang sudah dia alami dalam dua tahun itu kan? Mungkin membaca diari atau mencari kenangan-kenangan lama istri bapak. Siapa tahu bapak akan menemukan cara untuk merelakan kepergian istri." Ucap Basta saat itu.

Mr. James menurut saja. Bagaimana dia masuk ke dalam kamarnya dan nampak mengambil beberapa buku dari laci di samping ranjang. Setelah membuka kuncinya yang tersembunyi di dalam bantal tidur.

Basta beranjak saja ke dapur, membuka kulkas dan melihat isinya. Memasak fish and chips khas Inggris yang super populer di seluruh penjuru dunia dengan bahan yang ada. Mr. James yang keluar dari kamarnya dengan mententeng sebuah buku tebal tentu saja bingung melihat orang asing sedang berada di dapurnya.

"Saya yakin anda belum makan sejak pagi. Tenang saja, saya akan membuatkan anda makanan." Ucap Basta yang entah bagai hipnotis membuat Mr. James hanya menggangguk saja.

Mr. James duduk dan mulai membalik-baik buku diari sang istri. "Saya sejujurnya selalu penasaran dengan isinya. Tapi dia selalu menyembunyikannya walau saya bisa saja membacanya sembunyi-sembunyi. Tapi saya begitu menghargainya dan tidak ingin merusak kepercayaannya." Ucap Mr. James masih bersedih.

"Mungkin itu hanya cara istri anda agar anda bisa melihat isinya di saat yang tepat." Ucap Juno lagi.

avataravatar
Next chapter