5 Basta dan Juno

"Rindu pada apa?" Bumi? Atau manusia didalamnya?" Tanya Basta.

"Keduanya?" Vaz juga tak yakin.

"Hm, apa kau ingin kita makan dan minum sesuatu?" Tanya Basta pada Vaz.

"Tentu. Aku rasa aku membutuhkannya. Tapi sepertinya kau baru saja menghabiskan sebungkus burger?" Ucap Vaz melihat sisa kantong burger Basta di sampingnya.

"Hahaha, ini masih makanan pembuka." Ucap Basta yang segera merengkuh pundak Vaz untuk mulai berjalan.

"Tidak perlu seperti itu." Vaz berusaha menghindar tapi Basta rupanya tidak mau memperdulikan.

Mereka tiba di depan sebuah restoran makanan China, masih tak jauh dari Menara Kembar. Ujung bangunannya masih nampak kokoh sempurna dari balkon tempat mereka berdua duduk.

"Bagaimana?" Tanya Basta mengenai restorannya tentu saja.

"Tidak masalah. Aku bisa makan apa saja yag meraka hidangkan." Vaz memang selalu begitu. Bukan pengambil keputusan terbesar kecuali mengenai musiknya sendiri.

Basta memesan beberapa dimsum juga bebek dan memesan arak untuk minuman mereka.

"Kau serius? Arak sore hari? Aku tidak mau membopongmu menuju Orion." Tanya Vaz.

"Hahaha. Tenang saja. Aku tidak akan minum banyak." Ucap Basta.

Satu per satu makanan muai dihidangkan. Bahkan Vaz sudah meneguk sarak yang disediakan.

"Kau harus mulai turun lagi di bumi maksudku untuk bermain musik." Ucap Basta awalnya.

"Aku rasa aku masih belum siap untuk itu." Ucap Vaz singkat.

"Butuh berapa lama lagi Vaz? Jangan sampai semuanya terlambat." Ucap Basta sedangkan Vaz memilih tidak menghiraukannya.

Salah satu keistimewaan demigod adalah awet muda. Mereka akan seolah berhenti bertumbuh ketika mereka diterima sebagai Xander.

"Aku cukup bahagia dengan hidupku sekarang. Aku juga bisa tetap membantumu kan sebagai Xander. Membahagiakan manusia dengan caraku sendiri." Ucap Vaz lagi.

"Owh ayolah. Apa yang terjadi itu bukan kesalahanmu. Kau murni tidak sengaja. Jangan teralu berat menghukum dirimu sendiri. Aku yakin beliau juga sudah bahagia di sana." Ucap Basta mencoba meyakinkan.

"Aku takut hal yang sama akan terjadi lagi Basta." Ucap Vaz masih singkat.

"Aku rasa kau salah satu Xander yang memiliki pengendalian diri paling baik antara Xander lainnya. Ya tentu kau bisa membuat kesalahan, tapi bukan berarti kau tidak bisa memperbaikinya kan." Ucap Basta lagi.

"Hahaha. Kau memang sangat pandai memuji Basta." Ucap Vaz tersipu juga.

"Ya kau tahu aku punya alasan untuk menjadi pemimpin diantara kalian." Ucap Basta berniat membanggakan diri.

"Karena kau tua kan?" Tanya Vaz sengaja menggoda.

"Sialan kau! Hahaha." Ucap Basta tapi tertawa juga.

Vaz memang bukan sosok yang banyak bicara dari dulu kecuali dengan orang yang memang dekat dengannya. Dia tipe Xander yang memang lebih banyak beraksi dan bertindak. Nomor dua tertua setelah Basta. Vaz merasa nyaman dengan adanya Basta disampingnya karena pada dasarnya mereka punya pola pikir yang sama walau merefleksikannya secara berbeda. Mungkin itu alasan keduanya menjadi dekat walau berbeda jauh bila dilihat dengan kasat mata.

"Akan kemana kau setelah ini?" Tanya Vaz.

"Aku akan kembali ke Malghavan. Kau?" Basta bertanya balik.

"Aku ingin menemui adikmu, Juno." Ucap Vaz singkat.

"Kau tau dimana dia?" Tanya Basta lagi.

"Tentu, dia di pegunungan Alpen Swiss." Jawab Vaz santai.

"Apa? Bukankah disana sangat dingin juga angin sangat kencang?" Tanya Basta.

"Ya pasti tapi kau juga tahu kan kita ini bukan manusia biasa. Tidak perlu khawatir dengan hal semacam itu." Ucap Vaz lagi.

"Ya tapi kita juga tetap manusia dan kita bisa mati kalau ada hal-hal yang tak diinginkan menimpa kita. Pegunungan bukan tempat yang aman Vaz." Basta khawatir pada sang adik.

"Lalu kenapa kau tidak mengatakan sendiri padanya? Kau tahu kan selama ini Juno butuh dukungan dari kita untuk menemukan kekuatannya sendiri, terutama kau kakak kandungnya. Tapi kau justru terlalu keras padanya." Ucap Vaz menyayangkan, bahkan Juno memang lebih dekat padanya.

"Ya entahlah. Mungkin ini hanya caraku untuk menunjukkan padanya bahwa aku ingin yang terbaik untuknya. Aku ingin dia mengerti bahwa apa yang kita miliki dan apa yang ingin kita raih itu tidak ada yang mudah. Semua butuh kerja keras dan perjuangan. Semua butuh darah, keringat, dan air mata." Ucap Basta lagi.

"Dengan mengacuhkannya dan memarahinya di hadapan kami semua? Dari sisi mana itu akan berhasil?" Tanya Vaz tak yakin.

Ganti Basta yang tak ingin merespon. Dia sebenarnya menyadari bahwa caranya mungkin salah. Tapi semua ini dia lakukan bukan tanpa alasan. Mungkin memang masih ada sedikit ingatan masa lalu yang membuatnya bertingkah seperti ini pada adik kandungnya itu. Tapi dalam lubuk hatinya yang terdalam, tentu dia sangat amat menyayanginya. Bagaimanapun Juno adalah satu-satunya keluarganya kini.

"Wajahmu sudah memerah, lebih baik segera kembali ke Malghavan setelah ini." Ucap Vaz.

"Hahaha. Baiklah. Tolong pastikan Juno baik-baik saja disana." Ucap Basta akhirnya.

Vaz hanya mengangguk saja dan mereka berpisah di restoran China itu. Dia menuju Orion miliknya dan Vaz jalan terhuyung menuju Orionnya sendiri. Vaz hanya masuk saja ke sebuah pintu toilet biasa tapi tentu tak pernah keluar lagi. Tiba di Pegunungan Alpen yang sangat dingin dengan angin kencang.

"Sial aku melupakan jaketku." Untung saja rumah itu sudah nampak di depan mata.

Rumah hangat dengan dominan kayu jati dan bebatuan yang mampu melindungi mereka dari udara dingin. Nampak punggung Juno yang terlihat di dekat jendela bagian belakang rumah sedang melukis tentu saja. Hal yang selalu dikerjakannya belakangan ini. Vaz yang kedinginan segera mencari perapian yang memang menyala dan menghangatkan tubuhnya disana. Pakaiannya juga sedikit banyak karena salju yang mencair.

"Apa kau tidak memiliki tempat persembunyian yang lebih hangat dan nyaman? Hawaii misalnya?" Tanya Vaz menyindir.

"Aku tidak pernah mengundangmu kesini." Ucap Juno cuek.

Entah kenapa Vaz yakin sikap dingin Juno ini selain karena hubungannya yang buruk dengan Basta juga ketidakmampuannya menemukan kekuatan juga karena dia terlalu sering bergaul dengannya. Tapi tentu saja semua itu hanya tampilan luarnya saja karena dia sangat perhatian sebenarnya.

"Ck ck ck. Aku datang karena aku khawatir." Ucap Vaz.

"Kau tidak perlu mengkhawatirkan aku." Juno berjalan ke arah dapur berniat menyiapkan teh hangat untuk Vaz.

"Ah, aku ingin jahe hangat. Terima kasih." Ucap Vaz tak menerima penolakan.

"Cih, jahe? Bukan gayamu." Ucap Juno.

"Aku baru saja selesai minum arak dengan Basta. Aku rasa aku butuh jahe untuk menenangkan diriku sekarang." Jawab Vaz.

Mendengar nama sang kakak disebut, Juno jadi penasaran juga. Tapi karena Vaz tak bercerita lebih lanjut, dia memilih diam saja dan lanjut membuat jahe hangat untuk Vaz.

avataravatar
Next chapter