webnovel

Rainy Night

Kali ini agak meloncat ke masa SMA saya ya, yang menurut banyak orang merupakan masa terindah. Katanya. Hehe..

Sewaktu masih duduk di kelas dua SMA, saya berpacaran dengan gadis lain sekolah yang usianya setahun di bawah saya alias adik kelas. Singkat cerita, suatu malam minggu saya datang ngapel ke rumah doi. Sejak berangkat dari rumah, saya lihat cuaca agak mendung tetapi karena hasrat ingin bertemu tak tertahan maka saya tetap berangkat.

Apesnya, saat sampai rumah doi, tidak berapa lama kemudian hujan turun bagaikan ditumpahkan dari langit. Petir menyambar-nyambar disambut bunyi guruh yang menggelegar. Batal lah rencana kami keluar makan mi pangsit langganan di alun-alun kota, berganti dengan acara mengobrol di kursi teras rumahnya sembari memandangi tetes demi tetes hujan yang membasahi bumi. Sedaapp..

Celakanya lagi, hujan tidak menunjukkan tanda reda sedikit pun sampai jarum pendek di jam tangan saya telah melewati angka sembilan. Pertanda waktu malam mingguan selesai.

Saya pun pamitan ke doi, tetapi dicegah olehnya. "Ntar dulu, masih hujan deres begini," ucapnya.

Tunggu punya tunggu, hingga menjelang pukul sepuluh malam hujan masih belum reda juga.

Tiba-tiba…

Gelap.

Lampu yang menerangi teras mendadak mati. Namun sinar terang dari dalam rumah menyelinap melalui sela-sela pintu depan, pertanda bukan pemadaman listrik oleh PLN. Tidak perlu menjadi seorang jenius untuk mengerti arti dari matinya lampu teras tersebut. Jatah bertamu sudah habis!

Akhirnya, diiringi doi yang khawatir terhadap saya tetapi lebih takut kepada orang tuanya, maka saya pun pamit pulang.

Hebatnya lagi, ternyata saya tidak membawa jas hujan, sehingga mau tidak mau saya mesti berbasah-basahan menembus hujan mengendarai motor BMW (bebek merah warnanya) yang untungnya tidak kambuh batuknya saat kehujanan.

Oh ya, komplek rumah doi dan komplek rumah saya berjarak sekitar lima kilometer jika melalui jalan raya utama. Akan memangkas jarak lebih dekat sekitar separuhnya jika melalui jalan tembus atau alternatif. Karena sekujur tubuh telah basah kuyup dan menggigil kedinginan, saya putuskan untuk menyingkat waktu melalui jalan tembus tersebut.

Di masa itu, kondisi jalan tembus itu masih gelap tanpa penerangan jalan karena berada di antara persawahan. Rumah penduduk pun hanya ada di pangkal dan ujung jalan yang panjangnya sekitar satu kilometer. Dapat dibayangkan dalam kondisi hujan deras dan jalan yang gelap, sepi pula, saya melaju menembus hujan tanpa ada satu pun kendaraan lain yang lewat.

Jujur saja, sebelum melewati jalan itu hati saya sempat gentar juga. Bukan apa-apa, takut BMW saya mogok kemasukan air hujan. Seram kan sendirian menuntun motor di tengah hujan deras melewati jalan yang gelap gulita.

Nah..

Saat di tengah jalan itu,

Bruukk..!

Tiba-tiba motor saya terhentak seolah ada beban yang tiba-tiba mendarat di jok belakang motor.

Waduh... Benak saya mulai berpikir hal yang menyeramkan tetapi saya mencoba mengalihkan pikiran itu. Mungkin saja motor kemasukan air sehingga membuat mesin "mberebet" atau batuk sesaat.

Saya pun melaju terus menembus hujan. Dan keanehan berlanjut. Laju motor yang saya kendarai kini terasa berat sekali, biarpun gas sudah ditarik sampai mesin meraung. Rasanya seperti ada seseorang yang membonceng dengan berat tubuh di atas rata-rata.

Sekujur tubuh saya pun merinding, antara kedinginan dan ketakutan bercampur aduk jadi satu. Dengan takut-takut saya beranikan diri menoleh ke belakang, ke arah boncengan. Tetapi tidak ada siapa pun atau apa pun di situ.

Namun kemudian dari perasaan yang menjalar di punggung dan belakang telinga saya, memberitahu dengan cukup jelas bahwa ada "seseorang" yang ikut membonceng di belakang.

Berwarna putih, berambut panjang.

Apes sekali malam itu rasanya. Sudah diusir pulang oleh camer, badan basah kuyup kehujanan, dan di tengah jalan ketiban sial ditumpangin "seseorang" lagi...

Akhirnya, saya menambah gas motor saya sambil berkata, "Maaf, Mbak, saya mau pulang, kalau kamu mau ikut silahkan nggak papa…tapi tolong jangan ganggu yaa..."

Dan tepat menjelang ujung jalan sepi itu,

Wuusss….

Tiba-tiba motor saya langsung terasa ringan sekali. Dalam sekejap beban di belakang tubuh saya menghilang. Saya memutar kepala sekali lagi. Hanya terlihat jalan gelap dan riuh hujan yang ada di sana. Fiuuhh…

Lega sekali rasanya ketika memasuki gerbang komplek perumahan tempat saya tinggal. Belakangan saya berpikir, mungkinkah "dia" bersimpati dan mau "puk-puk" saya yang baru diusir dari rumah pacar?

Kalau benar, terima kasih ya, Mbak…

Next chapter