webnovel

Bab 2: Malaikat Kecil Mama

Panti asuhan KASIH BUNDA.

Panti asuhan ini masih berada satu komplek dari komplek rumah sewa. Tempat tinggal ku.

Kondisi panti ini tidak terlalu buruk ataupun kumuh.

Malah terbilang bagus. Tempatnya luas. Fasilitas dalam panti ini juga bisa dibilang lengkap.

Panti ini pun sudah memiliki mushola, perpustakaan pribadi, tempat bermain untuk anak anak dari segala usia, serta sekolah untuk memberikan pendidikan sejak dini pada anak anak disini yang bisa dibilang sudah mewadahi.

Panti ini juga kadang menerima jasa penitipan anak full day.

Memasuki panti kami di sambut oleh hamparan rumput hijau dan taman bunga yang cantik.

Ketika itu terlihat salah seorang wanita paruh baya pengurus panti yang datang menghampiri kami. Beliau memakai gamis hitam polos dengan hijab syar'i merah tua.

"Pak lurah, Nak Alisya, Nak Edo" Sapa pengurus panti tersebut sembari menyalak kami sebagai tanda penyambutan.

"Ada apa ya...? Tumben rame rame kesini...? " " Dan ini... Anak siapa ini...? "

Lanjutnya.

"Nanti kami ceritakan bu" Jawab pak lurah.

"Ohh baik. Mari kita kekantor saya... " Ajak pengurus panti itu kepada kami.

Kami pun mengikutinya sampai kedalam kantornya.

"Jadi begitu ceritanya buk. Nak Alisya ini yang menemukan bayi ini di pangkalan ojek depan. Saya fikir lebih baik membawa bayi ini ke panti saja, supaya bisa mendapat kehidupan yang lebih layak. " Pak lurah menjelaskan kejadian ini sesuai dengan yang aku ceritakan padanya.

"Jadi saya harap buk Nur bisa menerima dan merawat bayi ini" Lanjut nya pada pengurus panti tersebut yang bernama Nur khasanah.

Beliau seorang wanita yang aktif, beliaulah orang yang mendirikan panti ini dari awal sampai bisa menjadi seperti seperti ini.

"Sungguh tega orang tua yang menelantarkan bayi ini. Lihatlah wajahnya yang polos ini. Kenapa ada orang yang tidak menginginkan bayi ini"

Ucap buk Nur mengambil bayi itu dari pelukanku.

Owaaaaa... Owaaa....

Suara tangis bayi tersebut pecah ketika berada dalam gendongan buk Nur sang pengurus panti.

"Masya Allah sayang... Jangan nangis... Cup cup cup... "

"Buk, sini biar saya yang gendong". Kataku menawarkan diri.

" Ini silahkan"

Ajaibnya bayi tersebut langsung diam ketika ada di pelukanku...

Aku pun bingung dan gemas dibuatnya.

"Ternyata bayi itu telah nyaman ada di gendongan mu nak" Kata pak lurah..

"Bener kata pak lurah nak Lisya." Ucap buk Nur yang membenarkan ucapan pak lurah.

Sedangkan aku yang mereka bicarakan, hanya diam sambil tersipu malu. Rasanya pipiku sudah panas karena malu atau apalah.

Hahaha..... Bang Edo pun juga diam diam tersenyum. Entah apa makna dari senyumannya itu.

"Nak Lisya sepertinya bayi ini sudah terikat denganmu. Bagaimana kalau kamu saja yang merawat, saya rasa kamu juga sudah cocok" Kata buk Nur, yang tentu saja kalimatnya itu membuatku langsung mendongak melihat mereka secara bergantian.

"Bener tuh Sya kata buk Nur. Kamu dah cocok. Hahaha" Ucap bang Edo menimpali.

Sedang pak lurah hanya ikut tersenyum.

"Kalian ini kenapa sih... Aku bahkan belum menikah. Mana bisa aku mengurus seorang anak. Dan juga aku masih harus mengurus wisuda ku, dan masih harus kerja....."

"Astagfirullah kerja!!!!!" Lanjut ku setelah beberapa saat..

"Aku harus kerja, Aduuuhhh..... ini udah telat banget." Ucapku dengan gelisah karena aku sudah telat hampir 2 jam.

"Coba telfon teman atau bos kamu bilang hari ini kamu izin dulu ga masuk kerja. Lagi pula urusan dengan bayi ini belum selesai. Ga mungkin kan kamu tinggalin gitu aja...?" Ucap bang Edo memberiku nasehat.

Langsung saja aku memberikan bayi dalam gendongan ku ke pada buk Nur supaya aku dapat menelfon dengan tenang.

Bukan berarti bayi itu merepotkan loh yaaa. Tapi karena aku tidak mau mengganggu tidurnya.

"Nitip dulu buk, mau nelfon sebentar"

***

"Hallo, mira..!"

"Alisya, lo dimana sih...kok belum datang. Udah dicariin bos tuh". Suara mira diseberang sana.

Dia adalah teman kuliahku, namun beda fakultas. Dia satu satunya temanan yang selalu ada di sisiku.

" Maaf banget, baru sempet ngabari. Tolong sampein ke bos Rico aku izin hari ini. Ada sesuatu yang harus aku urus".

"Penting banget ya... Emang ada apa sih...?? "

"Ceritanya panjang. Besok aku ceritain. Sekarang tolong aku ya.. Aku izin. Ya?".

" Ok ok aku akan bilang sama bos. Kamu hati hati ya."

"Makasih ya Mir"

"Iyaa.. Yaudah, gua mau lanjut kerja lagi nih. Kafe lumayan rame".

"Ohh yaudah. Sekali lagi makasih ya. Assalamu'alaikum"

"Wa'alaikumussalam" Ucapnya. Disusul suara telepon yang ditutup.

***

Aku kembali kedalam kantor buk Nur. Untuk menyelesaikan urusan tentang bayi yang 2 jam lalu aku temukan di pangkalan ojek depan.

"Jadi gimana nak, kamu mau mengadopsi anak ini?" Tanya buk Nur kembali ke topik yang tadi sempat terbengkalai sebab aku sedang menelpon.

"Jujur sejak pertama kali aku melihat bayi ini aku sudah jatuh cinta padanya. Tapi kalau untuk mengadopsinya saat ini sepertinya aku belum bisa buk. Ibuk tau kan..?"

"Tidak sekarang. Tidak masalah. Sebab dari apa yang ibuk lihat, bayi ini sungguh dekat denganmu. Bayi ini sudah menemukan kenyamanannya padamu. Jadi kasihan kalau sampai dia tidak ada didekat mu pasti akan rewel" Ucapan buk Nur dengan segala argumennya.

"Bayi ini akan tinggal di panti ketika nak Lisya sedang kerja atau ada urusan. Ibu hanya tidak ingin dia jauh dari rasa amannya dekat dengan nak Lisya".

"Boleh juga tuh usul buk Nur Sya. Bayi ini sekarang adalah putramu, tapi kamu bisa menitipkan bayi ini disini sampai kamu siap bawa dia tinggal sama kamu. Lagi pula kan kamu juga udah biasa keliaran di panti ini, pastinya ga terlalu repot juga kan...?" Ucap bang Edo meyakinkan ku untuk mengadopsi bayi ini.

"Hufft, bismilah. Baiklah aku akan merawat bayi ini seperti anak ku sendiri... Tapii... "

"Bayi ini akan tetap di panti. Kami akan membantu merawatnya dengan baik nak" Ucapan buk Nur yang sepertinya tau akan kekhawatiran ku.

"Baiklah" Jawabku. Semua yang ada di ruangan tersebut tersenyum bahagia mendengar keputusan ku.

"Jadi Sya, kamu namai siapa anak ini...? " Tanya bang Edo.

" Siapa namanya nak" Pak lurah pun memberikan argumennya.

Buk Nur hanya memandangku dengan tatapan ingin tahu.

Next chapter