1 Kecelakaan

Hujan, turun rintik-rintik. Suaranya terdengar berbisik di atas bis yang melaju sedang. Embun putih menggelapkan pandangan supir yang sedang menyetir. Wiper bergerak membersihkan kaca, sedikit menghilang lalu embun datang kembali akibat air turun membasahi kaca. Bis berkelok ke kanan ke kiri menelurusi jalan kecil menuju pekemahan Cornwall di Inggris.

Para siswa di tempat duduk paling belakang, sedang asik bernyanyi lagu riang diiringi suara petikan gitar yang mengalun lembut, nada-nada berbunyi indah walau kadang terdengar sumbang. Tetapi semua siswa yang duduk di belakang menikmati apa yang terdengar oleh telinga mereka, asik bernyanyi mengikuti alunan nada dari suara petikan senar gitar. 

Tidak dengan siswi perempuan yang duduk di depan. Mereka merasa terganggu oleh suara-suara nyanyian siswa laki-laki yang sumbang. Sangat tidak enak didengar oleh telinga mereka. Dan sebagian mengabaikan seperti gadis cupu berkacamata dengan rambut coklat yang di kuncir dua. Gadis itu bernama Alicia, gadis yang selalu menyendiri dan tidak peduli hal apapun yang dilakukan teman-temannya.

Ia duduk paling depan dan di pojok dekat jendela. Matanya tak lepas memandang luar jendela. Ia lebih suka melihat butiran-butiran air yang menetes di kaca jendela dari pada harus mendengarkan suara-sumbang teman-teman laki-laki di belakang bis. Ia begitu menikmati suara rintikan air yang mengenai kaca jendela bis.

Lalu, tanpa sengaja ia melihat sosok bersayap putih melintas di luar jendela. Alicia terkesiap, saat matanya mendapati mahluk bersayap itu di hadapannya, walau hanya terhalang kaca 10 centi meter. "Tadi itu apa?" Alicia mengucek matanya, lalu membuka mata dan melihat sekali lagi kearah luar jendela. Namun sosok itu tidak terlihat lagi oleh matanya. "Di mana mahluk itu?" Alicia mencarinya, ia melihat ke belakang lalu ke depan. Mahluk putih bersayap itu benar-benar sudah tak terlihat di depan matanya.

"Apa itu cuma imajinasiku?" pikirnya. Lalu menghela napasnya. Ia pun kembali menatap jendela. Jari jemarinya iseng membuat gambar di kaca yang tertutup embun. Ia membuat gambar hati di kaca bis itu. Dan,

"Aaargh!" Teriak Alicia kaget. Membuat beberapa temannya menoleh kearahnya termasuk gurunya sendiri.

"Ada apa Alicia? Kenapa kau berteriak?" Tanya seorang wanita muda, namun terlihat sangat judes dan galak. Dia adalah guru pembimbing selama murid-murid berada di perkemahan Cornwall.

"Aah, tidak ada apa-apa, bu! Maaf, telah mengganggu kesenangan dan istirahat kalian," kata Alicia membungkukkan tubuhnya dan berkali-kali meminta maaf. Ia kemudian duduk kembali sambil menahan malu, tetapi ia masih penasaran apa yang barusan ia lihat. Mahluk yang menampakan diri di kaca jendela tadi bukan seperti sosok yang pertama ia lihat.

"Apa benar tadi yang aku lihat adalah malaikat?" pikir Alicia. Ia menatap takut sekaligus ingin kearah luar jendela. Tak ada apapun di sana hanya rintikan air hujan yang membias di kaca jendela, dan embun yang menguap menutupi di jendela tempat ia duduk. "Benar, tidak ada apapun juga di luar jendela. Ini pasti hanya halusinasiku saja." Alicia tersenyum kecut. Ia tidak habis pikir dirinya begitu mempercayai apa yang dilihat oleh mata minusnya itu.

"Sial, ini benar-benar hari tersialku. Kedua orang tuaku memaksa aku untuk ikut acara kemah di perkemahan Cornwall yang tidak pernah aku inginkan!" Katanya sedikit kesal. Ia teringat dua jam lalu sebelum dirinya berangkat ke perkemahan yang sangat ia benci itu.

Ya, gadis tunggal dari keluarga kaya ini sangat tidak suka perkemahan. Apalagi ia harus bersosialisasi oleh orang-orang yang ia tidak kenal. Sebab, Alicia adalah gadis introvert yang lebih suka menyendiri sambil menggoreskan pensil untuk membuat sketsa daripada harus bergabung dengan perkemahan terbesar di Negara ini. Kedua orang tuanya memaksa ikut agar Alicia bersosialisasi dengan anak-anak lainnya, kedua orang tuanya juga menginginkan agar ia bisa bergaul dengan anak-anak lain dan tidak lagi berdiam diri di kamar dengan kertas dan pinsil-pinsil.

Kedua orang tuanya tidak ingin Alicia menjadi kurang pergaulan dan perkembangan fisiknya yang terus menerus membuatnya minder walau sebenarnya Alicia itu sangat cantik bila tak berkacamata atau sekedar bersolek sedikit. Namun, ia tetap tidak menyukai yang berhubungan dengan make up dan kegiatan sosial yang berhubungan dengan banyak orang.

Hingga akhirnya, ia tetap mengalah walau sempat berdebat semalaman suntuk dengan ayahnya. Alicia mendengus, ia sangat kesal bila mengingat kata-kata kedua orang tuanya yang terkesan memaksakan dirinya. "Ini sangat menyebalkan!" Gumam Alicia mengeluh. Ia kembali melihat kearah luar jendela bis. Rintik air hujan semakin membesar. Udara dingin membuat ia melekatkan lebih dalam lagi jaketnya.

Lalu, sekali lagi ia melihat sosok yang ia lihat beberapa menit yang lalu. Sosok bersayap dengan cahaya putih menyilaukan mata. Mata Alicia terbelalak, ia masih tidak percaya apa yang ia lihat saat ini. Ia mengucek matanya dan mencoba membuka matanya lebar-lebar. "I-ini ... benar-benar malaikat?" Sebut Alicia pelan. Bukan hanya satu, namun ada puluhan malaikat yang terbang begitu dekat dengan bis yang ia tumpangi. "Ti-dak mungkin?" Tanya Alicia kebingungan.

Ia menoleh keseluruh peserta perkemahan dan juga guru pembimbing, tidak ada satupun yang menyadari adanya malaikat di dekat bis yang ia dan lainnya tumpangi. Alicia duduk kembali di kursinya, ia benar-benar bingung, gugup dan juga takut. Sebab, hanya ia yang bisa melihat mahluk-mahluk suci bersayap. Semua peserta tertidur setelah kelelahan bernyanyi, hanya supir saja yang serius mengendarai bisnya.

Jantung Alicia berdegub begitu kencang, ia tidak mengira hanya dirinya yang dapat melihat mahluk indah dan bersayap.

"Bagaimana bisa? Bagaimana bisa Malaikat-malaikat itu terbang begitu rendah? Dan kenapa aku bisa melihat sosok mahluk bersayap itu?" Pikir Alicia gemetaran. Ia tidak menyangka ia akan melihat sosok itu dengan mata kepalanya sendiri.

"PAK SUPIR, AWAS TRUK, PAK!" Jerit Bu Tiana pada supir. Laju bis menjadi oleng, berkelok-kelok tak stabil. Alicia berdiri, melihat apa yang terjadi. Peserta lainnya yang semula tertidur menjadi terbangun. Suasana di bis menjadi riuh. Pak supir tidak dapat mengendalikan bis dengan benar, jalanan terlalu licin untuk di taklukan. Di tambah air hujan membuat jalanan kian bertambah licin.

"SEMUA BERPEGANGAN!" Teriak pak supir. Lalu bis pun masuk ke jurang, bebarengan dengan suara teriakan para peserta, bis pun ...

Debuaaar.

Meledak. Api berkobar sangat besar. Asap menjunjung tinggi ke langit. Tidak ada satupun yang selamat dari ledakan dahsyat itu.

****

Bersambung..

avataravatar
Next chapter