2 So, make me yours

Sebuah gantungan kunci berbentuk motor vespa warna biru menjadi obyek perhatiannya. Wanita itu tersenyum sejenak, mengingat betapa bucinnya ia dulu semasa SMA.

Suara bel pintu mengalihkan atensi wanita bersurai hitam bergelombang itu. Ia bergegas turun ke bawah membukakan pintu rumah. Siapa yang berani bertamu ke rumahnya di hari libur ini?

"'Morning, sweetie." Seulas senyum terbit di bibir pria bertubuh atletis. Disodorkannya bucket bunga ke seseorang yang dipanggilnya sweetie itu.

"Morning too. Thanks." Ucap si wanita lantas mendapat kecupan di pipi kanan dan kirinya setelah ia menerima bucket bunga tadi.

Sejujurnya ia risih mendapat kecupan tiap kali mereka bertemu. Pasalnya, pria tampan di hadapannya ini bukan kekasihnya. Hanya rekan kerja sekaligus sahabat. Tidak lebih. Dan perlu diketahui, tiap akhir pekan pula pria itu memberinya bunga tanpa henti. Atau kadang seminggu bisa dua kali, tergantung ia memiliki jadwal pemotretan atau tidak.

Iya benar. Dia adalah seorang model. Model profesional yang namanya telah melejit di seantero Yogyakarta.

Ines Bethari Alvenanda. Atau biasa dikenal dengan nama panggung, Ines Alve.

"Saga, berapa kali aku bilang? Kamu nggak perlu bertingkah berlebihan seperti ini."

Pria itu terkekeh lantas mendudukkan pantatnya ke sofa. "Bertingkah berlebihan gimana, hm?"

"Ya nggak perlu kirim bucket bunga tiap minggu, cipika cipiki tiap ketemu." Ujar Ines, suaranya sedikit meninggi. "We're just work partners and nothing more than a friend."

Pria itu terkekeh lagi, bahkan ketika Ines meninggalkannya menuju pantry. "Aku tau. Kamu sudah mengatakannya berkali-kali. Tapi mau bagaimana? Sekeras apapun kamu menolak, perasaanku kian bertambah tiap harinya."

Wanita bodygoals itu menghampiri Saga sambil membawa jus dari arah pantry. "Aku nggak pernah nolak. Hanya belum ingin."

"Jawabanmu selalu itu-itu saja, Nes. Nggak mau ganti yang lain? Bersedia menjadi kekasihku, misalnya." Goda pria bernama lengkap Arsaga Frezy itu.

Alih-alih menanggapi ucapan Saga, wanita itu malah menangkup wajah tampan Saga dengan telapak tangannya.

"Bangun dari mimpi, Ga. Ini sudah siang."

Jawaban yang sangat menohok sekali, bukan?

Hal demikian tak sekali dua kali ia dapatkan. Sejak setahun yang lalu, di mana pria itu mengutarakan perasaannya pertama kali, jawaban serupa juga ia terima dari mulut wanita yang sama. Yang sialnya hingga kini masih ia cintai juga.

"Jadi apa yang membawamu kemari? Jangan bilang kalo kamu kangen aku!" Ultimatum Ines setelah menyeruput orange juice miliknya.

"Aku memang kangen kamu. Rasanya aku hampir mati kalo sehari nggak ketemu kamu."

Hhh sialan. Pria dan lidah licinnya memang tak bisa dipisahkan.

"Demi Tuhan! Semalam kita baru ketemu, Ga. Masa---"

"Sssttt." Ujung jari telunjuk Saga menempel di bibir ranum Ines. Ia tak ingin mendengar ocehan Ines lebih lama lagi. Rasanya ia ingin membungkam bibir merah muda itu dengan mulutnya. Bukan dengan jari sialan ini.

Sayangnya Saga tak bisa melakukannya. Ines akan murka 7 hari 7 malam jika sampai pria itu berani menciumnya. Sekedar informasi, model cantik itu bahkan belum pernah berpacaran, apalagi ciuman.

Mustahil bila kalian berpikir tak ada yang mau. Bahkan beberapa waktu lalu, seorang pengusaha asal Surabaya pun rela datang kemari hanya untuk menyatakan cintanya pada Ines. Tentunya dengan iming-iming harta yang menggiurkan. Tapi siapa sangka pernyataan cinta itu tak berbuah manis. Hati Ines susah ditaklukkan pria manapun. Atau mungkin belum pernah ada yang menaklukkan. Saga yakin itu.

"Kamu lupa?" Tanya Saga kemudian, setelah menurunkan jarinya.

Ines mengerutkan kedua alisnya. "Apa?"

"Kamu kemarin mengiyakan ajakanku untuk menemani cari baju hari ini. Jangan bilang kamu berubah pikiran, Nes. Kemarin aku sudah membantumu untuk bilang ke agensi bahwa kamu minta libur selama 3 hari. Dan kamu janji akan menuruti kemauanku." Jelasnya panjang membuat Ines tak bisa lagi berkutik.

"Astaga." Wanita itu menghempaskan punggungnya ke sandaran sofa. "Please, aku lupa. Tapi Ga, aku benar-benar capek dan hari ini nggak berniat pergi kemana-mana."

"Nggak. Kamu udah janji sama aku. Kalo kamu capek nanti aku gendong." Kalimat itu merupakan tolakan sekaligus godaan. Saga akan tetap keukeuh mengajak Ines menemaninya sekalipun wanita itu menampilkan puppy eyesnya seperti sekarang.

Shit! Makin cantik saja dia.

Ines memasang wajah cemberut seketika. Saga adalah sosok pria paling keras kepala yang pernah ia temui.

"Yaudah aku mandi." Wanita itu berlalu meninggalkan Saga di ruang tamu.

"C'mon, wajahnya nggak usah ditekuk gitu juga dong. Hei!" Teriaknya, namun tetap tak digubris oleh Ines yang menaiki tangga menuju lantai 2.

****

Pria bertubuh tegap bak putra kerajaan itu tengah mengunyah snack yang tersedia di atas meja. Matanya tak lepas dari siaran televisi yang mempertontonkan pertandingan ulang basket dari chanel luar negeri. Tak hanya jago di bidang berpose, pria tampan ini juga dulunya salah seorang atlet basket. Tak heran bila tiap kali ada siaran TV atau pertandingan secara langsung, ia akan mengupayakan diri agar bisa menonton acara tersebut.

Suara kemerasak dari arah sudut ruang tamu membuatnya menoleh. Ditatapnya tubuh molek yang tengah membuka box sepatu koleksinya itu.

Dan betapa terperangahnya Saga. Matanya tak berkedip sekian detik, bahkan rasanya untuk bernapas pun ia lupa. Seakan makhluk di hadapannya ini adalah bidadari yang akan hilang bila ia menutup mata sedetik saja.

Ines Alve. Tiga tahun bersama, dan dibuat jatuh cinta setiap harinya.

"Seperti biasa."

Merasa tak mengerti maksud pria yang sibuk menatapnya sedari tadi, ia menolehkan kepalanya. "Maksudnya?"

"Selalu cantik bak bidadari surga."

Ines tersenyum seraya menggelengkan kepalanya. Saga memang selalu punya cara untuk membuatnya tersenyum. Namun entah kenapa selalu gagal membuatnya jatuh hati.

"Tapi sayang." Imbuh Saga lagi.

"Kenapa?"

"Sayang bukan milikku."

Ines tertegun mendengarnya. Baru kali ini kalimat itu keluar dari mulut Saga. Sekelebat ide muncul, kemudian wanita itu tersenyum smirk. Dihampirinya pria itu. Ines mendekatkan dirinya tepat di sebelah Saga, sarat akan menggoda.

Saga menelan ludahnya. Ah sial! Tenggorokannya tiba-tiba kering.

"So, make me yours."

Hati Saga bergemuruh bak ditimpa durian runtuh dari atas sana. Apa ini? Kenapa tiba-tiba Ines menjadi agresif seperti sekarang? Demi apapun, pria itu tak siap dengan segala perlakuan Ines.

Ines memegang rahang kokohnya seraya berucap 'So, make me yours'?

Sungguh? Ia yakin ia tak tuli. Apakah- apakah ini sebuah lampu hijau baginya? Ines membuka hati untuknya? Oh- sialan! Katakan pada semesta, perutnya seakan banyak kupu-kupu beterbangan bak ABG kasmaran. Hei! Usinya sudah 23 tahun. Tak pantas disebut ABG lagi.

Bila ini halu, tolong sadarkan.

Bila ini mimpi, tolong bangunkan.

Bila ini nyata, tolong biarkan.

Satu tepukan pelan mengenai pipinya. Membuat Saga tersadar akan pikirannya yang berantakan gara-gara ulah wanita itu.

Baru saja hendak bangun dari dudukan, tangan Ines ditarik kencang oleh Saga hingga kini tubuhnya terjerembab ke pelukan pria itu. Jangan lupakan kedua wajah anak manusia itu yang hanya berjarak 5 senti. Bahkan hidung mereka nyaris bersentuhan.

"Apa maksudnya itu? Kamu membuka hati untukku, Nes? Kamu memberiku lampu hijau?"

Ines menarik wajahnya sendiri, lantas menangkup wajah Saga dengan telapak tangannya hingga tertutup sepenuhnya.

"Apasih?! Orang aku bercanda kok. Serius banget kamu dih." Wanita itu pun berdiri lalu meninggalkan Saga dengan wajah cengonya.

Hahaha sialan! Bunuh saja Saga sekarang.

****

Geer bgt Mas Saga yaelah wkwk

To Be Continue💙

avataravatar
Next chapter