1 Nasib sial

Aku tidak percaya akan takdir

Mereka bilang takdir akan membawa kita pada kebahagiaan.

Benarkah? Tapi aku tidak juga bahagia sampai pada detik ini.

Aku bahagia jika aku memiliki uang dan tentu saja aku harus bekerja dengan sangat keras agar memiliki uang.

Mereka bilang uang bukan segalanya tapi ayolah jika tidak memiliki uang aku akan lapar dan jika aku lapar semua hal adalah buruk.

Mereka bilang itu materialistris tapi bagiku itu adalah realistis.

Hidup tidak seperti dalam novel yang selalu manis dan bahagia, tapi hidup adalah seperti ini, yang kadang penuh kesialan seperti apa yang aku alami saat ini.

.....

"Menikahlah denganku.." Pria tinggi itu berlutut tanpa menghiraukan lantai yang basah karena tumpahan minuman yang baru saja terjatuh.

Bayak mata yang menatap bingung tidak percaya akan apa yang mereka lihat, seorang pria tampan dengan tubuh atletis sedang berlutut dihadapan seorang pelayan wanita yang tidak begitu cantik yang kini menatap bingung pria yang tiba-tiba saja melamarnya.

.....

Semua bermula dipagi ini, pagi hari di kota Jakarta seperti biasa macet telah terlihat dari kejauhan di jalan raya.

Dengan gesit, seorang gadis dengan rambut berantakan dan baju yang lusuh mengayuhkan sepedanya melewati trotoar menusuri jalan menuju pasar tradisional tempatnya menjajakan kue buatannya.

Matahari belum menyingsing tapi semangat gadis itu tidak terhalang embun pagi yang masih berbekas pada dedaunan.

Gadis itu bernama Maya, seorang anak yatim piyatu yang tinggal bersama dengan adik laki-lakinya dan bibi angkatnya.

" Rumahnya besar sekali... " Ini bukan pertama kali baginya melihat sebuah rumah mewah dengan halaman luas yang terlihat seperti istana baginya tapi tidak pernah sekalipun ia merasa tidak takjub.

Maya tidak pernah bosan meski harus menyelinap masuk ke dalam perumahan mewah yang hanya dihuni oleh manusia-manusia yang memiliki uang tidak berseri dan tentu saja ia akan mendapatkan masalah jika tertangkap. Tapi Maya sudah biasa menyelinap hingga kini sudah tidak gentar lagi karena sekarang bahkan ia memiliki pelanggan tetap yang siap membelanya jika ia tertangkap menyelinap. Pria itu sekarang berada dihadapannya.

" Ambil saja kembaliannya... " Ucap pria tampan berkaca mata itu setelah menerima kue-kuenya dan masuk kedalam rumahnya dengan cepat.

" Tampan dan baik seperti biasa. " Gumam Maya itu tersipu saat pria berkaca mata itu tersenyum sebelum akhirnya menutup gerbangnya rapat.

" Wanita yang kelak dinikahinya pasti akan sangat bahagia. " Ucap Maya tersenyum sebelum akhirnya mengayuhkan pedal sepedanya dan bergegas keluar dari dalam perumahan mewah itu.

Matanya tidak berhenti takjub saat melihat barisan rumah megah terjajar rapih dengan gaya berbeda seperti sebuah istana, hingga akhirnya ia sampai pada rumah idamannya.

Rumah megah bergaya klasik seperti negri dongeng.

" Aku akan memiliki rumah seperti ini kelak. " Gumam Maya bertekad setelah berhenti sejenak menatap keindahan bangunan rumah mewah itu yang membuat darah kemiskinannya berteriak senang sekaligus merasa iri.

Maya kemudian mengayuh kembali sepedanya dan melanjutkan perjalanannya.

Maya sama sekali tidak dapat memalingkan wajahnya hingga ia tanpa sadar menabrak mobil mewah yang baru saja keluar dari dalam rumah itu.

" Kue-kue ku... " Maya memekik saat melihat semua kue-kuenya berserakan diaspal. Ia tidak memperdulikan lututnya yang berdarah karena kuenya kini sudah rusak dan tidak dapat dijual lagi.

Ia hampir menangis saat melihat mobil mewah itu hanya berhenti sejenak dan kemudian melaju kembali seakan tidak terjadi apa-apa.

" Hei.. orang kaya, kamu harus bertanggung jawab. " Pekiknya, Maya segera beranjak bangun dan mengayuh sepedanya dengan cepat agar dapat menyusul laju mobil yang tadi ditabrak olehnya.

Ya, Maya memang terjatuh karena kesalahannya sendiri tapi tetap saja mobil itu yang salah baginya karena mobil jauh lebih besar dari pada sepeda.

" Berhenti... " Maya berteriak lagi, tapi pengendara mobil itu tidak merespon hingga akhirnya Maya kehilangan kesabarannya sebelum mobil itu melaju lebih jauh lagi, ia segera mengambil batu besar yang berada disisi jalan dan melemparnya sekuat tenaga hingga akhirnya membuat lampu belakang mobil mewah itu pecah dan berakhir dengan terhentinya mobil itu.

" Astaga... " Maya membalikkan badannya, ia tidak menyangka jika lemparan batunya akan menyebabkan lampu belakang mobil itu pecah.

Dengan hati-hati Maya kemudian memutar sepedanya dan mengayuhnya dengan cepat meninggalkan tempat itu.

" Lampu belakangnya pecah tuan. " Lapor sang supir setelah mengecek sumber suara benturan batu yang sebelumnya tidak disadarinya.

Sopir itu tidak menyadari jika mobilnya tadi tertabrak oleh gadis yang melempar batu ke mobil mereka.

" Cek kamera belakang. Aku ingin pelakunya ditemukan. " Perintah pria itu dengan wajah yang nyaris tidak bergeming hanya menatap kosong kedepan dengan kehampaan.

" Baik tuan... "

***

" Maya... Sudah miskin mengapa harus bodoh juga. Bagaimana jika orang kaya itu tidak terima dan menuntut ganti rugi? Untung saja kamu berhasil kabur. "

Maya menatap takut saat bibinya, Mina memarahinya setelah menceritakan perbuatan bodohnya, kini ia harus merugi dan merelakan kue-kue buatannya dan bibinya terbuang begitu saja.

Mina, bibi yang berbadan tambun itu memang sedikit galak dan juga cerewet tapi meskipun begitu Mina dan Maya tetap saling menyayangi. Maya dan Mina memang tidak sedarah, tapi Mina merawat Maya serta adiknya Arya sejak mereka masih kecil, saat itu Mina adalah kepala pelayan di rumah orangtua Maya dan Arya, tapi karena kedua orangtua Maya meninggal karena sebuah kecelakaan dan mereka kehilangan segalanya dan Mina merawat mereka sejak saat itu.

" Maafkan aku bibi, aku hanya ingin mereka mengganti rugi tapi... " Maya tidak sanggup melanjutkan kalimatnya saat ia merasa takut saat ini karena orang kaya bisa melakukan apapun pada gadis miskin sepertinya belum lagi ia merasa sangat bersalah karena kerugian yang dibuatnya tadi pagi.

" Aku akan mengganti uang modal untuk berjualan besok, jangan tunggu aku malam ini, aku pasti pulang dan jangan menceritakan semua ini pada Arya dia harus fokus belajar karena ujian akan segera tiba. " 

Mina hanya dapat menghela nafas menghadapi sikap Maya yang memilih kabur darinya.

Maya memang sudah sangat berubah terlebih melihat penampilannya dengan kulit menggelap karena sering berjemur ditengah terik sinar matahari tapi mata bulat dan juga bulu mata yang lentik, dimata Mina walaupun Maya tidak terlihat cantik menarik tapi Maya tetaplah gadis tangguh dan semua itu lebih dari hanya sekedar cantik penampilan.

" Kamu mau kemana? " Tanya Mina memekik saat Maya dengan cepat beranjak pergi ketika dia tengah sibuk meletakan sisa adonan di dapur.

Mina mengejar keponakannya itu tapi Maya telah cukup jauh mengayuh sepedanya.

" Anak nakal... " Gumam Mina kesal karena Maya selalu saja pergi tanpa meskipun ijinnya sekalipun.

" Jangan pulang terlalu malam! " Teriak Mina, Maya tidak menjawab dan hanya melambaikan tangannya.

***

Garis hidung itu terlihat tegas dengan bibir yang tidak terlalu tebal namun berisi, alisnya tebal dan rambutnya berwarna hitam legam, matanya tajam seperti membentuk kepala elang dengan bulu mata yang lebat dan teduh, dia terlihat seperti pahatan sempurna bila dilihat dari samping ataupun depan, wajahnya diberkahi oleh ketampanan di sertai bentuk tubuh yang kekar dibalik setelan jas abu-abu buatan desainer kelas dunia.

Tapi sayangnya ketampanannya tidak disertai oleh senyuman diwajahnya yang tidak pernah terlihat sejak kematian ibunya. Pria tampan yang dingin, dia adalah Marven Cakra Rahardi, pria berusia dua puluh lima tahun yang sudah menjadi direktur muda di kerajaan perusahaan milik keluarganya yaitu Grup Cakra, perusahan yang mencangkup segala bidang khususnya pertambangan dan membuatnya masuk dalam jajaran orang paling kaya di Indonesia meskipun dalam usia yang masih sangat muda.

Pria itu menatap kelayar tablet miliknya saat memutar kembali kamera belakang mobilnya dan menemukan seorang gadis yang telah memecahkan kaca mobilnya. 

" Temukan wanita itu dan buat dia bertanggung jawab. " Ucap Marve setelah mengembalikan tabletnya pada asisten pribadinya.

" Tapi dia terlihat seperti gadis yang miskin, dia mungkin... " Ucap Bisma lagi namun Marve menatap Bisma dengan tatapan tidak suka ditentang kini dan membuat Bisma hanya dapat menunduk kepalanya dan tidak dapat melanjutkan ucapannya.

" Dia telah berani memecahkannya, artinya ia mampu menggantinya. "

Tidak ada yang dapat menentang Marve, begitulah sifat buruk dan jika ia sudah berkata demikian maka Bisma tidak dapat mengatakan apapun lagi selain menurut meskipun mereka sebenarnya sahabat baik namun saat bekerja Bisma akan bersikap profesional. 

" Baik pak.. " Ucap Bisma sebelum melangkah keluar dari ruang kantor Marve yang bergaya megah dan minimalis.

" Orang miskin... " Marve menunjukan senyum miringnya, ia sangat benci mendengar kata-kata miskin yang membuat harga dirinya selalu terluka karena keluarga besar ayahnya tidak pernah menerima ibunya karena ia adalah gadis miskin yang tidak memiliki latar belakang bahkan hingga akhir hayatnya ia tetap tidak dihargai.

Ditengah rasa kesalnya, ia menatap wajah cantik ibunya dalam sebuah bingkai foto yang seakan tersenyum padanya, rasa rindunya kepada kedua orangtuanya terutama ibunya tidak pernah berkurang bahkan meskipun kematian mereka sudah lama berlalu.

Marve terhanyut dalam ingatan masa lalunya yang selalu membawanya pada kesedihan, tapi tidak lama kemudian ponselnya berdering.

'Kakek tua' Nama itu tertera dilayar ponselnya dan dengan wajah enggan ia menerima panggilan telepon dari kakeknya itu.

" Kamu harus datang ke acara ulang tahun kakek karena kakek memiliki kejutan untukmu. "

" Hem..." Marve tidak menjawab dengan iya-an yang pasti hanya gumaman enggan yang terlontar dari mulutnya dan kemudian ia menutup ponselnya.

***

Pintu lift nyaris saja tertutup saat Maya berlari tergesah dan menerobos masuk kedalam lift.

Dengan banyak orang yang menaiki lift, tubuh kurusnya terdorong kebelakang hingga akhirnya menabrak seorang pria yang menahan tubuhnya yang nyaris terjatuh.

" Maaf... " Maya meminta maaf segera dan kemudian menjauh perlahan meski jarak mereka tetaplah dekat.

Marve tidak menjawab dan hanya merapihkan tatanan jasnya.

" Pria angkuh... " Gumam Maya, ia melirik sinis kearah pria tampan dan juga wangi disebelahnya kini.

Marve menundukan wajahnya dan menoleh singkat melihat gadis yang telah berani mengatainya angkuh, yang tenyata hanya gadis biasa dengan rambut kusut dan baju lusuh juga wajah tanpa make up yang membuat pori-pori besarnya terlihat dengan jelas mengeluarkan minyak yang membuat wajahnya mengkilat.

Lift telah terbuka kini dan penumpang lift perlahan berjalan keluar, semua orang telah keluar begitu juga dengan Marve dan juga asistennya Bisma dan kini hanya tersisa Maya di dalam lift.

Marve kemudian membalikan badannya saat menyadari jika wanita yang mengatakannya angkuh adalah wanita yang sama yang telah memecahkan lampu mobilnya.

Marve semakin kesal kini, ia kemudian kembali ke dalam lift saat lift hampir tertutup dan kini lift berjalan naik dan hanya ada Maya dan Marve berdua kini.

Marve menekan tombol lift membuat liftnya terhenti dan tidak dapat terbuka.

"Kamu.." Marve berjalan mendekat, Maya menyadari jika ada yang tidak beres saat Marve terus mendekat dan menyudutkannya.

" Mas... Tolong jangan sakiti saya, saya hanya gadis miskin yang lusuh." Maya berjalan mundur saat Marve terus menyudutkannya.

Kini Marve mengunci ruang gerak Maya dengan kedua tangannya.

" Mas... saya bau ketek, jangan lecehkan saya saya belum mandi sudah tiga hari. " Ucap Maya beralasan, tentu saja ia hanya berpura-pura saat ini.

" Pantas aku mencium aroma kambing sejak tadi. " Ucap Marve menjauh, kini Marve berdiri disisi sudut yang lain, rasanya puas mengejek wanita yang telah lebih dulu menyinggungnya.

Bau kambing katanya? Maya segera mencium bau badannya, karena ia akan melamar menjadi seorang pelayan maka penampilan adalah yang utama. Tapi meski tidak memakai parfume ia sama sekali tidak bau badan apalagi bau kambing membuatnya memutar bola matanya karena jengah.

" Sangat sombong, tubuhmu mungkin akan melebihi bau kambing jika tidak memakai parfume mahal. Orang kaya menutupi kekurangannya dengan uang mereka. " Maya berbicara menyindir karena tidak terima dengan hinaan pria itu.

" Apa katamu? " Sergah Marve tidak terima, ia menatap lekat wanita yang menurutnya sangat tidak menarik ini.

Tapi Maya tidak mau melayani perkataan pria tampan yang bahkan tidak dikenalnya, ia kemudian menekan tombol lift agar liftnya terbuka.

" Tunggu dulu.. " Marve menyentuh lengan Maya dan menariknya kembali saat Maya nyaris keluar pintu lift.

" Mas.. kita tidak saling kenal, jadi tolong jauhkan tangan Anda dari bahu saya karena saya bisa melaporkan Anda pada polisi atas dasar perbuatan tidak menyenangkan." Ucap Maya, untung saja dulu ayahnya seorang jaksa jadi ia sedikit tahu tentang hukum.

Tapi Marve tidak gentar malah tersenyum mendengar perkataan gadis pertama yang bersikap kasar padanya.

" Mas bukan pasien rumah sakit jiwa yang sedang kabur kan? " Maya mulai hilang akal kini karena Marve tersenyum kini membuatnya merasa takut.

" Kamu harus tanggung jawab... "

Maya menerka-nerka dengan menatap wajah tampan pria dihadapannya ini karena tidak mengerti apa yang dikatakan pria ini.

" Mas... saya masih waras gak mungkin kan mas hamil sama saya?! kalau masnya gila berteman saja dengan orang gila yang lain, lagipula mana ada pria hamil..." Maya berusaha kabur tapi pintu lift kembali tertutup kini.

" Pertama kaca lampu mobil kemudian angkuh lalu bau kambing dan sekarang kamu menyebut saya gila dan hamil? " Marve mencoba menahan tawanya dan kemudian menatap Maya tajam. Pertama kalinya dalam hidupnya ia merasa terhina seperti ini hanya karena gadis kusut dihadapannya ini.

" Apa yang namanya bukan gila kalau mas tiba-tiba meminta saya bertanggung jawab kepada mas yang baru saja bertemu dengan saya di lift ini? Apa otak Anda juga lurus seperti jas yang anda kenakan? Astaga orang kaya memang gila. " Maya mengomel tanpa henti dan tanpa rasa gentar sedikitpun.

Wajah Marve berubah menjadi merah padam karena merasa kesal setelah Maya mengomelinya dan mengkritiknya, ia kemudian menarik maya dan menyudutkannya kembali.

"Kamu harus bertanggung jawab karena kamu memecahkan kaca belakang mobilku pagi tadi. " Bisik Marve yang langsung membuat mata Maya melotot tidak percaya dan kini tubuhnya mematung, pria setampan ini menghembuskan nafas ditelinganya membuatnya sungguh gila, tapi tunggu dulu?Bukan waktunya untuk terpesona.

Maya mengedipkan matanya saat ia mengingat akan kebodohannya tadi pagi.

Oh matilah aku....

" Marven! " Suara teriakan itu terdengar sangat jelas cukup membuat Marve saat ini memalingkan wajahnya.

" Apa yang kamu lakukan dengam gadis lusuh itu disini? " Pria tua berumur 70 tahun itu menatap tidak terima.

" Gadis miskin! berani sekali kamu menatap cucuku seperti itu tadi. " Pria tua itu menghampiri dan menatap tidak terima membuat Maya ketakutan, tapi Marve memasang badan dan menyembunyikan tubuh Maya dibalik tubuh tegapnya.

" Apa masalahmu? " Tanya Marve dengan dingin.

Maya tertegun, apa pria ini tengah membelanya sekarang? Tapi ini bukan waktunya untuk terkesima, ini saat yang paling bagus untuk kabur.

Maya berjalan merayap seperti kepiting saat dua pria berbadan tegap itu masih saling menatap.

Ya, kakek itu masih terlihat sangat segar dan bugar dengan badan tegapnya. Maya masih akan percaya jika kakek itu mengatakan usianya 40 tahun saat ini.

Tapi saat ini bukan waktunya terpesona dengan pria-pria tampan yang mungkin akan mengahabisinya jika ia tidak cepat kabur saat ini juga.

Marve dapat melihat Maya yang kini berlari setelah berhasil kabur, sungguh sialan karena gadis itu berhasil membuatnya terkena masalah kini.

.....

avataravatar
Next chapter