3 Sudah Berapa Bulan?

"Apakah kau mengantuk?" Tanya Daniel ketika ia melihat Velina yang tengah menguap dalam perjalan mereka kembali ke Val Entertainment.

Gadis itu sudah terlihat menguap beberapa kali sekarang.

"Hmm… Aku sedikit menyesal telah kebanyakan makan," ucap Velina sambil dia dengan sayang mengelus-elus perutnya yang sekarang 'membengkak'.

"Sudah berapa bulan?" Tanya Daniel, ikut mengelus perut Velina yang membesar dengan lembut.

"Sudah sembilan tahun, hehehe…" Gadis itu tertawa dengan jenaka.

Daniel juga tertawa melihat gadis itu berkelakar.

"Lama sekali hamilnya. Itu anak orang apa tuyul?" Tanya Marino dari depan, tanpa menoleh sama sekali karena ia sedang asyik menyetir.

"Heh, kamu tuyulnya!" Balas Velina dengan kesal.

Kakaknya ini memang sukanya cari ribut dengannya!

"Sudah-sudah jangan marah-marah, nanti dedek bayinya kaget," Ucap Daniel dengan tenang, seolah-olah Velina memang sedang mengandung bayi betulan.

"Uuuh… maafkan mama ya nak! My baby food!" Velina segera mengelus-elus perutnya lagi, seakan perutnya memang berisi bayi.

Daniel tertawa kencang ketika ia melihat Velina yang mengikuti perannya sebagai seorang ibu yang tengah hamil.

Sementara Eva terkikik di bangku depan.

"Kau mengantuk? Menyandarlah padaku, akan aku bangunkan kalau kita sudah sampai," Ucap Daniel, tangannya dengan luwes menarik Velina ke dalam pelukannya.

Velina, yang sama sekali tak menyangka jika daniel akan melakukan hal itu, merasa terkejut, dan seketika itu pula wajahnya memerah.

"Supir, jalannya pelan-pelan, nyonya mau tidur!" Ucap Daniel lagi tanpa merasa bersalah.

Membuat Marino seketika itu juga merasa dongkol!

Nyonya mbahmu!!!

"Apa-apaan maksudnya 'nyonya'?!!" Tanya marino yang baru saja diperlakukan seperti seorang supir, padahal mereka itu yang hanya menumpang di mobilnya!!!

"Nyonya Garibaldi," ucap Daniel lagi, dengan tidak tahu malu.

"Ish! Daniel! Apa-apaan, sih!" Velina memukul dada bidang lelaki itu, dan hendak keluar dari dalam pelukannya.

Namun, Daniel tetap menahan agar Velina tetap menyandarkan kepalanya di dadanya.

"Maaf, maksudku, calon," Koreksi lelaki dingin itu, sepenuhnya tak merasa jika ucapannya salah.

"Apanya yang calon!!!" Balas Velina dengan gusar.

Namun, di dalam hatinya, dadanya berdegub dengan kencang, sepenuhnya tak karuan.

"Sepertinya di belakang sana ada yang tidak sabaran. Bagaimana kalau kita mampir ke kantor catatan sipil saja sekarang?" Marino menyeletuk tiba-tiba.

"Boleh. Itu ide yang sangat bagus. Akan aku naikkan gajimu bulan depan," Jawab Daniel sambil tersenyum menyeringai.

Marino: "..."

Lelaki itu sepenuhnya mengira Marino bekerja untuknya atau apa?!!

***

Val Entertainment.

"Jansen, kau sudah datang rupanya!" Sapa Marie dengan penuh semangat ketika ia melihat Jansen yang baru datang dan dengan santainya duduk di salah satu kursi yang kosong di dekat pojok.

Lelaki itu hanya menganggukkan kepalanya tanpa melihat ke arah Marie sedikitpun.

Pandangan matanya mencari sosok Chika yang tak terlihat batang hidungnya sedikitpun.

"Chika sedang cek stok di belakang! Sebentar lagi juga keluar!" ucap Marie.

Ia sepenuhnya tak merasa keberatan karena tak diperhatikan oleh lelaki tampan di hadapannya ini.

Wajah Jansen terlihat mirip dengan seorang aktor keturuan tionghoa bernama Lin Yi, tapi wajahnya sedikit lebih tampan lagi dengan ekspresi wajah yang serius dan dingin.

Marie justru merasa senang karena ia dapat memperhatikan wajah tampan Jansen lebih lama lagi.

Ketika Chika yang baru saja keluar dari dalam area yang hanya khusus untuk staff dan melihat Jansen yang ternyata telah tiba dan menunggunya, ia segera tersenyum dan langsung berjalan menuju ke lemari es untuk mengambilkan minuman dingin untuk lelaki muda itu.

Setelah beberapa saat mengenal lelaki itu, Chika akhirnya mengetahui jika Jansen ternyata lebih menyukai minuman dingin daripada hangat, meskipun cuaca sedang dingin.

Setelah itu, Chika segera mengarah menuju rak penyaji kue dan sandwich.

Gadis belia itu baru saja hendak meraih seporsi sandwich tuna ketika ia tiba-tiba saja teringat Jansen yang ternyata menyukai kue bolu coklat pemberiannya terakhir kali.

Oleh sebab itu, akhirnya Chika mengambil sepotong kue blackforest dan meletakkannya di atas sebuah piring dessert dan menaruhnya di atas sebuah nampan.

"Ini untukmu," Ucap Chika sambil tersenyum.

Ia meletakkan satu persatu kaleng soda dingin dan juga sepotong kue blackforest di atas meja di depan lelaki itu.

"Ini…" Jansen mengerutkan keningnya.

Biasanya, gadis bodoh itu selalu memberikannya sandwich dan secangkir kopi hangat, namun kini…

"Bukankah kau lebih menyukai kue dan minuman dingin?" Tanya Chika sambil mengerutkan keningnya.

Ataukah…

Ternyata ia telah salah menebak?

Entah darimana, sebuah senyuman lebar merekah di bibir pemuda itu. Ia menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.

Melihat senyuman di wajah Jansen, Chika akhirnya dapat tersenyum dengan lega.

"Tunggu aku, ya! Sebentar lagi aku selesai!" Ucap Chika dengan senang.

Ia lalu segera meninggalkan Jansen untuk menyelesaikan pekerjaannya hari itu.

"Laki-laki tuh seharusnya yang membayari perempuan, tapi mengapa kamu selalu mentraktir pemuda itu?" Ucap Evan dengan tidak suka, ketika ia melihat Chika berjalan ke arahnya.

"Tidak apa-apa, lagipula aku senang membelikannya makanan," Ucap Chika dengan santai.

Jansen telah berbaik hati mengajarinya menyetir, padahal, semestinya, biaya untuk mengikuti latihan mengemudi biasanya mahal, dapat mencapai puluhan ribu dolar, dan tak ada jaminan jika ia akan mendapatkan surat izin mengemudi.

Hanya saja, Chika malas membahas hal ini dengan Evan.

Ia hanya merasa, ia tak perlu menceritakan tentang hidupnya pada semua orang.

"Chika, bukankah kau sedang menabung untuk kebutuhanmu dan juga membayar biaya pengobatan ibumu?" Tanya Evan dengan tidak suka.

"Iya, lalu kenapa memangnya?" Gadis itu balik bertanya, sepenuhnya tak suka dengan cara Evan mencampuri urusannya.

"Aku tahu kau tidak pernah pacaran sebelumnya, dan aku tahu jika lelaki itu memang tampan, tapi… Apakah perlu sampai kau harus selalu membayarinya makan seperti ini?" Tanya Evan, berusaha berkata dengan rasional pada gadis itu.

"Apa maksudmu berkata seperti itu? Jansen telah banyak membantuku! Harga makanan disini memang lumayan tinggi, aku akui itu, tapi, bantuan yang telah ia berikan padaku jauh lebih mahal daripada uang yang telah aku keluarkan untuk mentraktirnya hanya sekedar makanan seperti ini!" Chika berkata dengan kesal, tidak suka dengan cara Evan yang menegurnya seperti itu.

"Ada apa ini?" Tanya Marie dengan bingung melihat mereka berdua bertengkar.

Wanita muda itu baru saja meletakkan sebuah nampan setelah ia kembali dari melayani sebuah meja.

"Tidak tahu!" Chika berjalan pergi meninggalkan mereka dengan kesal.

Gadis belia itu menyikut bahu Evan dengan keras sambil ia berlalu.

"Kau apakan dia? Tumben-tumbenan Chika sampai marah seperti itu?" Tanya Marie dengan penasaran.

Selama ini, ia mengenal sosok Chika yang selalu ceria dan murah senyum.

Tapi… Ada apa dengan hari ini?

*** *** *** *** ***

Harap untuk selalu mendukung penulis asli hanya dengan membaca melalui web/aplikasi resmi W.e.b.n.o.v.e.l. Terima Kasih.

*** *** *** *** ***

avataravatar