4 4. Harry Si Bodoh

"Pemirsa ... kini pengusaha internasional muda nan sukses di negeri kita kembali menjadi perbincangan publik. Pasalnya, ia baru saja merilis produk terbaru dari salah satu cabang perusahaannya. Tentunya banyak dari banyak kalangan yang menunggu buah hasil dari produk terbaru ini. Apalagi untuk kali ini, Tuan Lucas Vantouxer sendiri yang akan menjadi model dari sepatu dan jas produk mereka. Wow ... Ini perdana untuk Tuan agung akan menampakkan wajah aslinya."

"Setelah sekian lama kita menunggu akhirnya tanpa di duga. Tuan agung itu akan menghadiahi kita dengan kemunculannya. Tak hanya itu, tuan Lucas sendiri akan beradu gaya dengan model internasional juga. Siapa lagi kalau bukan Eille Grove yang cantiknya bak bidadari dengan tubuh indah mempesona yang selalu di agung-agungkan publik. Lalu ... seperti apa gaya mereka pada pemotretan ini? "

"Kau tak bosan?" tanya Lucas yang baru saja keluar dari kamarnya dan mendapati Harry yang duduk santai di sofa ruang tengah sedang menatap fokus pada benda pipi berukuran 40 inci yang menempel ditembok yang sedang menayangkan berita yang sangat membosankan.

Bagaimana tidak? Sejak kemunculannya dalam pemotretan produk terbaru perusahaannya kemarin, setiap saluran TV selalu membahas tentangnya. Entah itu menganggungkan dirinya atau lebih kepada produk yang ia promosikan bersama model Eille Grove. Ia tak peduli. Ia memang sengaja muncul ke publik agar berita tentang kematian Karl teralihkan dengan kemunculannya yang ditunggu-tunggu banyak orang. Alhasil, semua berjalan sesuai kehendaknya. Berita kematian Karl hilang seketika dengan hadirnya dirinya menghiasi layar TV dan berbagai majalah. Namun dengan itu, justru ia malah semakin bosan dengan satu tangan kanannya yang selalu melihat tayangan-tayangan tak bermutu itu. Siapa lagi kalau bukan si bodoh, Harry.

Harry menoleh. Terkekeh melihat Tuan tampannya ini menatap datar padanya. Ia tau, tuannya mungkin bosan dengan dirinya juga berita tentangnya yang selalu ia lihat dimanapun. Hei ... ini pertama kalinya tuannya muncul ke publik dan dia sudah diagung-agungkan semua kalangan layaknya seorang raja yang sudah memutuskan suatu perkara baik demi negerinya. Itu luar biasa bukan?

"Tuan, kau seharusnya bangga melihat ini. Mereka menganggungkanmu mengalahkan presiden negara. Ah ... akhirnya setelah sekian lama mereka melihat wajah aslimu juga. Berita dimana-mana bahkan selalu bertema WHO MR. LUCAS VANTOUXER? Aku bosan membacanya dan baru pertama ini berita menayangkan hal berbeda tentangmu, Tuan. Aku jadi punya bacaan baru," ujarnya panjang lebar diiringi kekehan.

"Aku bahkan merasa terhormat sekali karna bisa melihatmu setiap saat dibandingkan mereka," lanjutnya dengan bangga.

"Menjijikkan!" sahut Lucas tanpa minat. Ia menatap ke arah Harry.

Harry mendengus. Tak sopan memang mengingat siapa yang melihat ekspresinya sekarang tapi ia terlalu jengkel melihat tanggapan Lucas yang tak peduli. Padahal ini berita besar tentangnya. Tapi pria 'es' itu tetap tak acuh. Astaga tuannya terlalu pendiam untuk dirinya yang punya banyak pengalaman. Tapi apa itu benar? Kalau iya, seharusnya ia menjadi tuan besar juga bukan hanya tangan kanan dari Lucas.

"Kenapa kau mendengus padaku, Harry? Kau bosan hidup?" tanya Lucas menyorot tajam pada Harry di depan sana.

Itu tak sopan! Mendengus sama saja mengejeknya. Dan Lucas tak suka Harry melakukan itu.

"Baiklah ... tunggu sebentar di sini. Aku akan mencoba senjata baruku untuk mengirimmu ke neraka," ujarnya lantas berjalan ke arah lemari susun khusus untuk senjata-senjata. Ya ... dimanapun keberadaanya haruslah tersedia senjata api mengingat ia adalah incaran banyak orang. Apalagi ini mansion pribadinya, sangatlah tidak mungkin jika tidak ada senjata di dalamnya.

"Kau bercanda, Tuan? Aku tau kau tak akan tega melakukan hal itu padaku karna aku anak buah terbaikmu saat bertugas," tukas Harry dengan tawa sumbangnya. Mencoba menutupi rasa takut yang tiba-tiba menjalar dalam tubuhnya mendengar Tuannya akan mencoba senjata terbaru padanya. Ya tuhan ... tuannya sungguh keterlaluan!

Lucas tersenyum mengejek. "Kau akan menganggap ini sebuah candaan saat peluruku bersarang tepat dijantung busukmu, Harry," respon Lucas santai. Tangannya sibuk memasukkan beberapa peluru dimagazine pistol. Dengan tatapan mata yang tak berpindah dari tubuh Harry.

Mulanya Harry memang menganggap tuannya sedang bercanda tapi saat moncong pistol tepat berada dikeningnya ia melotot tak percaya. Astaga! tuannya benar-benar akan melenyapkannya? Yang benar saja. Sedangkan Lucas hanya menatapnya dalam diam dengan sorot mata tajam menatap pada Harry.

"Tuan, Oh ayolah ... jangan bercanda. Sekali pelatuk itu kau lepas otakku akan meledak. Kau tak mau kan, terbayang-bayang rasa bersalah karna kematianku," ujar Harry mencoba mengecohkan pikiran Lucas yang ingin membunuhnya. Ia belum mau mati saat ini. Setidaknya ia harus memiliki seseorang untuk mengisi hatinya yang kosong. Jiwa jomblonya ternyata meronta-ronta mengingat ini.

"Kalau hanya kematianmu bisa membuatku merasa bersalah. Kenapa kau tak mati dari dulu saja, Harry? Itu akan membuatku berhenti dari dunia hitam ini," sahut Lucas santai. Ia semakin menekan moncong pistolnya dikening Harry tanpa takut sedikitpun jika saja ia tak sengaja menarik pelatuknya dan membuat isi kepala Harry meledak.

Dorr!

"Argh ... "

Lucas memutar bola mata jengah mendengar teriakan unfaedah dari Harry. "Bahkan peluruku melesat dan kau berteriak seolah-olah kau yang tersakiti. Menjijikkan!" ucapnya yang sudah berhasil mengerjai Harry dengan pistolnya. Ia tersenyum tipis sebelum akhirnya menjauhkan pistolnya dari wajah pucat pasi milik Harry. Kasihan juga melihat anak buah satunya ini menderita karna ulahnya. Lihatlah ... wajah itu terlihat konyol saat ketakutan.

Harry membuka matanya sebelah. "Bukan aku yang kena?" tanyanya lantas segera memegang dahinya cepat.

Harry terkekeh. Untunglah ... tuannya benar-benar bercanda sampai rasanya jantungnya terputus dari tempatnya. Sementara Lucas lantas melangkah meninggalkan Harry yang terus saja mengucapkan syukur. Apa pria bodoh itu kini taubat? Baru kali ini Lucas mendengar ucapan syukur keluar dari mulutnya.

"Tuan, terimaksih. Aku tau kau tak akan melakukan hal keji itu pada- "

Dorr!!

"Argh ... "

Harry Menjerit ketika mendengar suara ledakan kembali terdengar. Ia segera meraba seluruh tubuhnya jika saja tuannya memang serius kali ini tapi nyatanya bukan dia lagi yang menerima peluru panas itu. Melainkan guci ukuran besar yang jauh di belakangnya.

"Cepatlah, bodoh!" ujar Lucas menaikkan suaranya satu oktaf yang kini sudah mulai jauh dari Harry yang masih duduk di sofa.

Harry mengelus dadanya. Jantungnya terluka parah karna ulah Tuannya. Sepertinya setelah ini ia harus periksa ke dokter untuk tau jenis penyakit apa yang bersemayam dijantungnya saat ini. "Seandainya kau bukan tuanku. Sudah ku ... "

"Harry!" teriak Lucas dari luar karna pria itu tak segera muncul. Tangan kanannya itu kelewat bodoh atau apa?

"Yayaya, Tuan. Aku datang ... " ujar Harry agak malas menyahut teriakan tuannya. Tapi mau bagaimana lagi? Mereka harus segera pergi mengurus sesuatu di luar sana.

Harry segera berlari ketika terdengar suara klakson mobil yang sengaja ditekan lama. Astaga Tuannya tak bisa bersabar. Padahal ia sedang mempersiapkan berkas-berkas yang mungkin dibutuhkan nanti tapi pria muda itu tak mengerti posisinya yang sedang sakit jantung.

avataravatar
Next chapter