2 2. Mr. Karl Magine Grow

Dalam ruang yang sangat gelap. Seorang pria paruh baya terus berjalan dengan amat hati-hati. Ditangannya terdapat lilin untuk memberikan sedikit cahaya agar bisa terus melangkah dalam keadaan gelap. Tidak ... tak seharusnya ia berada di tempat seperti ini saat ini. Tak seharusnya ia berjalan di atas ambang kematian seperti yang orang-orang katakan tetapi kalau ia tak berada di tempat ini dan berjalan sempoyongan seperti sekarang, bagaimana nasib keluarganya nanti? Ia tak peduli ucapan orang-orang. Ia benar-benar tak peduli. Tuan mafia ini memang sangat licik. Setelah jabatannya dipolitik dibuat berantakan, sekarang tuan itu sedang mengincar keluarganya. Itu tak boleh terjadi. Tapi apa dayanya? Ia memang salah karna dulu meminta bantuan pada tuan mafia yang tak punya perasaan sedikitpun itu. Ia salah telah menyetujui persyaratan yang dulu diajukan tuan mafia itu. Namun ... sudahlah. Nasi sudah menjadi bubur dan mustahil bubur akan kembali menjadi nasi. Sekarang hanya ada penyesalan yang ia rasakan.

"Selamat malam, Tuan Karl Magine Grow."

Pria paruh baya itu tersentak begitu mendengar suara dalam kegelapan. Secepat inikah ia akan bertemu dengan tuan mafia mengerikan itu? Ya tuhan ... salah apa dirinya hingga bisa masuk lingkungan hitam seperti sekarang. Oh Karl ... kau sungguh bodoh!

Cetek!

Lampu ruangan menyala temaram. Menampakkan seorang pria muda yang duduk di kuris yang ada di tengah ruangan, tak lupa smirk menawan yang selalu menghiasi wajah dingin nan arogan itu juga tatapan menusuk yang tak pernah bisa dilupakan siapa saja yang pernah bertemu dengannya.

"Tuan Harley ... "

Harley Jaegwae. Si tuan mafia 'TIGER BLACK' yang disegani banyak kalangan hitam yang lain. Bukan hanya di dunia hitam saja karena pada kenyataannya, si tuan mafia ini juga seorang wirausahawan internasional di negerinya. Bahkan dunia hitamnya bukan apa-apa dibanding perusahaannya yang telah bercabang diberbagai kota dan negara. Namun begitu, masih banyak pejabat busuk dan kalangan tertentu yang meminta bantuannya hanya agar mudah mendapatkan apa yang mereka mau. Menjijikkan bukan?

Tuan mafia ini juga memiliki banyak anak buah yang sangat terlatih hingga sampai saat ini jejak mereka tak bisa ditemukan polisi atau aparat penegak hukum lainnya. Entahlah ... Itu karena anak buahnya yang memang handal atau mereka yang belum handal dalam bidang pekerjaannya.

"Ada apa, Karl? Wajahmu sangat ketakutan melihatku," ucapnya mengejek. Senyum mengerikannya mulai terpancar dari wajah dingin itu. Membuat siapa saja akan ketakutan.

"Tuan Harley ... kumohon kasihani aku. Kumohon kembalikan semua padaku," ungkap Karl tanpa malu.

Memalukan memang. Memohon sesuatu pada pria yang bahkan jauh lebih muda darinya tetapi kekuasaan juga tak bisa di lawan.

Harley menaikkan satu alisnya. "Lalu bagaimana tentang penghianatanmu?" ujar Harley santai. Ia berdiri dari duduknya, melangkah ke arah lemari pistol yang beragam dengan peluru yang tak main-main tentunya. "Bisa saja ini waktu terakhirmu menghirup udara."

Dorr!

"Argh … !!"

Satu tembakan tepat di betis kiri Karl. Ia mencoba menahan sengatan logam panas yang bersarang di sana. Tak apa, ini belum berakhir. Kau harus bertahan Karl, kau harus bertanggung jawab atas keluargamu karna kau pria sejati.

Harley kembali melangkah menghampiri meja dengan berbagai macam pisau setelah sebelumnya mengembalikan pistol.

"Kau tau, Karl? Aku sangat tak suka dengan penghianatan," ujarnya mulai melangkah mendekati Karl yang bersimpuh di lantai dengan tangan yang memegangi betis bekas tembakannya. Ia berjongkok tepat di depan Karl.

"Ini belum apa-apa di bandingkan rasa sakit dihatiku atas penghianatanmu. Bukankah begitu?" ujarnya melirik betis Karl yang terus mengeluarkan banyak darah. Sementara tangannya mulai menyayatkan pisaunya ke leher mulus milik Karl.

Sreeeet ...

Karl menahan erang kesakitan akibat goresan dilehernya yang cukup dalam. Tuan mafia ini memang sadis dan tak peduli dengan orang lain.

Tak ada ampun untuk seorang penghianat!

"Kau memohon padaku itu artinya kau ingin cepat pergi ke neraka," ucap Harley berbisik di telingan Karl.

"Tenang saja, Karl ... keluargamu secepatnya akan menyusul," lanjutnya.

Karl menggeleng kuat. "Tidak ... jangan sakiti keluargaku, Tuan. Kumohon ... " ucapnya penuh permohonan.

Harley berdiri. Senyum simpulnya tersungging. "Sayangnya mereka sudah ada di sini," ujarnya bertepatan beberapa orang masuk ke ruangan dengan satu anak yang digendong dan seorang wanita yang diborgol tangannya.

Karl menengadah. "Jangan, Tuan. Kumohon ... " pintanya menahan sakit di lehernya. Suaranya tercekat.

"Dad ..." panggil seorang anak laki-laki berusia tiga tahunan sendu. Ia juga kesakitan sebab kedua tangannya diikat ke belakang tubuhnya. Bukankah diusia sepertinya akan lebih menyenangkan bermain di taman dengan banyak teman dari pada harus diikat dan dibawa ke tempat gelap seperti ini? Benar ... tapi tidak untuk takdirnya!

Karl menatap putra satu-satunya ragu. Tidak ... ia tak sanggup melihat keluarga kecilnya menjadi mayat di depan matanya. Tidak ... itu tak boleh terjadi.

"APA YANG KAU LAKUKAN, KARL??KENAPA KAU HANYA DIAM SAJA?!" teriak seorang wanita yang diborgol tangannya dan dipegangi dua orang laki-laki. Tangisnya juga pecah melihat kenyataan pahit seperti ini. Suaminya yang hanya diam dan bersimpuh di lantai dan anak satu-satunya yang diikat dengan tali pinggang. Sungguh jahat sekali mereka pada keluarganya.

Harley menghampiri anak laki-laki Karl yang ada digendongan anak buahnya. "Oh, sayang ... kau harus melihat ayah bodohmu ini menjadi mayat," ujar Harley mulai mengambil alih tubuh anak Karl dari anak buahnya. Ia membuka ikat pinggang yang digunakan untuk mengikat kedua tangannya.

Anak laki-laki itu menangis. "Kenapa Dad di sini, Paman? Aku ingin pulang ... hiks ..."

Harley tersenyum tipis. "Itu karna Daddy-mu menghianati paman, Sayang. Jadi, dia harus di hukum. You understand boy?"

Anak laki-laki itu semakin terisak digendongan Harley. Ia tak tau maksud ucapan pria yang menggendongnya.

"Tuan ... " panggil Karl memohon. Ia menatap Harley penuh harap.

Harley mengalihkan pandangannya pada Karl.

"APA!? Kau ingin segera melihat istri cantikmu ini menjadi mayat?"tanya Harley menaikkan satu alisnya. "Baiklah ... Luxer! Tembak mati wanita itu!" perintah Harley pada salah satu anak buahnya yang sudah siap dengan pistol moncong ditangannya.

Anak buah Harley yang memegangi tubuh istri Karl segera pergi dari sisi wanita yang kini semakin terisak pilu. Bersiap menghadapi kenyataan akan kematian di depan matanya. Lebih baik ia mati dari pada melihat anak dan suaminya disiksa di sini.

Dorr!

Tubuh wanita itu jatuh di lantai dingin dengan satu tembakan tepat dijantung.

"Mommy ... !!" teriak anak laki-laki di gendongan Harley. Harley mengelus punggung kecil anak itu seakan menenangkannya dari tangis.

Sementara Karl tak kuat melihat mayat istrinya yang tergeletak di lantai. Ia memejamkan matanya dalam.

"Tuan, kumohon ... kasihani nyawa anakku," mohon Karl yang wajahnya mulai pucat karna betis dan lehernya yang terus mengeluarkan darah tanpa henti.

Harley mengeluarkan smirk-nya. "Tenang Karl ... dia akan menyusul setelahmu," ujarnya santai. Jari-jarinya berpindah mengelus puncak kepala anak itu. "Brack! Penggal kepala penghianat ini!" perintah Harley dingin. Matanya menyorot tajam pada Karl yang diseret kasar anak buahnya untuk hukuman penggal.

Anak laki-laki digendongan Harley semakin terisak. Ia masih terlalu kecil untuk memahami keadaan orang-orang dewasa ini.

"Tenang, Boy ... aku tak akan membiarkanmu mati seperti orang tua bodohmu itu," ucap Harley menenangkan tangisan anak kecil itu meski dengan nada dingin.

Anak Karl masih terisak pilu. Ia menatap tubuh kaku Mommy-nya yang tergeletak di lantai begitu saja lalu mengarahkan pandangannya pada wajah pucat Daddy-nya yang sudah berada di lantai sementara tubuhnya masih di atas meja eksekusi.

Itulah seorang Harley Jaegwae. Si tuan mafia sadis. Meski para penghianat yang dieksekusi tetapi ia tak akan membunuh anak-anak mereka. Justru ia akan senang hati menyerahkan mereka ke panti asuhan miliknya yang berada di kota terpencil Pulau Rodhe, Amerika Serikat. Di sana mereka akan dididik dan diajarkan bela diri dan ilmu pengetahuan lainnya. Laki-laki maupun perempuan. Mereka harus menjadi kuat dan pintar suatu saat nanti. Tak boleh ada lagi penghianat dalam lingkup kehidupan Harley. Ia benci itu. Bahkan ia tak akan khawatir jika saja suatu saat nanti mereka ada yang menaruh dendam padanya sebab membunuh orang tua mereka karna mereka akan disuntik penghilang ingatan sebelum dikirim ke pulau Rodhe.

"Bereskan semua," ujar Harley sebelum akhirnya melangkah keluar dengan anak laki-laki di gendongannya yang mulai tenang.

avataravatar
Next chapter