15 Rahasia yang Terungkap

Hari itu bu Hanum memberikan dress casual buat Tania. Wanita yang paling disayangi oleh Belva itu meminta Tania untuk mandi dan ganti pakaian supaya lebih segar. Sepertinya bu Hanum suka dengan kepolosan Tania, juga sikapnya yang apa adanya.

"Tante, dressnya lucu banget sih." Tania keluar dari kamar mandi dengan ceria. Dia sama sekali tidak sungkan di hadapan Mama Belva, seolah mereka sudah pernah kenal sebelumnya.

Dia berputar ceria seolah dia sedang berbicara di depan mamanya sendiri. Dress lucu itu berwarna pink dan bergambar Mickey mouse di depan. Dress longgar. Cocok sekali untuk Tania yang ceria.

"Ya Ampun, cantik sekali kamu pakai dress ini. Lucu, imut , dan nggemesin. Gemes sekali Tante liatnya." Bu Hanum terlihat sangat excited melihat Tania mengenakan dress yang sudah diberikan padanya.

"Mama jangan berlebihan dong. Dia biasa aja pakai itu. Malah kayak anak SD, enggak ada nggemesinnya sama sekali," ucap Belva yang masih memegang handphone Setelah dia melirik Tania beberapa detik.

"Iri, bilang boss!" Tania berbicara dengan nada suara seperti yang sedang viral itu sambil menjulurkan lidahnya.

"Ngawur!"

"Kak Belva tadi katanya laper, makanya aku dibawa pulang. Kok nggak makan-makan sampai sekarang. Modus ya, pengen bawa aku pulang ke rumah? Pengen ngenalin aku ke Mama kak Belva. Ya kan?" Tania meledek sambil mengedipkan matanya beberapa kali.

"Tuh kan Ma. Dia itu PD boros. Bilang aja Kamu laper. Pengen makan juga. Iya kan?"

"Iya, sih." Tania tersenyum cengengesan.

"Ommo ... Jadi kamu lapar? Ayo makan dulu. Bi Yani udah menyiapkan makanan."

"Asyiiiiiik. Makan juga akhirnya."

"Aduh, Ma. Makhluk satu itu rakus sekali makannya. Nggak usah di ajak makan." Belva protes. Meskipun semua orang tahu itu hanya protes di bibir saja. Sebenarnya dia senang melihat Tania bisa ceria lagi. Meskipun dia masih merasa keceriaan itu hanya untuk menyembunyikan kepedihannya.

"Tante, dari tadi kak Belva ngeledekin terus. Marahin dia Tan."

"Aduh kalian ini seperti yang ada di novel-novel itu sih. Suka berantem terus awal-awalnya, nggak pernah akur. Persis kayak gini. Eh lama - lama jadian. Gemes banget sih."

Bu Hanum memasang wajah ceria dengan senyum. Ya, ibu muda satu itu memang keseringan nonton drama Korea. Jadi dia masih berjiwa muda banget. Suka baper kalau lihat sesuatu yang uwuw.

"Aamiin Tante. Tan, doain kak Belva putus sama pacarnya dan hatinya Kak Belva terbuka untukku." Tania tersenyum.

"Hadeeh, mama ketularan si rambutan. Halu! Aku mau makan dulu. Laper dengar kehaluan kalian berdua."

Belva segera menuju ke ruang makan. Tania dan Bu Hanum saling berpandangan lalu mereka tertawa. Entahlah, mereka berdua seperti sudah mempunyai ikatan.

***

Pukul 08.00 malam, Belva dan Tania sudah berada di depan gerbang rumah Tania. Malam itu adalah malam terindah bagi Tania. Entahlah, dia merasa bahagia dan beruntung karena bisa diajak ke rumah Belva, dan mengenal mama Belva yang sangat baik dan asyik.

"Udah, masuk sana! Jangan mewek! Kamu tambah jelek kalau lagi nangis!"

"Masa? Kata Mama kak Belva, aku kan lucu dan gemesin. Seperti itu kan aku sebenarnya. Kak Belva aja yang gengsi ngakuin."

"Itu hanya ada dalam mimpi kamu semata. Udah sana masuk! Aku pulang dulu. Ingat jangan mewek!" Belva menutup kaca helmnya, lalu Belva melajukan motornya menuju ke rumah mewahnya.

Tania tersenyum, lalu dia melonjak-lonjak bahagia. Ya, hanya diberi perhatian kecil seperti itu saja sudah membuat Tania jingkrak-jingkrak. Sesederhana itulah kebahagiaan bagi Tania.

***

"Cie, baru ngedate?" Sapa Doni begitu Tania muncul di balik pintu. Saat itu Doni sedang berbaring di sofa ruang tamu. Ya, Doni tahu kalau saat itu Tania diajak ke rumah Belva, karena Tania memang minta izin ke kakak kesayangannya itu supaya dia dan mamanya tidak khawatir.

Tania tidak membalas ucapan itu, hanya tersenyum. Ya, itu saja. Entah kenapa setelah memasuki rumah itu, keceriaannya perlahan menghilang. Karena dia mengingat segala kisah yang telah dijalani di dalam rumah itu. Apalagi ketika dia mengetahui, mungkin papanya sudah tidak berada di rumah lagi. Namun, Tania tidak mau tahu dan tidak ingin tahu. Karena dia tidak mau mendapat kabar kenyataan kalau orang tua mereka berpisah.

"Lemes begitu. Udah, kamu istirahat dulu."

"Mama ke mana?"

Melihat ekspresi adiknya, dan pertanyaan yang diajukan, Doni segera bangun dari tidurnya. Dia membuang nafas kasar lalu mendekati Tania yang memakai dress casual tetapi bersepatu dan memakai tas ransel.

"Mama juga lagi istirahat di kamar. Mama baik-baik saja kok. Kamu tidak perlu khawatir. Kamu masuk aja. Sudah makan belum?"

"Sudah, Kak."

"Ya udah istirahat sana."

"Aku mau lihat mama."

"Besok pagi aja, sekarang bukan waktu yang tepat untuk ngobrol sama Mama."

Tania hanya mengangguk. Dia berfikir kalau kakaknya memang benar. Kadang ketika kita sedang bersedih, kita membutuhkan waktu untuk sendiri sejenak. Kita tidak butuh nasehat dari orang lain, karena itu akan semakin membuat rasa sakit itu nyata.

"Jangan manyun dong kesayangan kakak. Tenang aja, nggak ada yang perlu dikhawatirkan." Doni mengelus kasar rambut adiknya.

Tania hanya tersenyum, lalu menuju ke kamarnya. Meninggalkan Doni yang hatinya semakin sakit saat melihat adiknya muram seperti itu.

***

"Tan."

"Apa?"

Tania sibuk mengunyah ayam lalap ditemani pare mentah favoritnya.

"Semalem kamu ke rumah kak Belva?"

Pertanyaan Cantika langsung menghentikan aktivitas mengunyahnya. Dia segera menoleh ke arah Cantika yang sedang mengaduk-aduk soto yang sudah dia pesan.

"Hah? Kamu kok tahu." Tania menjawabnya dengan antusias dengan suara keras. Beberapa penghuni kantin sontak menoleh ke arahnya.

"Ish, kebiasaan kalo ngomong seperti pake TOA. Kak Belva yang ngomong."

"Dia cerita apa aja?" Tania bersemangat menanti jawaban Cantika dengan wajah berseri. Suaranya dia pelankan.

"Tan?" Cantika menatap Tania dengan tatapan yang serius. Tatapan itu sulit diartikan. Yang jelas, itu bukan tatapan bahagia.

"Hmm ... Apa?"

"Kamu suka sama kak Belva?" Pertanyaan itu lagi-lagi dia tanyakan.

"Yaelah. Kamu sudah pernah menanyakan ini padaku Can. Kenapa harus di ulang sih."

"Oke. Aku ulangi. Kamu cinta sama kak Belva?" Tatapan mata Cantika tajam ke arah Tania.

"Ih, apaan dah. Sebentar, apakah ini berarti kamu cinta sama kak Belva? Iya?" Tania menatap curiga ke arah Cantika. Wajah Cantika benar-benar sedang tidak santai. Seperti sedang mengkhawatirkan sesuatu.

"Ada hal yang ingin aku sampaikan. Semoga ini tidak akan merusak persahabatan kita."

"Hilih, drama amat. Apaan sih?"

"Ingat kan waktu Kubilang kak Belva sudah punya pacar?"

"Ingat? Terus?"

"Em ... Sebenarnya, aku pacar kak Belva," ucap Cantika sambil menunduk.

Saat itu, wajah ceria Tania langsung berubah muram dan memerah. Dadanya seperti sedang dililit tambang. Sesak. Tania membeku. Tak tahu harus bersikap bagaimana?

Entah kenapa, Rasanya sakit mendengar pengakuan Cantika. Ada rasa tidak percaya sekaligus rasa tidak rela. Tania berharap, ini hanyalah mimpi. Meskipun akhirnya dia harus menerima kenyataan, Bahwa Belva benar-benar kekasih sahabatnya.

avataravatar
Next chapter