8 Pulang Bersama Belva

"Nih pakai helmnya." Belva memberikan helm warna ungu ke Tania dengan muka kesal.

Mereka sedang berada di di tempat parkir sekolah yang luas. Tinggal beberapa motor yang tersisa, sebagian besar sudah pada pulang. hanya beberapa yang sedang mengikuti ekstrakurikuler dan sedang mengerjakan tugas saja yang tinggal di sekolah.

"Ih, nggak ikhlas gitu ngasihnya," ucap Tania sambil mengambil helm yang diberikan Belva dengan senyum. Tak peduli dia di jutekin seperti apa, dia tetap ceria dan selalu tersenyum dihadapan Belva.

"Lain kali kalau mau nebeng jangan nyusahin. Kalau di anterin, helmnya dibawa, Jadi kalau pulang bareng orang lain enggak kebingungan kayak gini. Untung dibolehin pinjam helm ke ibu kantin." Belva ngedumel sambil memasang helm di kepalanya. 

"Ya udah, besok kalau diantar, helmnya aku bawa masuk ke kelas. Siapa tahu diantar Kak Belva lagi," ucap Tania sambil memasukkan helm ke kepalanya.

"Nggak bakalan. Ini yang pertama dan yang terakhir."

"Ish, nggak ada yang mustahil di dunia ini kali kak. Kak, ini gimana masangin belt helmnya, susah." Tania memegang belt helm dengan muka manja. Berharap dipasangkan oleh Belva, dan terjadi adegan romantis seperti di film-film.

"Manja banget sih. Jadi cewek itu yang mandiri."

"Emang susah kok."

"Kapan sih kamu nggak ngerepotin orang lain, ya udah sini," ucap Belva jutek. Ia perlahan menjulurkan tangannya dan meraih belt  dengan penuh kehati-hatian. Tania tersenyum, memandang wajah Belva dari jarak yang sangat dekat.

Hatinya kembali jedak jeduk. Ah, dia berharap belt helmnya susah dipasangkan sehingga dia bisa berlama-lama menatap wajah jutek penuh kharisma.

Tania mengamati Belva yang sedang serius memasangkan belt helm. Wajahnya tampak serius, kulit bersih yang tanpa dihinggapi satupun jerawat itu tampak begitu mempesona. Hidung mancungnya membuat Tania ingin menoel. Ah, andai saja waktu bisa berhenti, dan membiarkan Tania bisa sedekat Itu dengan Belva sepanjang waktu.

"Udah," ucap Belva yang baru saja berhasil memasangkan belt helm. Belva segera menjauhkan wajahnya.

"Yah, kok sudah sih." Tania berucap manja sambil terus memandang wajah Belva. Senyum tidak hilang dari bibirnya. 

"Naik sekarang!"

"Eh, sebentar kak. Penting!"

Tania segera mengambil handphone yang ada di tasnya dan segera mengetik sesuatu di ponselnya untuk kak Doni.

[Kak, pulang aja. Aku mau diantar kakak kelas. Kakak cepat pergi dari depan gerbang. Jangan sampai terlihat olehku. Cepet kakak pergi. Sekarang.]

"Ngapain sih?"

"WA mama, ngasih tahu kalau aku dianter sama pujaan Hati," ucap Tania cengengesan sambil memasukkan handphone kembali ke dalam tas.

"Dih, ngarep banget. Udah cepetan naik! Sebelum aku berubah pikiran nih."

"Iya. Eh kak bentar mau foto dulu. Biar semua orang tahu aku mau diantar sama Kak Belva." Tania yang bersiap untuk mengambil handphonenya lagi di dalam tas.

Belva tak mengindahkan ucapan Tania, dia langsung naik ke motornya dan bersiap untuk menstarter motor dan melajukannya. Belva paling tidak suka sama orang yang ribet.

"Eh, eh, tunggu dong kak!" Tania segera mencangklong kembali tasnya dan tidak jadi ambil handphone.

"Kalau tahu kamu seribet ini, nggak bakalan mau aku nganter kamu."

"Iya, aku naik sekarang. Bawel ih."

Tania segera naik ke motor  dengan bibir yang sedikit mengerucut.

Akhirnya motor segera melaju dan melewati gerbang depan sekolah.

Gawat! Kak Doni masih nangkring di atas motor di depan gerbang, kemungkinan dia tidak membaca pesan Tania.

ketika tepat mereka melintas di hadapan Doni,  Tania langsung mengerjap-ngerjapkan matanya sebelum Doni manggilnya, dan ... Ternyata Doni tidak ngeh dengan kode Tania. Yang paling parah, Belva menghentikan motornya di dekat Doni, karena jalanan masih ramai dan dia belum bisa menyeberang jalan.

"Tan," panggil Doni dengan suara keras dengan ekspresi bingung. Tania langsung meletakkan jari telunjuk di depan bibir.

"Kamu kenal?" Tanya Belva yang menoleh sebentar lalu segera fokus kedepan.

"Oh, tetangga. Yang lagi menjemput adiknya," ucap Tania ngasal. Doni langsung membelalakkan matanya, kesal karena tidak diakui.

Tania terus memberi kode Doni dengan tangan kanannya seperti sedang mengusir ayam, isyarat agar Doni cepat pergi.

"Siapa itu?" Doni hanya menggerakkan bibir tetapi tidak mengeluarkan suara.

"Calon adik ipar kak Doni." Begitu juga dengan Tania, dia juga hanya menggerakkan bibirnya tanpa mengeluarkan suara. Sedangkan Belva masih fokus ke depan mencari celah agar bisa segera menyebrang.

Doni hanya menatap geram ke arah adiknya sambil mengepalkan tangan pura-pura mau memukul.

Jalanan sudah agak lengang, Belva segera melajukan motornya. Sedangkan Tania hanya melambaikan tangan dengan ceria ke arah kakaknya yang sedang kesal karena kelakuan ajaib Tania.

"Hish, punya adek satu, kelakuan ajaib banget. Untung sayang, kalau nggak, sudah aku buat pergedel dia," ucap Doni pada dirinya sendiri. Lalu ia segera menstater motornya dan melajukan motor menuju ke rumah.

***

"Ini rumah kamu?"

"Iya, Ayo mampir dulu kak," ucap Tania sambil turun dari motor.

Mereka berhenti di depan gerbang. Pak Anto, scurity rumah Tania sedang asyik bermain TTS di pos.

"Eh, sebentar deh. Kamu itu kan orang berada ya. Terus kenapa tadi tidak minta dijemput sama sopir?"

"Nggak terbiasa. Aku kemana-mana naik motor diantar sama Kak Doni. Lebih asik. Apalagi kalau naik motornya dibonceng sama kak Belva, makin asik."

"Alasan banget sih. Bilang aja pengen aku anterin. Sini cepat copot helmnya. gara-gara kamu aku harus balikin helm ini ke ibu kantin besok."

"Nggak bisa bukanya, susah."

"Ih, itu tangan fungsinya buat apa sih. Sini!" perintah Belva yang meminta Tania untuk mendekat.

Dengan senang hati, Tania segera mendekat ke Belva dan mengangkat dagunya dengan senyum.

"Ini. Jangan cepet-cepet ya bukainnya." Tania kembali memandang Belva dari jarak dekat.

"Nyusahin banget sih hidup kamu. Udah, masuk sana!" Ucap Belva sambil mencabut helm dari kepala Tania.

"Suatu saat Kak Belva senang aku repotin seperti ini."

"Itu akan terjadi kalau kucing bisa bertelur. Udah, aku mau pulang,"

"Terima kasih, kakak Belva!"

Ketika Belva sudah bersiap pergi, Doni datang dengan muka bersungut-sungut.

Tania langsung menepuk jidat. Kenapa Doni bisa secepat itu pulangnya. Ketahuan dong kalau dia itu adalah kakaknya Tania.

"Tan, temennya diajak masuk," ucap Doni sambil tersenyum dibuat-buat yang sepertinya sengaja. Tania melotot geram ke arah Doni.

"Loh, itu? Katanya tetangga kamu, kok di sini. Di rumah kamu."

"Lain kali jangan mau dikibulin sama dia. Perkenalkan, saya Doni, kakaknya Tania," ucap Doni. Tangan kirinya merangkul Tania kuat, sedangkan tangan kanannya menjulur ke depan Belva.

Tania hanya melotot. Kaki kanannya dengan cekatan segera menginjak kaki Doni. Doni langsung berjingkat dan meringis kesakitan. Belva hanya memandang mereka berdua dengan muka bingung.

avataravatar
Next chapter