4 Menunggumu

"Kemarin waktu MPLS bukannya ada yang bilang, bahwa kalau ada apa-apa, kakak anggota OSIS siap membantu. Mana buktinya? Cuma ngomong doang yang kemarin? Cuma pencitraan di depan murid baru? Ah, nggak asik ternyata. Hanya manis di bibir." Tania pura-pura kesal dengan memalingkan muka.

"Aku akan membantu siapapun, asal bukan rambutan yang ngeselin seperti kamu. Sana pergi! Sebentar lagi bel berbunyi. Mau fokus baca."

"O ... Jadi begitu? benar-benar nggak konsisten dengan apa yang diucapkan. Ya sudah, biar aku ngadu saja sama petugas perpustakaan nya. Kalau kakak kelas nggak mau bantu."

"Ish, dasar anak kecil ngeselin. Nih!" Belva mengambil kartu perpustakaan di sakunya, lalu ia letakkan kartu perpustakaan itu di meja dengan kasar.

"Terimakasih, kak Belva." Tania mengambil kartu perpustakaan itu dengan riang, lalu ia segera membawanya ke petugas perpustakaan. Jika ada buku yang dipinjam dengan kartu Kak Belva, itu berarti mereka masih ada kesempatan untuk berkomunikasi lagi, dengan alasan mau mengembalikan buku.

Belva hanya memandang Tania dengan tatapan kesal. Setelah selesai meminjam buku, Tania kembali menghampiri Belva.

"Terima kasih kak Belva. Ini kartunya aku kembalikan, nanti waktu pengembalian buku aku pinjam lagi ya?"

"Bawa saja kartunya. Kembalikan kalau kamu sudah selesai." Belva menjawab dengan terus mengarahkan pandangannya ke buku. Ia tidak menoleh ke arah Tania sedikitpun.

"Baiklah. Aku boleh duduk sini?"

"Banyak bangku yang kosong yang bisa kamu duduki."

"Tapi aku maunya di sini."

"O.K. silakan duduk di sini," ucap Belva. Lalu ia berdiri, dan beranjak meninggalkan Tania yang terbengong di tempatnya. Terus, untuk apa Aku di sini kalau kamunya pergi, kak Belva?

***

Malam itu, Tania senyum-senyum sendiri di kamar. Ia membuka ponselnya, sambil memandang foto Belva yang ia ambil saat pulang sekolah. Saat itu Belva sedang berjalan dengan kharismanya yang membuat Tania klepek-klepek. Entahlah, apakah Tania hanya sekedar penasaran dan kagum, ataukah ada perasaan lain. Yang jelas, Tania selalu mencari-cari kesempatan untuk bisa dekat-dekat dengan Belva.

"Eh, kenapa aku nggak coba WA aja ya?" Tania berbicara sendiri sambil tersenyum. Kebetulan ia memiliki nomor WA Belva saat MPLS.

Tanpa pikir panjang, Tania langsung mengetikkan pesan untuk Belva.

[Kak Belva, lagi apa?]

10 menit, centang 2 abu2. 20 menit centang biru tapi tidak di balas. 30 menit, tetap centang biru tanpa balasan. Padahal Tania terus mantengin chat tanpa kedip.

[Kak Belva]

Ia mengulangi chatnya.

Tetep di read aja tanpa dibalas seperti koran.

"Kak Belva, maaf ya buku perpustakaan yang aku pinjam pakai kartu kak Belva robek." Tania sengaja berbohong untuk mencari perhatian, dan ... Berhasil.

[APA??? ROBEK? KENAPA KAMU TIDAK BISA BERTANGGUNG JAWAB DENGAN APA YANG SEHARUSNYA KAMU JAGA?]

Kurang dari 1 menit pesan sudah terbalas. Melihat itu, Tania langsung tertawa kegirangan. Ternyata harus pakai trik dulu baru diperhatikan.

"Oh, Kak Belva masih bisa ngetik? Aku kira tangannya lumpuh sampai tidak bisa bales chat. Bukunya masih aman kak. Sehat tanpa kurang suatu apapun. Kak Belva lagi apa?"

"NGGAK LUCU."

"Aku memang tidak lagi melawak, aku juga tidak bisa melawak. Aku kan cuma tanya, Kak Belva lagi apa? Masa begitu aja nggak mau jawab."

"Belajar."

"Belajar apa?"

"Bahasa Inggris."

"Bahasa Inggrisnya tentang apa?"

Di seberang sana, Belva tampak kesal dengan pertanyaan Tania yang tidak ada habisnya. Saking kesalnya, Belva sengaja menelpon Tania. Tania langsung melongo, serasa mau pingsan. Kak Belva menelponku. Ya Tuhan, aku harus bersikap bagaimana? Suaraku harus seperti apa? Aku harus ngomong apa dulu ya?

Tania tidak mau banyak berpikir, ia segera mengangkat telepon itu.

"Sebenarnya kamu mau tanya apa? Cepat tanya. Aku masih banyak tugas yang harus diselesaikan."

"Tugas bahasa Inggris?"

"Iya. Susah sekali ini. Jadi kamu jangan ganggu."

"Aku bisa bantu."

"Mana mungkin makhluk ceroboh sepertimu bisa membantuku mengerjakan tugas bahasa Inggris."

"Beneran, Kak. Aku bisa bahasa Inggris kok. Kalau Kak Belva mau, aku bisa bantu."

"Kamu hanya ingin mencari perhatian?"

"Ih, beneran. Jangan negatif thinking terus."

"Oke. Kalau begitu buktikan. Bantu aku mengerjakan PR bahasa Inggris besok pagi."

"Besok pagi?" Sania terkejut sekaligus bahagia.

"Besok pagi aku tunggu di taman sekolah jam 6 pagi. Bye!" Klik. Sambungan telepon dimatikan sepihak oleh Belva.

Tania terbengong sebentar. Ia menepuk-nepuk pipinya tidak percaya kalau besok ia akan bertemu berdua dengan Belva. Ia juga bisa mencari perhatian dengan menunjukkan kepiawaiannya dalam bahasa Inggris. Dia terdiam sejenak, lalu melompat-lompat di atas kasur kegirangan. Setelah ia merasa kelelahan, ia segera menenggelamkanmu dirinya di bawah selimut. Namun, matanya sulit terpejam. Sungguh, Tania tidak sabar menunggu hari esok.

***

Pukul 05.30, Tania sudah sampai di sekolah. Ia sengaja memakai bedak yang agak sedikit tebal dari biasanya. Ia juga memakai jepit rambut strawberry. Rambutnya ia sisir berkali-kali supaya benar-benar api. Bibirnya juga diolesi dengan lip balm tipis. Ah, hari ini Tania benar-benar bersemangat.

Dia ada janji bertemu dengan Belva jam 06.00, tetapi saking semangatnya, ia sudah sampai di sekolah saat pukul 05. 30. Sekolah masih sangat sepi, hanya ada beberapa pekerja dan tukang kebun yang sibuk melaksanakan tugasnya.

Tania duduk di kursi taman menghadap bunga-bunga yang bermekaran indah. Bunga-bunga itu, seperti perasaannya saat itu. Mekar, indah, dan mewangi mengharumkan sekitar. Tania melihat jam tangannya berkali-kali. Pukul 06. 00 tepat. Belum ada tanda-tanda kehadiran Belva. Ia celingak-celinguk ke sana kemari. Tetapi yang ia cari belum juga muncul.

Pukul 06.30, siswa-siswi sudah banyak berdatangan. Namun, Belva belum juga muncul menghampiri Tania di taman sekolah. Tania semakin resah, karena 30 menit lagi kelas akan mulai. Ia kembali celingak-celinguk mencari sosok yang ia tunggu sejak pagi, tetapi dia tidak menemukannya.

Pukul 07.00 tepat, bel berbunyi. Tania sudah berkali-kali melihat jam tangannya dengan resah. Kali ini, gadis yang selalu menampakan keceriaannya itu benar-benar kecewa. Dia sudah begitu bersemangat datang pagi-pagi, rela melakukan hal yang tak pernah ia lakukan sebelumnya, tetapi ternyata sampai bel masuk berbunyi, Belva tidak datang menghampirinya. Raut muka Tania yang selalu ceria, kali ini berubah muram. Ia memang selalu riang dan gembira, tetapi bukan berarti ia tidak bisa merasakan sedih. Kadang, cerianya seseorang itu hanya untuk menutupi rasa sakit.

Ternyata ia terlalu kepedean bahwa Belva mau menemuinya dan minta diajari bahasa Inggris oleh sang adik kelas. Tania merasa, ia terlalu berharap lebih. Lalu, dengan berat hati, Tania pergi meninggalkan taman sekolah dengan muka memerah dan mata mulai berkaca-kaca.

avataravatar
Next chapter