11 Masih tentang kamu, Kak Belva

"Ma, Tania berangkat dulu ya?" Tania menyambar roti yang ada di atas piring kecil di atas meja, lalu mengunyahnya dengan mulut penuh. Tangan kanannya sibuk membawa tas kertas berisi sekotak pare yang sudah diiris dan dicuci bersih oleh Mbak Sum. Juga sekotak nasi putih.

"Tan, makan yang bener dong duduk dulu."

"Sudah terlambat, Ma," teriak Tania yang berhambur keluar. Ada sedikit rasa sakit ketika melihat mamanya yang sendirian pagi ini. Ya, papanya tidak pulang semalam. Namun, Tania segera menghela nafas panjang dan mengeluarkannya pelan-pelan. dia tidak mau terus terlarut dalam kesedihan. Dia segera berlari ke depan menuju ke depan gerbang. .

Ternyata Belva sudah nangkring di atas motor di depan gerbang.

Belva sungguh tampak gagah di atas motor Sport keluaran terbaru. Motor 250 CC berwarna biru itu cocok sekali untuk tubuh Belva yang atletis. Ya, kali ini Belva mengendarai motor baru yang membuat kadar kekerenan nya naik berkali-kali lipat. Dia nangkring di atas motor dengan helm yang kacanya sengaja dibuka sedikit. Tania segera berlari menghampirinya.

"Cie, motor baru," goda Tania yang masih mengunyah makanan.

"Ish, kalau sedang makan di habiskan dulu. Jangan sambil ngomong."

Belva menatap Tania, entah itu tatapan jijik atau apa. Yang jelas Baru kali ini dia menemukan seorang gadis yang tidak ada jaim-jaimnya sama sekali. Selalu apa adanya tanpa gengsi.

Tania segera menelan makanannya lalu tersenyum.

"Iya iya. Keren banget kak motornya. Pasti aku orang pertama yang naik motor ini kan? Asyik! Ini bawain dulu, soalnya susah naiknya. Besar bener motornya," ucap Tania yang tanpa merasa bersalah meletakkan tasnya yang berisi pare dan nasi putih di depan Belva.

"Oe, Kamu kira aku ojek. Seenaknya diminta bawa barang."

"Yaelah. Sebentar doang kak. Aku mau naik motor dulu. Susah ini pakai rok, untung aku pakai celana dalamannya." Tania yang bertubuh mungil itu sedikit kesusahan naik ke atas motor sport Belva yang notabene berukuran besar. Akhirnya ia berhasil naik ke motor itu dengan bangga.

"Udah bisa?"

"Bisa dong."

"Ini. bawa sendiri tas kertas jelekmu ini. Apa sih isinya? Kayak nasi putih doang? Buat apa?"

"Ini nanti kalau aku beli bakso, buat makan bakso. Soalnya beli bakso doang tanpa nasi nggak bisa buat Aku kenyang. Jadi harus ada nasi dan pare mentah biar aku semakin berselera makan."

"Ih, aneh banget sih ini manusia. Jangan sampai kamu makan sama aku. Bisa malu sampai ke ubun-ubun kalau makan bakso terus bawa nasi."

"Suatu saat aku pasti bisa makan bakso sama Kak Belva. Oh iya kak, Aku belum pakai helm. Hehe," ucap Tania sambil meringis.

Belva hanya mendecih sebal sambil meraih helmnya yang yang digantung di motor bagian depan lalu memberikannya ke Tania.

"Nih, pakai. Nanti balikin ke ibu kantin. Kemarin aku sudah pinjem buat kamu, nanti kamu yang harus balikin."

"Siap kakak Jutek!"

"Apa?"Belva menoleh ke belakang sambil melotot geram

"Kakak Jutek kesayangan," ucap Tania sambil tersenyum ke arah Belva seolah tanpa dosa. Melihat wajah polos Tania yang sedang tersenyum, Belva hanya menelan ludah. Dia yang tadinya ingin marah-marah akhirnya tersihir oleh wajah polos Tania. Dia segera memalingkan muka dan fokus ke depan lalu segera melajukan motornya ke sekolah.

***

"Tan, tadi anak-anak heboh katanya kamu berangkat sekolah sama Kak Belva?" Cantika menulis di buku tulisnya dengan muka yang yang ditekuk.

"Iya."

"Kok bisa?"

"Bisa lah," Tania yang saat itu juga sedang menulis sambil tersenyum. Rasa bahagia saat di bonceng oleh Belva masih belum bisa hilang.

Cantika meletakkan pulpen diatas bukunya. Dia memandang Tania yang wajahnya sedang berseri-seri.

"Tan," panggil Cantika lembut sambil memandang sahabatnya yang sepengetahuannya tidak pernah merasakan kesedihan. Karena Tania selalu menampakan wajah berseri-seri ketika berada di sekolah.

"Hmmm ... " Jawab Tania yang masih terus menulis.

"Kamu suka sama Kak Belva?"

"Suka lah. Siapa yang nggak suka sama kakak anggota OSIS yang ganteng, keren, motornya bagus, kharismatik lagi."

"Bukan itu maksudku. Em ... Apakah kamu sayang sama Kak Belva?"

Cantika terdengar serius saat bertanya. Tania pun meletakkan pulpennya, lalu dia balik menatap Cantika.

"Kenapa kamu bertanya seperti itu? Ada apa?"

"Nggak ada apa-apa sih. Tetapi aku kan sudah bilang sama kamu, kalau Kak Belva itu sudah punya pacar. Aku tidak mau kamu menjadi pengganggu antara kak Belva sama pacarnya."

"Oh, kak Belva juga sudah bilang kok soal itu. Tenang saja, biarkan kehidupan ini mengalir. Aku hanya ingin berteman dekat aja sama Kak Belva. Berteman dekat saja sudah syukur, jadi masih belum memikirkan rasa sayang atau yang lain."

"Jadi kamu enggak sayang sama Kak Belva?"

"Suka sih iya. Kalau sayang sepertinya terlalu jauh. Ih, tapi kenapa sih kamu tanya begitu? Seolah-olah kamu pacarnya aja."

Cantika tersenyum, lalu dia melanjutkan menulis.

"Enggak apa-apa. Lega aja kalau kamu nggak Sayang sama dia. Mana mungkin Kak Belva yang karismatik begitu dekat sama orang ceroboh dan bawel kayak kamu. Nggak pantes. Apalagi kamu kan makannya banyak. kasihan banget nanti Kak Belva kalau sampai punya pacar kayak kamu. Kak Belva pasti hilang kharismanya jika jatuh di tangan orang kaya kamu," ucap Cantika meledek.

Tania memukulkan bolpoinnya ke Cantika. Cantika hanya menjawabnya dengan kekehan.

***

"Mau pulang bareng?"

Tania langsung melongo mendapatkan pertanyaan yang tidak terduga.

Tania yang saat itu sedang berdiri di depan gerbang sekolah sambil membawa helm langsung membeku menatap Belva yang nangkring di atas motornya. Laki-laki tertampan nomor 1 menurut Tania itu masih menyalakan mesin motor.

"Kak Belva baru kejedot?"

"Kamu sudah hampir setengah jam kan berdiri di situ. Mungkin kamu kena karma karena kemarin bohong sama aku. Nggak dijemput juga kan akhirnya. Ayo naik?"

"Serius?"

"Kalau kamu nanya sekali lagi aku akan berubah pikiran."

Tania segera memakai helmnya segera naik ke atas motor besar Belva. 

"Itu helm kenapa tidak dikembalikan ke ibu kantin?"

"Sengaja dipinjam lagi."

Tania tersenyum. Sebenarnya ia ingin tertawa terbahak-bahak, tapi takut Belva malu. Akhirnya dia bisa kembali naik di jok belakang motor keren Belva sambil menghirup wangi tubuh Belva yang selalu teringat ingat meskipun Tania sudah sampai di rumah.

"Kak, aku lapar," ucap Tania tanpa malu.

"Makan aja nanti di rumah kamu sendiri."

"Pengen makan bakso."

" Beli aja nanti kalo sudah sampai ruamah."

"Pengennya sekarang."

"Kamu pikir aku siapa mau menuruti permintaanmu?"

"Kak Belva adalah calon kekasih hatiku." Tania mengucap santai, namu ternyata dia deg-degan setelah mengucapkannya.

avataravatar
Next chapter