3 Jurus Pendekatan Tania

Sejak pertemuan pertama, Tania sudah mendapatkan cap buruk di mata Belva, tetapi hal itu sama sekali tidak membuat nyali Tania ciut untuk mendapatkan perhatian dari Belva. Entahlah, yang dirasakan Tania hanya perasaan kagum atau apa. Namun yang jelas, Tania selalu berharap bisa sering-sering menatap muka jutek dan dinginnya Belva.

MPLS sudah berakhir. Kegiatan belajar mengajar sudah berjalan seperti biasa. Tetapi rasa penasaran Tania terhadap Belva semakin besar. Tidak pernah ia seperti ini sebelumnya. Dia seperti tertantang, untuk bisa menaklukan laki-laki sedingin es batu itu. Meskipun kali ini sedikit sulit, mengingat sudah beberapa kali Tania membuat Belva ill feel.

"Cantik, antar aku ke kamar mandi yuk?"

"Lagi? Bukannya tadi pas pelajaran Pak Arif kamu sudah izin ke kamar mandi, sekarang pas pelajaran Bu Reva ke kamar mandi lagi?"

"Kalau perlu, setiap ganti guru aku ke kamar mandi. Biar bisa lewat kelasnya kak bellva," bisik Tania sambil tersenyum.

Cantika hanya bisa membelalakkan matanya. Lalu ia tertawa kecil.

"Ngapain sih? Dia itu sudah punya pacar, Tania. Kamu lewat 100 kali pun dia tak akan menoleh."

"Ih ... Sok tau. Ayuk?"

"Nggak mau."

"Ayooooo ... " Tania menggeret tangan chantika, hingga Cantika tidak bisa lagi mengelak. Lalu mereka izin ke kamar mandi untuk yang kedua kalinya. Sepertinya ada satu lagi tempat favorit bagi Tania di SMA ini, yaitu kamar mandi.

Setelah bu Riva mengizinkan mereka, Tania menggamit tangan Cantika. Sebenarnya ada kamar mandi yang lebih dekat, tetapi Cantika memilih kamar mandi yang agak jauh yang melewati kelas XI IPA2, kelas Belva.

Dari kejauhan, sudah tampak Belva  yang duduk di bangku depan. laki-laki yang memiliki tahi lalat di dagu sebelah kanan itu sedang fokus mendengarkan guru, dan itu tampak mempesona di mata Tania. Tania mengajak berhenti sejenak, mengamati Belva dari kejauhan.

"Eh, itu Kak Belva ada di bangku paling depan. Nanti kamu pura-pura batuk ya? Biar dia menoleh," bisik Tania.

"Ih, ogah. Kenapa nggak kamu saja yang pura-pura batuk?"

"Batuk kamu itu merdu, jadi pasti kak Belva menoleh."

Mendengar itu, Cantika menahan tawa. Mana ada batuk Merdu?

Tania kembali menggamit tangan Cantika, lalu ia sengaja memperlambat jalannya ketika tepat di depan kelas Belva. Lalu Tania sengaja menginjak lembut kaki Cantika biar dia pura-pura batuk seperti apa yang diminta. Cantika bukannya pura-pura batuk tetapi malah menjerit karena kakinya sakit terinjak oleh Tania, dan benar perkiraan Tania, Belva pun mendongakka kepala, ia tersenyum melihat Cantika yang lewat perlahan. Tania langsung shock melihat senyum Belva untuk yang pertama kalinya. Ia langsung meleleh, sampai seperti mau pingsan. Namun ketika ia menoleh kearah Cantika, dia sadar bahwa senyum itu untuk Cantika bukan untuk dirinya.

Menyadari itu Tania segera mempercepat langkahnya sambil tetap memegangi tangan Cantika.

"Mengajak dirimu itu antara benar dan salah. Benarnya, akhirnya aku bisa melihat senyumnya, tetapi salahnya, senyumnya bukan untukku, tapi untukmu. Kenapa sih kamu cantik banget, Cantik." Tania terus ngedumel sambil mengerucutkan bibirnya. Cantika yang sudah hafal tabiat Tania beberapa hari ini hanya bisa terkikik.

"Aku merasa aneh dengan diriku sendiri, kenapa mau maunya aku disuruh kamu begini begitu. Apalagi tadi aku sempet menjerit gara-gara kaki jailmu itu. Malu, Tania." Cantika pura-pura melotot. Kali ini gantian Tania yang tertawa.

Ya, hanya sekedar begitu saja sudah membuat Tania tersenyum. Mungkin memang konyol, tetapi begitulah Tania. Ia selalu berusaha untuk membuat dirinya sendiri bahagia dengan caranya sendiri.

Mereka berdua akhirnya berputar mencari jalan lain untuk kembali ke kelasnya tanpa mampir ke kamar mandi. Iya, ini memang konyol. Tetapi akan menjadi kenangan manis ketika mereka mengenang nanti.

***

"Hai." Terdengar suara lembut menyapa telinga Cantika dan Tania yang saat itu sedang asyik mencatat catatan yang ketinggalan saat mereka melakukan hal konyol pura-pura ke kamar mandi tadi.

Tania mendongakkan kepala. Dia langsung membulatkan matanya dan membeku ketika melihat bellva berdiri dihadapannya.

"Kak Belva, cari aku?"

Wajah Tania berbinar-binar. Terlihat sekali sumringah dari wajah Tania.

"Ngapain cari rambutan?" Belva berkata dingin dan ketus pada Tania. Ia menoleh ke arah Cantika, wajahnya tiba-tiba berubah teduh, lalu ia menarik kedua ujung bibirnya. Tersenyum, ke arah Cantika.

"Cantik, nanti pulang bareng?" Suara yang biasanya ketus kali ini terdengar lembut.

"Laki-laki ya, dimana-mana sama. Kalau lihat yang bening pasti raut mukanya sumringah." Tania hanya melirik kesal kearah Belva sambil mengerucutkan bibirnya.

"Hari ini aku pulang dijemput Ayah, Kak. Kapan-kapan aja ya?"

"Ya udah kalau begitu, enggak apa-apa. Aku mau ke perpustakaan dulu. Duluan ya?" Belva kembali menatap Cantika sambil tersenyum dan tidak melirik kearah Tania sama sekali.

"Ish, kok kalian sudah terlihat akrab begitu?"

"Iya. Dulu aku sama Kak Belva 1 SMP. Kebetulan rumahnya juga nggak jauh dari rumahku."

"O ... Nggak apa-apalah dia lebih merespon kamu sekarang. Nanti bakal aku kuasai si makhluk dingin yang bikin penasaran itu."

"Kamu beneran suka atau hanya penasaran sama Kak Belva?"

"Ngefans aja aku sama dia. Sikapnya yang cool itu suka bikin penasaran. Terus senyum yang yang jarang terlontar itu suka bikin klepek-klepek."

"Ngefans aja?"

"Iya. Eh Kak Belva ke perpustakaan, kita ke sana juga yuk? Pepet terus pokoknya."

"Nggak mau, aku masih mau nyatat pelajaran bahasa Indonesia yang ketinggalan gara-gara kamu."

"Ya udah, kalau gitu aku ke perpustakaan sendiri. Bye!" Tania segera beranjak dari tempat duduknya dan menuju ke perpustakaan.

Tania sebenarnya juga suka dengan perpustakaan, dulu waktu di SMP dia betah berjam-jam di perpustakaan ketika jam kosong. Tempat yang selalu bisa membuat Tania tenang, sejenak melupakan masalah yang ia alami.

Sesampainya di perpustakaan, yang pertama ia tuju adalah deretan novel. Ya, novel adalah hal yang selalu membuat Tania merasa memiliki dunia sendiri. itulah mengapa novel dan Tania adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan.

Setelah ia mengambil novel yang menurutnya menarik, Tania segera celingak-celinguk mencari Belva. Makhluk yang sedang ia cari sedang bertengger di bangku paling pojok. Ia terlihat serius membaca buku ensiklopedi. Ya, mungkin kehidupannya memang seserius itu. Sehingga bacaannya pun juga bacaan berat.

Tania punya ide untuk bisa lebih dekat dengan Belva. Ia segera menghampiri Belva yang sedang serius membaca.

"Kak Belva!" sapa Tania dengan ceria.

"Ya Tuhan ... Kamu lagi? Kenapa kamu tersebar dimana-mana." Belva terlihat kesal melihat Tania.

"Ih, jangan ketus begitu sama adik kelas. Kak Belva, boleh pinjam kartu perpustakaan? Aku pengen pinjam buku. Tapi belum punya kartunya. Pinjem ya?" Tania berbicara dengan lembut sambil tersenyum.

"Nggak," jawab Belva pendek sambil meneruskan membaca.

Tania sudah menebak jawabannya akan seperti itu. Tapi bukan Tania namanya kalau nggak punya cara lain.

avataravatar
Next chapter