1 Hari Pertama

Tania mematut diri di depan cermin sepanjang badan. Ia Memakai seragam putih abu-abu yang sudah sejak lama ia impikan. Baju yang ter setrika rapi, sepatu keren yang baru saja ia beli, juga rambut berkuncir 30 seperti permintaan kakak OSIS. Sejak pagi ia sudah ribet menguncir rambutnya hingga 30 kuciran. Untungnya Tania jago dalam kucir mengucir rambut.

Hari ini Tania sangat bahagia, karena akhirnya ia akan memasuki masa yang disebut-sebut sebagai masa paling indah. Kata orang, dunia SMA adalah dunia yang penuh kejutan. Tania sangat menunggu kejutan itu, kejutan yang akhirnya nanti membuat Tania mengerti, bahwa kejutan itu tidak selamanya membahagiakan.

Setelah semua Ia anggap sempurna, gadis cantik berpipi chubby itu segera naik ke motor kakaknya yang sudah stand by di depan rumah.

"Hahaha ... Itu rambut apa nanas, berdiri banyak banget begitu," ucap kak doni sambil tertawa memegangi perutnya. Kakak satu-satunya Tania yang paling tengil, tapi sangat menyayangi Tania. 

"Apa sih, Kak. Susah tau bikinnya. Ayo cepet! Keburu telat." Tania naik ke motor dengan tergesa-gesa, ia tak mau saat hari pertama MPLS, ia terlambat.

Motor Kak Doni melaju dengan cepat menuju ke SMA Harapan Bangsa, Tania berkali-kali memukul pundak Kak Doni agar mempercepat laju motor, karena Tania sudah sangat tidak sabar bertemu dengan teman-teman dan lingkungan barunya.

Pukul 6.45 Tania sudah sampai di depan gerbang sekolah. Dia bergegas mencari ruangannya. Ia melihat sekeliling, sepi. Beberapa kelas sudah terisi penuh bahkan sudah ada kakak OSIS di depan masing-masing kelas. Apa mungkin jadwal memang dipercepat? Tania tidak mau bertanya tanya lagi, dan segera menuju ke kelasnya.

Ternyata sama, kelasnya pun juga sudah penuh.

"Permisi," ucap Tania dengan nada ceria, tak lupa ditambah senyum termanisnya.

Dua orang kakak OSIS yang sedang berdiri di depan kelas langsung menoleh ke arah sumber suara.

"Iya, ini jam berapa kamu baru datang?" ucap kak Belva dengan nada datar dan tatapan tajam. Dia salah satu kakak OSIS yang terkenal killer.

Sedangkan di sampingnya, kak Ardy sedang tertawa ngakak melihat Tania di depan pintu dengan kunciran 30. Seharusnya ia jaga wibawa, tetapi saat itu ia benar-benar tidak bisa menahan tawa.

Mata Tania langsung tertuju pada kak Belva. Dia memang terlihat dingin, tetapi entah kenapa malah terlihat menarik dimata Tania. Kata-kata tegasnya, tatapan mata tajamnya, belah dagunya, membuat Tania tak bisa mengalihkan pandangan.

"Hei, kenapa bengong di situ?" teriak kak Belva seketika membuyarkan konsentrasi Tania yang saat itu sedang menatapnya.

"Kak, bukannya ini masih jam 6.50 ya? Berarti saya belum terlambat kan? Mungkin kakak dan teman-teman yang datangnya terlalu awal. Jadi saya tetap tidak salah kan meskipun datang belakangan?" Tania menjawab seolah tanpa rasa bersalah. Memang begitulah gadis yang satu ini, ia tidak pernah mau mengaku salah kalau ia tidak merasa bersalah. Tak lupa ia memunculkan senyum yang selalu ia anggap manis.

"Hadap ke belakang!" perintah kak Belva ketus.

"Kenapa kak?"

"Hadap ke belakang sekarang!" ulangnya.

Tania langsung menghadap ke dinding bagian belakang kelas. Ia menatap jam dinding. Jarum jam menunjukkan pukul 7.15. Tania mengucek-ucek matanya, takut matanya tiba-tiba buram setelah melihat kakak manis berbelah dagu. Ternyata tetap, pukul 7.15. ia kembali melihat jam tangannya. Jarum jam tidak bergerak, berarti jamnya rusak. Tania langsung memejamkan mata, malu.

"Jam berapa?" tanya Kak Belva lagi.

"Maaf Kak, ternyata jam tangan saya rusak." Tania hanya cengengesan sambil garuk-garuk kepala yang tidak gatal.

"Eh, kamu. Itu kenapa rambut seperti itu?" tanya Kak Ardi masih sambil menahan tawa.

"Bukannya di petunjuk begitu ya Kak? Untuk perempuan harus dikuncir 30. Iya kan?"

"Sekarang coba lihat teman-temanmu. Apakah ada yang dikucir 30 sepertimu. Itu rambut apa rambutan?" Belva langsung menyambar karena geram dengan keteledoran Tania.

Tania sontak menoleh kearah teman-temannya. Ia  benar-benar mengamati rambut mereka. 1,2,3. Ya, hanya 3 kuciran saja. Tidak ada yang rambutnya dikuncir 30 seperti Tania.

"Hei kalian, salah kok bisa barengan begitu sih. Kan harusnya dikuncir 30?" ucap Tania pada teman-temannya yang belum dia ketahui namanya. Ia meringis, hanya kata-kata itu yang bisa ia ucapkan untuk menutupi rasa malunya.

Sontak teman-teman satu kelasnya tertawa ke arah Tania.

"Sudah salah, bukannya mengakui malah menuduh yang lain. Jadi sekarang kamu harus dihukum." Belva yang dingin itu tidak akan begitu saja melepaskan Tania.

Tania salah tingkah. Ia curi-curi pandang ke arah Belva yang masih tetap memasang wajah dingin. Tania sangat malu, masa iya, dia harus menunjukkan kesan pertama yang memalukan di hadapan cowok keren seperti Belva.

"Oke. Karena kamu terlambat, dan kunciran kamu juga salah, kamu harus dihukum. Aku yang menentukan hukumannya. Sekarang, rayu Kak Ardi dengan bahasa Indonesia yang baku," ucap Belva yang sebenarnya mencoba untuk mempermalukan Tania. Tapi sungguh, Belva salah orang. Tidak semudah itu mempermalukan Tania.

Ardi terlihat menyenggol lengan Belva dengan tatapan tidak suka.

"Apa-apaan sih kamu, hukuman itu yang mendidik, jangan seperti ini." Ardi berbisik ke telinga Belva.

"Ssst ... Ini hukuman yang pas untuk gadis ceroboh seperti dia," ucap Belva.

Ardi hanya membuang nafas kasar. Mau tidak mau ia harus mengiyakan hukuman itu.

"Kalau merayu Kak Ardi aku nggak bisa, kak. Karena nggak ada feel, aku nggak bisa. boleh nggak merayu kak Belva aja?" ucap Tania dengan penuh percaya diri. Mendengar itu Belva langsung terbatuk, dirinya sama sekali tidak menyangka kalau murid baru itu bisa seberani dan sepercaya diri itu.

Ardi terlihat menahan tawa. Tapi ia harus tetap terlihat cool, ia tidak boleh mencoreng pencitraannya sendiri.

"Boleh. Silahkan!" ucap Ardi sambil mempersilahkan Tania.

Tania girang bukan main. Ini hukuman yang menyenangkan baginya. Perlahan, ia berjalan mendekat ke arah Belva tanpa malu, lalu menatap kakak OSIS yang sudah membuat ia tertarik saat detik pertama dia menatap Belva. Kini, manik mata mereka saling bertatap. Membuat Tania semakin meleleh melihat tatapan teduh Belva.

"Jika Aku diizinkan untuk memilih, aku pasti lebih memilih untuk menjadi udara. Dia memang tidak terlihat, tetapi dia selalu ada untukmu, dan selalu menemanimu selama nyawa masih tertanam di tubuhmu. Ya, Aku ingin seperti udara, yang tak pernah terpisah dari ragamu, kak Belva."

Belva hanya membulatkan matanya, lalu ia menelan ludah. Ia dibuat gugup oleh anak baru yang yang ia anggap cukup berani. Belva hanya terdiam sambil mengusap-usap tengkuknya.

Mendengar puisi yang diucapkan oleh Tania, seluruh isi kelas bersorak.

"Dari hati banget sih kayaknya," celetuk salah satu siswa.

Sedangkan ardi, dia benar-benar menahan tawa melihat ekspresi Belva, antara malu, salah tingkah dan terkejut. Ternyata kakak OSIS killer itu bisa salah tingkah juga.

"Ya sudah, sekarang kamu bisa duduk! Ingat, jangan buat kesalahan lagi."

"Kalau kesalahan itu bisa membuat aku lebih dekat pada Kak Belva, aku pasti akan terus membuat kesalahan. Terima kasih atas kesempatan untuk merayu kak Belva hari ini, kak Ardy," ucap Tania girang tanpa rasa bersalah, lalu ia segera menuju ke salah satu bangku yang kosong. Sedangkan dua cowok yang ada di depan kelas, hanya bisa terbengong mendengar jawaban tak terduga dari Tania.

avataravatar
Next chapter