17 Belva Remidi?

Hari itu, Tania pulang dengan ojek online. Awalnya dia memang mau minta kakaknya untuk tidak menjemput, supaya dia mempunyai alasan untuk minta diantar Belva. Namun, ternyata ada wanita lain yang akan duduk di jok motor belakang Belva. Tania fikir, dia bisa nangkring di motor kerennya belva sering-sering, eh ternyata, mungkin saat itu adalah terakhir dia naik motor Belva.

Tania meminta tukang ojek untuk ngebut, akhirnya setelah beberapa menit dia sampai rumah. Rumah, ntah bisa disebut rumah atau tidak. Yang jelas, di setiap sudut rumah itu tidak ada yang membuat dia nyaman kecuali kamarnya. Kamarnya adalah satu-satunya ruang dimana dia merasa nyaman. Dia bisa melakukan apapun yang dia mau dan apa yang dia suka. Mendekam di kamar dan menutup telinganya dengan handsfree. Ya, supaya tidak mendengar apapun yang bisa menyakitkan hatinya.

"Selamat siang, Anak cantik mama," sambut Bu siwi saat Tania baru saja membuka pintu. Saat itu Bu siwi sedang duduk di sofa sambil membaca majalah. Meskipun dia mencoba untuk melengkungkan senyum, tetapi masih terlihat jelas gurat kesedihan di wajahnya.

Tania menghampiri mamanya, lalu mencium punggung tangannya. Sangat lama. Sejak kemarin, Tania belum ngobrol sama mamanya. Bukan apa-apa, dia masih tidak sanggup mendengar berita buruk yang mungkin akan keluar dari mulut sang mama.

Tanpa angin tanpa hujan, tiba-tiba mata Tania memanas, dan matanya mulai basah yang akhirnya jatuh ke punggung tangan bu Siwi.

"Anak Mama kenapa? Tumben lama banget cium tangan mama."

Bu Siwi pun berkaca-kaca. Tidak ada percakapan yang mengarah ke arah itu, tetapi mereka saling tahu apa yang sebenarnya membuat mereka merasa nelangsa.

Tania melepaskan tangan mamanya. menghapus air mata yang membasahi pipi dengan kedua ibu jari. Dia duduk di samping sang mama dan menatap mata seorang ibu cantik yang selalu ingin ia bahagiakan.

"Enggak apa-apa. Tania Hanya ingin bilang, bahwa aku akan membuat Mama bangga. Tania akan membuat Mama bahagia Apapun yang terjadi. Suatu saat nanti, Tania pasti akan membahagiakan Mama."

Bu Siwi mengerjapkan matanya beberapa kali. Dia tidak ingin air matanya luruh di hadapan Tania.

"Ya iyalah kamu harus membuat Mama bahagia. Kamu dan Doni pasti akan membuat Mama bahagia dan bangga. Makanya sekolah yang serius, jangan pacaran mulu!" Bu Siwi menowel hidung Tania sambil tersenyum.

Tania ikut tersenyum, meskipun dadanya masih terasa sesak. Kapan pun ia ingat papanya, saat itu juga dia selalu merasa sesak nafas. Tania menyandarkan kepalanya di bahu Bu Siwi. Tangannya menggelayut manja di lengan ibu cantik itu.

"Ish, pacaran dari mana. Pacar aja nggak punya. Makanya mama doain dong!"

"Ih, nggak mau. Maunya mama, Tania belajar yang serius. Nggak perlu mikirin pacar pacaran. Eh, tapi kata kak Doni, kamu punya pacar namanya Belva. Kok mama bisa nggak tahu?"

"Pengennya dijadiin pacar, Ma. Eh, malah keduluan sahabat sendiri."

"Bagus. Jadi kamu bisa fokus belajar. Urusan hati itu belakangan. Kalau kamu menjadi wanita yang sukses dan cerdas, kamu bisa mendapatkan laki-laki manapun yang kamu mau."

"Mama, lelaki yang tulus itu tidak peduli kita sukses atau tidak. Dia akan mencintaiku dengan apa adanya diriku. Jadi teori Mama itu sudah tidak berlaku di 2021, Mama."

"Dasar bandel ya anak Mama 1 ini," ucap Bu Siwi sambil mengelitik pinggang Tania.

"Ih mana kok gelitikin Tania sih, ampun Ma ... Ampun." Tania menggeliat sambil tertawa terbahak-bahak. Begitu juga dengan mama Tania. Bu Siwi tidak berhenti menggelitik Tania sambil terus tertawa. 2 wanita yang sedang terluka hatinya, akhirnya bisa sejenak lupakan kepedihannya dengan cara sederhana.

***

"Mbak Tania, Mbak Yani mau pengantar baju yang sudah disetrika." Mbak Yani mengetuk pintu dari luar kamar Tania sambil membawa setumpuk baju.

"Masuk saja Mbak Yani. Nggak dikunci," teriak Tania yang saat itu sedang tengkurap sambil mengerjakan tugas di atas tempat tidur.

"Ya Allah Mbak Tania. Sudah berapa kali Mbak bilang, kalau lagi belajar ya di meja belajar. Jangan tengkurap di atas tempat tidur seperti itu. Nanti mama Mbak Tania marah loh."

"Enggak akan, Mbak."

"Ya sudahlah terserah mbak Tania saja."

Tania tersenyum, lalu dia segera duduk. Mbak Yani meletakkan baju-baju itu di atas tempat tidur dan akan menatanya di lemari. Mata Tania langsung terbuka lebar ketika dia melihat dress casual warna pink yang berada di tumpukan paling atas. Tania mengambilnya, lalu mendekapnya dengan tersenyum.

Tiba-tiba, Tania kembali mengingat Belva. Dia ingat ketika Belva mengajaknya pergi saat suasana rumah Tania sedang kacau. Tania menunduk, dia meraih ponselnya yang berada di samping buku. Ingin rasanya Dia menghubungi Belva seperti malam sebelumnya. Ingin rasanya Dia mendengar suara jutek yang tidak pernah bisa lembut dihadapan Tania.

Tania meletakkan kembali handphonenya. Dia harus menahan diri. Tidak boleh menghubungi Belva, karena dia tidak mau rasa yang mungkin sudah ada di hatinya akan semakin besar.

Drrrtt... Drrrttt

Ponsel Tania bergetar. Mata tania langsung terbelalak ketika membaca nama yang berpendar di ponsel pintarnya.

Tania buru-buru mengangkatnya, dia memang tidak mau menghubungi duluan. Tetapi kalau Belva yang menghubungi dia, itu sudah lain cerita.

"Halo kakak jutek kesayangan," ucap Tania yang langsung saja nyamber.

"Kebiasaan! Nanti kalau Cantika denger bisa habis kamu."

"Kak, kok kak Belva nggak pernah cerita kalau pacar Kak Belva itu Cantika. Kalau cantika orangnya, kan aku nggak bisa nikung."

"Bisa nggak, berhenti nerocos dulu. Aku butuh bantuan!"

"Cie ... Butuh bantuanku ya?"

"Nggak usah sombong begitu. Besok aku remidi bahasa Inggris. Ajarin! Aku nggak mau remidi yang kedua."

"Apa? Belva si kakak OSIS yang jutek Dan karismatik dambaan para wanita itu remidi bahasa Inggris?" Tania berteriak sambil meledek, lalu ia tertawa terbahak-bahak.

"Diam! Aku bukan ingin ditertawakan tapi mau minta diajari. Besok aku jemput jam 06.00 ya? Nggak boleh kurang gak boleh lebih."

"Sebenarnya aku ingin menjauh darimu, kak Belva. Tapi kalau kakak yang memang membutuhkanku dan tidak bisa jauh-jauh dariku, aku bisa apa?"

"Ya Tuhan, ratu drama ini mulai lagi. Nggak kamu, nggak Mamaku, sama aja. Ya sudah, besok jam 06.00 tepat aku sudah berada di depan gerbang rumah kamu. Kamu juga sudah harus standby di sana. Bye!" Klik.

Sambungan telepon dimatikan. Memang begitu kebiasaan Belva. Dia selalu mematikan sambungan telepon secara sepihak. Tapi Tania tidak peduli. Dia memeluk handphone itu sambil senyum-senyum sendiri. Lalu dia berdiri dan loncat-loncat di atas tempat tidur.

"Yeay! Besok berangkat bareng kak Belva!"

"Mbak Tania kehabisan obat ya?" Mbak Yani menatap Tania dengan tatapan kesal karena tumpukan bajunya rubuh semua gara-gara Tania jingkrak-jingkrak.

avataravatar
Next chapter