7 Belajar Bahasa Inggris

"Nggak usah salting begitu," ucap Belva, karena terlihat jelas Tania sedang salah tingkah.

"Mana bisa, nggak salting liat kakak kelas cool seperti kak Belva," jawab Tania sambil memejamkan mata. Memang dasar gadis konyol, ada saja tingkahnya untuk menyembunyikan rasa groginya.

Belva hanya mencebik, lalu ia mengambil buku dari dalam tasnya.

"Oke, katanya kamu jago bahasa Inggris meskipun masih adik kelas. Sekarang buktikan!" Belva menyodorkan LKS bahasa Inggrisnya ke Tania.

"O ... Active and passive sentence? Ini mah gampang banget kak. Kan sudah ada rumusnya tinggal masukin."

"Nggak hafal."

"Tinggal cari di catatan pasti ada. Kalau kak Belva mencatat sih."

"Nggak usah meledek. Cepet kerjain."

"Kerjain? Nggak mau dong. Aku mau ngajarin cara-caranya. Nggak mau ngerjain langsung, meskipun aku ngefans sama kakak, bukan berarti aku mau aja diminta untuk mengerjakan apa yang bukan tugasku."

"Ngefans?" Belva mengerutkan dahinya.

Tania mengangguk tanpa malu. ia mengakui kalau dirinya memang ngefans kakak kelasnya itu.

"Ih, ngaku lagi." Belva terlihat kaget mendengar pengakuan Tania yang tanpa malu. Jujur saja baru saat itu Belva menemui gadis seperti Tania. Ceria dan selalu apa adanya tanpa ada yang ditutup-tutupi.

"Kenapa enggak ngaku? Memang kenyataannya begitu. Aku suka melihat Kak Belva yang cool dan jutek, lebih berkarisma," ucap Tania sambil tersenyum.

Mendengar penuturan Tania, Belva hanya tertawa, tetapi hanya tawa yang ditahan. karena bagaimanapun dia tetap harus menjaga wibawa sebagai kakak kelas yang cool.

"Enggak usah malu kalau mau tertawa, tertawa aja. Enggak usah ditahan-tahan."

"Tuh kan, bener. Kamu berisik. Ayo cepet ajarin."

"Eh iya." Tania tersenyum. Lalu dia mulai menjelaskan tentang active and passive sentence pada Belva. dia tidak ada rasa sungkan sedikitpun meskipun Ia adalah seorang adik kelas. Dia menjelaskan dengan detail, karena memang bahasa Inggris adalah pelajaran yang sangat Ia suka sejak dia masih duduk di bangku sekolah dasar.

Belva mendengarkan penjelasan Tania dengan sungguh-sungguh. Sejenak ia kagum dengan gadis ceroboh yang ada dihadapannya itu. Ternyata, dibalik sikap ceroboh dan masa bodohnya, tersimpan kepandaian yang mungkin tidak dimiliki oleh banyak orang. ia pandai dalam pelajaran yang mungkin dibenci oleh sebagian besar siswa.

Belva tersenyum sambil memandang Tania yang saat itu sedang asyik memberi penjelasan. Belva mengakui, aura Tania lebih keluar saat dia serius seperti itu. Tidak ada tawa dan tidak ada cengengesan seperti biasanya.

"Bagaimana kak? Penjelasanku membingungkan nggak?" ucap Tania sambil mendongakkan kepala. Dia langsung membulatkan matanya saat ia tahu bahwa Belva saat itu sedang memandangnya.

Belva yang ketahuan sedang fokus memandang Tania, akhirnya segera mengalihkan pandangan.

"Maaf, tadi kamu ngomongnya kecepetan, jadi aku belum paham," kilah Belva.

Melihat bilva yang terlihat kelicutan, Tania langsung tersenyum. Dia tahu Belva tidak mungkin menyukainya, tetapi paling tidak, dia mulai mau memandang Dan menganggap Tania ada.

"Tentu saja Kak Belva nggak paham, orang dari tadi Kak Belva cuma lihatin aku doang, enggak mendengar penjelasanku. Iya kan?" Tania berbicara dengan tingkat percaya diri yang tinggi. Ya, itulah Tania. Ia selalu percaya diri, tetapi ini hanya berlaku jika dia berada di luar rumah. Ketika dia sudah berada di rumah, dia langsung menjadi pribadi yang pendiam dan tidak banyak tingkah.

Belva langsung bergidik mendengar penuturan Tania. Ia merutuki dirinya sendiri, bagaimana bisa ia memandang Tania seperti itu tadi, dan sampai ketahuan pula.

"Tentu saja tidak. Jangan kebanyakan halu. Ulangi sekali lagi," ucap Belva, lalu ia segera memandang LKS, mencoba menyimak penjelasan Tania.

Belva jago dalam matematika, tetapi kalau soal bahasa Inggris, nilainya paling anjlok. Bahkan bahasa Inggris dasar pun susah bagi dia.

Dengan wajah sumringah, Tania segera menjelaskan kembali dengan sabar dan telaten. Sesekali mereka saling pandang, lalu Tania tersenyum dan tertawa. Senyumnya kali ini adalah senyum malu-malu, diiringi dengan detak jantung yang berdebar tidak karuan.

"Jadi untuk mengubah kalimat aktif menjadi kalimat pasif, kita harus pakai to be?"

"Iya, dan to be yang dipakai sesuai dengan tenses kalimat tersebut." Tania menjelaskan dengan bangga. Kapan lagi bisa sok pintar di hadapan kakak kelas se cool kak Belva?

"Oke, sedikit ngerti. Ini jawabanku. benar apa salah?" Belva menyodorkan hasil pekerjaan yang baru saja ia kerjakan.

"Ya benerlah, kan sudah aku revisi 2 kali." Tania pura-pura cemberut

"Yang penting kan udah benar. Ya udah, tugasku sudah selesai. Aku mau baca buku dulu di sini. Kalau mau pulang, pulang aja!" Belva memasukkan buku-bukunya ke dalam tas.

"Aku belum dijemput. Nemenin kak Belva baca buku, boleh?"

"Ngapain? Mendingan kamu melakukan hal yang lebih bermanfaat."

"Memandang Kak Belva itu bermanfaat untuk kesehatan mataku."

"Ish, cewek aneh."

"Cewek aneh ini akan mengambil hati kak Belva."

"Halu."

"Nggak apa-apa. Kak Belva lihat aja, suatu saat nanti aku akan menjadi orang yang paling kak Belva rindu."

"Mimpi!" Ucap Belva sambil membaca buku.

Tania tersenyum. Bagi Tania, bahagia Itu sederhana. Hanya melihat Belva sedekat Itu saja sedang membuat senyum tidak hilang dari bibirnya.

"Namanya juga mimpi, harus diraih, kan? Harus diperjuangkan. Seperti aku yang akan memperjuangkan Kak Belva." Tania menopangkan dagu di atas tangan sambil memandang Belva yang tengah asyik membaca buku. laki-laki yang tengah fokus melakukan sesuatu, maka kadar kegantengannya naik berlipat-lipat, begitulah menurut Tania.

Karena Tania terus cerewet, membuat Belva terganggu. Akhirnya Belva menurunkan bukunya, dan menatap Tania yang tengah asyik mengamati dirinya.

"Kamu kenapa cerewet banget sih, makanan kamu apa? Pisang? Pepaya?"

"Kata-kata itu akan meluncur begitu saja dari mulutku ketika aku melihat orang jutek tapi karismatik. Enggak apa apa Kak Belva, cuek saja seperti ini. Semakin membuat aku penasaran," ucap Tania masih pada posisi semula.

"Adaaa aja makhluk satu ini. Pulang sana! Aku nggak mau diganggu."

Setelah itu, Belva kembali fokus pada bukunya.

"Kak, Kakak aku nggak bisa jemput hari ini. Huft, bagaimana ya caranya aku pulang?"

"Pakai ojol, gampang!"

"Uangku nggak cukup kalau harus naik ojol."

"Kan bisa bayar di rumah."

"Di rumah lagi gak ada orang."

Belva menutup bukunya dengan kesal lalu meletakkannya di atas meja.

"Bilang aja kalau kamu mau aku antar. Ayo! Daripada nanti aku dicap sebagai orang tak berperikemanusiaan."

Tania langsung membelalakkan matanya, tak percaya.

"Serius? Kak Belva mau mengantarkan aku pulang?"

"Hmm ...." Jawab Belva sambil mencangklong tas ranselnya di punggung.

"Yeay! Yeay! Yeay!" Tania langsung jingkrak-jingkrak di tempat persis anak TK yang diberi permen.

"Diam!" ucap beberapa pengunjung perpustakaan bersamaan. Beberapa pasang mata melotot geram ke arah Tania. Tania hanya mengangguk sambil cengengesan salah tingkah.

avataravatar
Next chapter