1 PROLOG

Itu adalah sebuah kamar dengan interior sederhana, didekat jendela ada meja dan monitor komputer dengan sebuah kursi kantor tepat menghadap kearah jendela. Disana terduduk dengan lemas dikursi itu dengan monitor komputernya yang masih tetap menyala.

Zzz... Zzz... Zzz...

Saat ini masih pagi-pagi buta. Shion sepertinya tak sengaja terlelap tidur dikursi kantornya setelah main game semalaman—Ia membuka matanya.

"Emm...Hooaaahh...." Dia sedikit merenggangkan punggungnya yang kaku karena terlalu lama duduk.

Kusanagi Shion, berumur 17 tahun—selama 7 tahun terakhir, tidak pernah pergi meninggalkan rumah selain untuk bersekolah dan urusan mendesak saja, teman-temannya disekolah memberi ia gelar "Silent King"—Kenapa? Dia orang yang sangat tertutup dikelas, tapi bukan berarti pendiam. Hanya saja ia kurang suka berinteraksi dengan orang ramai.

Terlihat misterius dan kalem disekolah membuat Shion cukup terkenal dikalangan para gadis disekolahnya bahkan sampai memiliki beberapa pengagum rahasia—tampaknya ia sama sekali tidak menyadari akan hal itu.

Saat ini dia hanya tinggal bertiga saja dengan ayah dan kakak perempuannya yang saat ini menjadi mahasiswi semester 4.

"Fuu... apakah hari ini akhirnya datang?" gumamnya tampak masih mengantuk.

1 Minggu yang lalu—pengumuman awal perilisan sekuel game terkenal favoritnya 'Lumina:The Legend of Brave III' yang akan dijual secara limited hari ini. Dia sangat menantikan hari ini bahkan sampai membuat banyak pengingat diponselnya.

Jika tidak segera mengantri pagi-pagi buta, game tersebut segera habis terjual. Sialnya hari ia tidak bisa pergi mengantri untuk membeli game tersebut karena harus bersekolah.

"Geh—Ini skenario terburuk yang pernah kubayangkan selama beberapa hari terakhir, hal terburuknya adalah aku tidak bisa mendapatkan gamenya atau aku harus membeli dilelang dengan harga berkali-kali lipat mahalnya—Glek" keluhnya menelan ludah.

Karena dilema tersebut ia sedang memikirkan rute terbaik untuk dipilihnya. Tidak ada pilihan lain, dia akan menggunakan 'Rencana aku sakit' untuk membolos sekolah(Rute terbodoh yang harus diambil)—Benar. Meskipun Shion adalah anak teladan dan berprestasi, dia kadang-kadang memikirkan hal yang bodoh menyangkut hal kesukaannya.

Shion mulai bergumam dengan tangan didagunya.

"Aku tidak pernah absen sekolah sejak hari masuk. kurasa sehari saja tidak apa-apa, kan? mumpung ayah sedang pergi keluar kota. dan kakakku...."

"—Nanti kusogok dengan manisan saja baliknya, lagian dia lemah terhadap adeknya. sungguh brocon...." sambungnya menghela nafas.

Dia mulai bangun dari kursi tempatnya duduk. Dan mulai berganti pakaian.

Hari ini—Dia akan menyamar untuk pergi ke toko game tersebut dijual. Karena tidak terlalu dekat dengan teman sekelasnya di SMA, dia akan bisa dengan mudah mengelabui mereka.

"Pakaiannya...apakah jeans dan jaket hitam terlihat bagus? rencana pertama adalah keluar tanpa disadari oleh kakak, lalu pergi lewat jalan gang sepi—dan untuk rambut kurasa wig sudah cukup. penting juga untuk menutupi wajah dengan masker, ya."

Shion melihat kearah cermin.

Kusanagi Shion, tinggi sekitar 176 cm dan berat 65 kg. Karena dia melakukan latihan beban saat sedang senggang, postur tubuhnya lumayan terbentuk, dan wajahnya juga dirasa cukup ganteng. Rambut hitamnya sengaja dibiarkan tumbuh selama waktu tertentu. Dia mempunyai retina mata agak kemerahan. Dia adalah seorang blasteran Jepang dan Indonesia. Ekspresinya selalu terlihat kalem, mungkin inilah alasan dia cukup populer.

Dia memakaikan rambut palsu panjang terurai dikepalanya—dengan ini persiapan pun selesai. Dia duduk ditempat tidur, sambil menenangkan jantungnya yang berdebar dan tangannya yang gemetar, dia menguatkan tekadnya untuk pergi membeli game favoritnya.

"Yup, ini tidak apa, kan? mereka tidak akan tahu penyamaranku yang seperti ini kan—Aku sebenarnya tidak ingin keluar, terutama ke tempat ramai, tapi aku pasti bisa—benar, aku adalah anak yang bisa jika dia mencoba." ucapnya pada dirinya sendiri.

Dia berbicara pada dirinya sendiri seperti orang gila. Dalam 7 tahun keseharian anti-sosialnya, frekuensi dia berbicara dengan dirinya sendiri meningkat, volumenya juga semakin keras. Itu adalah sesuatu yang tidak bisa ditolong.

Tidak apa-apa—tenanglah! pura-pura sakit sekali saja tak apa. Tidak masalah, tidak ada yang tahu. Tidak ada yang sadar. Seorang pria sejati tidak butuh keraguan(dan seorang pria sejati tidak membolos untuk membeli game)—Aku bisa melakukan itu! Dia terus mensugesti dirinya sendiri seperti itu.

Sambil berkeringat dingin, Shion menggumamkan kutipan-kutipan aneh—Dia mulai terganggu. Kakinya yang saat ini tepat berdiri didepan pintu kamarnya. 5 menit... 10 menit—Di dalam otak Shion kata-kata 'Aku tidak ingin keluar!' tiba-tiba muncul didalam pikirannya.

Meow!

Sebuah suara terdengar dari arah kasurnya, itu suara seekor kucing—Shion yang tidak bisa membuka pintu sendiri, tergerak oleh suara itu. Dengan gagahnya berdiri dilantai kokoh dengan keempat kakinya. Ekornya berdiri dan melambai-lambai, bulu orangenya yang pucat dan mata bundar yang besar itu sangat gemulai.

Namanya Menir, omong-omong dia kucing blasteran jantan.

Dia menggosok-gosokan dirinya ke kaki Shion yang masih bengong didepan pintu kamar. 'Kau sangat tidak berdaya, dasar majikan bodoh!' seolah-olah dia mengatakan seperti itu dengan kepala tembemnya yang menoleh kearah Shion dan sedikit mengeong kembali. Sangat sombongnya, seperti yang diharapkan dari kucing oren.

"Huhh...aku mengerti, nanti pulangnya kubelikan ikan makarel deh, Menir!" serunya menghela nafas.

Shion, seorang anti-sosial akut alias nolep, mengelus kucing kesayangannya itu dan meletakkannya kembali dikasur. Dia mulai memegang gagang pintu kamarnya dan mulai membukanya perlahan. Saat dia membuka pintu kamar sepenuhnya—

Dia terbelalak melihat interior rumahnya yang sangat berbeda. Area putih bersih yang tidak terlihat ujungnya. Ada banyak pintu tersebar acak diarea tersebut. Model pintunya juga beragam—Ia terus menatap keras ruangan tersebut.

Dia memiringkan kepalanya dalam kebingungan.

"Ini didalam rumahku, kan?" tanyanya heran.

Dia memejamkan mata dan menggelengkan kepalanya sebagai penyangkalan. Perlahan dia membuka matanya untuk melihat apa yang ada didepannya sekali lagi.

Pemandangannya tidak berubah.

Itu adalah ruang putih...

Dibalik pintu kamarnya ada ruang putih yang luas...

Sejauh mata memandang itu adalah ruang putih!

"huh?? apa ini?"

*****

avataravatar