webnovel

Start the game.

Degub jantung layaknya lagu disko berkualitas rendah, seakan memberitahuku bahwa saat ini aku sudah mencapai batasanku untuk bertahan. Nafas yang ngos-ngosan hanya karena berlari lebih dari lima langkah kaki kecil, membuatku percaya bahwa betapa pentingnya berolahraga. Mataku membelalak kesana kemari mencari sesuatu yang dapat melindungi tubuh ini dari macan yang diameter mulutnya saja sebesar tubuhku. dan saat aku dapat menemukan batang kayu seukuran dengan genggaman tanganku, lalu mengayunkannya kearah macan yang bersiap menerkamku dari belakang, saat itulah aku sadar bahwa batang itu ternyata adalah..

"WUUAAAHH!!! MAMA ADA ULAR!!" teriakku sekencang toak pengumuman pak RT, berharap siapapun akan mendengar suaraku. "berisik banget kau bocah!!" jitak dari seseorang yang kusebut sesaat setelah aku bangun, walau sakitnya terasa melewati tulang dahiku, tapi aku merasa bersyukur, bahwa ketakutanku sebelumnya hanyalah mimpi belaka.

"aduh.. sakit.." keluhku seraya mengelus jidat yang mula-mulanya panas berubah menjadi semakin sakit, "mama tau ga tadi Dane mimpi apa?" ucapku ga sabar memberitahu mimpi yang berhasil membuatku berkeringat dipagi hari. mama yang sedang sibuk melepas gorden dari cantolannya, melirikku dengan wajah kecut.

"mimpi dikecar macan dihutan, trus ngambil batang kayu yang ternyata adalah uler." Jelas mama dengan penuh keyakinan, "loh kok mama tau sih?" tanpa sadar kedua mataku melotot penuh ketidakpercayaan, dan seplintas berpikir bahwa orang tua satu ini memiliki kekuatan melihat mimpi seseorang.

"kamu yang memberitahu mama sendiri," jawabnya dengan nada yang datar, "pertamanya sih muter-muter dikasur sambil teriak kalau kamu dikejar sama macan, habis itu berhenti, lalu bilang 'hup! bagus, aku bisa melompatinya, hebat sekali diriku yang keren ini.' Baru lanjut muter-muter kasur trus-"

"STOOPPP!!! BERHENTI!! YAMERUU!!" teriakku, berharap agar mama berhenti menceritakan hal memalukan itu padaku, "Dane ga mau dengar lanjutanya!" aku langsung berdiri, "mama pasti bohong-bohong, kan?!"

Mama menghela nafas penuh ejekkan, "sudah kuduga kamu ga bakal percaya," ia lalu mengeluarkan handphonenya, memasukkan password yang panjang dan rumitnya setara dengan kode nuklir, setelah itu memperlihatkan padaku sebuah video, "apa?" ucapku seraya melirik mama dengan wajah malas, "tekan tombol play nya." Mama memajukan bibirnya seakan memberi tahu untuk menekan tombol play di layar handphone yang usianya sama dengan kucingku.

sampai sekarang aku bingung, kenapa ia masih mempertahankan Hp yang bentuknya sudah kaya pemukul lalat dilengkapi dengan koyakan disepanjang pinggirannya, padahal ia memiliki cukup uang yang bahkan dapat membeli pabriknya sekalipun.

Melihat tatapan yang penuh ancaman darinya membuat firasat burukku seketika muncul jika tidak mengikuti perintahnya. dengan malas kuangkat jariku dan menekan tombol play video yang terpampang di layar handphone nya.

Wajah malas dan tenangku, berubah menjadi horror dan mungkin saja memerah karena tiba-tiba saja wajahku jadi panas setelah melihat video itu terputar, "sial!! tidak akan kubiarkan aib ini bertahan hidup didunia lebih dari ini!!"seruku setelah melihat video yang merekam saat-saat dimana aku mengigau dan –benar-benar – memutari kasur sambil teriak.

Belum sempat aku menggapai Handphone jadul dengan video berkualitas rendah itu, mama dengan cepat mematikan video tersebut dan menyimpannya kedalam dasternya, "EH?! Apa-apaan! Mama curang."

"mama sudah lama ga liat anak mama ngigau sampe keliling kasur begini," ia lalu melirik kearahku dengan tatapan mengancam, "jadi jangan coba-coba menghapus kenang-kenangan ke-12.768 ini, mengerti?"

Jidatku mengerut kesal, "ayolah, Mah~" lalu berjalan mendekatinya,"Dane sudah besar, masa direkam begitu sih, kalo teman Dane tahu gimana, coba?"

"hm.. malu? Menurut mama lebih memalukkan saat orang gede seepertimu," ia menunjukku kearahku, "yang menggantikan kata aku dengan namanya sendiri, terutama laki-laki." Ia terkekeh geli seakan mengejek, tanpa ia mangatakannya pun aku juga tahu hal itu memalukkan, karena hal itu pun aku putus dengan mantan pacarku dulu. Tapi tetap saja aku tidak bisa menghilangkan kebiasaanku ini saat bersama dengan kedua orang tua ku!!

"ah! Mama menyebalkan." Saat ini dadaku terasa panas penuh dengan amarah, rasanya mau melawan balik, tapi yang dikatakannya juga tidak salah, dan kenyataan itu membuatku semakin kesal. Akhirnya aku memutuskan untuk mandi dan pergi kesuatu tempat, tempat yang nyaman untuk tidur siang selain kamar kesayanganku.

"heh Kunyuk!!" dan sekarang mama memanggil anak satu-satunya ini dengan sebutan kunyuk, apa sekarang waktunya untuk meledak? "Apa lagi?" ketus ku

Ia lalu mengarahkan jari telunjukku kekasur yang bentuknya seperti kapal pecah, "mau pergi kemana, nak? Kasurnya belum dirapihkan tuh" ia tersenyum, tapi dengan nada yang seakan mengatakan 'password Wi-Fi bakal mama ubah, kalau melangkah lebih dari itu, anak kunyuk.'

Ingin sekali-kali aku membantah dengan kabur dari perintahnya, namun tatapannya seakan menusuk belakang kepalaku bersamaan dengan niat busukku.

"Tcih." Aku mendecih kesal sepelan yang kubisa, agar tugasku dipagi hari ini hanya sebatas merapikan kasur.

Mama memang adalah orang yang kasar dan tidak bisa dikatakan lembut untuk seukuran wanita, sampai sekarang aku bahkan masih tidak percaya, Bapak yang orang luar negeri mapan, sukses, dan tentu saja tampan serta bersikap lembut kepada setiap wanita berakhir menikahi mama, ia bahkan merelakan nama keluarga yang keren seperti Revire menjadi Wibowo. Mendengarnya saja membuatku Shock.

ia memang bersikap kasar dan suka ngatur kesana-kemari, tapi karena sikap kerasnya itu, beliau termasuk dalam 10 nominasi pemilik bisnis real estate terbaik di Indonesia. Walau baru sekarang aku mengerti kenapa mama berikap seperti itu, tapi aku masih tidak bisa melihat ke-cute-an dari emak yang hobi pakai daster ini dimata bapak, apa dulu mata minus bapak lebih parah daripada yang sekarang, ya?

Duak! Duak! Duak!

Gedoran pintu kamar mandi yang seperti pengeboran pipa PDAM itu membuatku sangat yakin, bahwa yang berdiri didepan pintu ini adalah mama. "Heh, Dane!" apa kubilang. Ini singa betina betah banget diakamarku.

"Apa?!!" mendengar mama memanggil namaku layaknya para preman yang malak gadis SMA di gang kecil, membuatku kesal. "itu baju kotor jangan lupa dicuci!" perintahnya. Padahal ia ga perlu teriak didepan pintu begitu, aku bahkan bisa mendengar suara televisi bapak yang sedang menyiarkan berita di lantai bawah.

"lah, trus itu pembantu gunanya buat apa?" balasku cetus.

"pembantu itu bekerja kalau ada yang perlu dibantu, sedangkan kamu yang baru lulus dan nganggur selama berbulan-bulan tidak bekerja sama sekali, sudah pasti yakan?" entah mengapa aku bisa mendengar suara tawa penuh ejekan dibalik pintu ulin dihadapanku saat ini, "pengangguran, artinya kerjaanya cuman nganggur doang, Itu kenapa mama menyuruhmu untuk mencuci bajumu sendiri, itung-itung jadi suami yg berguna nantinya."

"Ah menyebalkan!!" karena sudah mencapai batas toleransi kesabaran, akhirnya aku meledak. "aku tahu aku pengangguran, ga guna, bikin beban ortu, kerjaanya tidur mulu, nolep, nge-wibu, nonton konser Lisa, tapi tolong jangan paksa Dane jadi suami orang! Dane masih betah jadi anak mama sama bapak!!"

Tanpa sadar aku keluar kamar mandi dan melihat mama hanya bermodalkan handuk yang terikat dipinggangku dan penuh keyakinan, berharap agar dia mengerti kenapa aku tidak ingin bekerja sampai sekarang.

Bukannya ia tersentuh dengan pengakuanku, mama malah menatapku dengan dead fish eyes andalannya jika ia mulai kesal dengan kelakuanku yang seperti monyet katanya. "bocah satu ini.." salah satu matanya berkedut kesal, itu adalah second warning.

Tapi aku tidak boleh takut! Lelaki jantan tidak boleh takut! "Kenapa?" tantangku, "menjadi anak mama sama bapak adalah hadiah terbesar yang diberikan oleh Tuhan! Jadi jangan suruh aku menikah dan punya orang tua selain kalian berdua!" entah mengapa ini mengingatkanku dengan pengakuan cinta dari drama yang sering ditonton mama sama bapak setiap akhir pekan.

BRAKK!!

Suara nampan yang berisi sarapan pagiku jatuh dilantai marmer, dan menarik semua perhatian kearah lelaki berumur awal 40-an yang melihat kami tak percaya dengan kedua mata sebiru lautan miliknya.

"Bapak?"

"Gild?! Kamu ga papa?"

Mama dengan cepat menghampiri bapak dan membantunya mengumpulkan serpihan pecahan mangkuk yang berserakan. "haah.. aku tahu bapak yang membeli sebagian isi dirumah ini, tapi bukan berarti bapak suka-suka memcahkan barang begini." Aku merapihkan handukku dengan benar, lalu menghampiri mereka berdua.

"sudahlah Dane, daripada banyak ngomong mending kamu ambil sapu sana." Ujar mama yang membantu bapak mengumpulkan pecahan kaca yang berserakan.

"iya, iya ben-" sesaat setelah aku berbalik ingin mengambil sapu kamarku di ujung ruangan, kedua mataku bertemu dengannya, "..ar.. Wuaahh!! Kamu siapa?!!" seorang wanita berpakaian maid berdiri dibelakangku, sejak tadi?!!

Karena kaget, aku sampai tidak sengaja menyenggol punggung bapak dan terjatuh, "ke-ke-kenapa ada wanita dikamarku?!!" sial, kenapa lidahku jadi kaku begini, yah siapa juga yang ga panik liat cewe tinggi, langsing, cantik, rambut pendek sebahu trus pake baju maid?! kayak mimpi para wibu aja, tinggal nunggu dia manggil aku dengan sebutan 'tuan muda'. "kamu kira mama ini apa, hah?" dan entah mengapa mama malah kesal karena perkataanku sebelumnya

"maaf atas kelancangan saya tuan muda, saya belum memperkenalkan diri saya sebelumnya." Dia benar-benar memanggilku seperti itu??!! Nikmat mana lagi yang kau dustakan Tuhan!

"siapa yang kau panggil tuan muda, dia itu cuman cecunguk payah yang bahkan tidak bisa move on dari mantannya." Setiap ucapannya benar-benar menusuk harga diriku.

"saya minta maaf, nona. Dan tolong terima permintaan maaf saya juga, tuan cecunguk payah." Bagaimana bisa ia mengatakannya dengan wajah yang datar begitu?! "kenapa kau benar-benar memanggilku seperti itu?!" protesku tidak terima, sedangkan mama malah tertawa ngakak.

"maid ini tahu siapa boss nya disini, jadi jangan banyak protes ya." Mama lalu melirik kearahku, "bagaimana bisa orang yang ga ada kerjaan kaya kamu itu body nya masih bagus begitu." Ucap mama manyun tak terima, "dih~ bagus dong kalo body Dane masih.. BODY?!!"

Sebelum sempat mama meraih sapu yang kuberikan, aku dengan secepat kilat berlari kekamar mandi. "akhhh!!! Kenapa mama ga bilang kalo aku cuman pake handukk!!!" teriakku yang langsung masuk kamar mandi.

"bagaimana bisa si payah itu malu kepada maid tapi tidak pada ibunya." Geruttu mama yang terdengar melwati pintu kamar mandiku, "ce-cepat suruh dia keluar, mah!!"

"berisik sekali, bocah ini."

Sial. aku tidak bisa menenangkan jantungku dan rasanya kepalaku semakin sakit, apa aku harus mandi lagi untuk mendinginkan tubuh dan kepalaku ini?

aku memang sering mendengar gossip tentang diriku yang playboy dan gonta-ganti cewek sana-sini, karena menurutku itu menarik, jadi aku mengikuti alur permainan mereka.. tapi tidak pernah sekalipun terpikirkan dikepalaku untuk memamerkan tubuhku ke orang lain selain dari mama dan bapakku, aku bahkan tidak pernah ikut olahraga renang bersama teman sekelasku ataupun pergi kepantai bersama mereka.

Kuakui wajahku bak playboy kelas kakap yang punya modal, tapi.. jujur saja, aku lebih memilih menonton konser lisa di leptop kesayanganku, atau melihat betapa imutnya Nezuko-chan. Wanita dunia nyata itu.. entahlah, apa karena aku beranggapan bahwa semua wanita itu sama seperti mamaku, atau akunya yang pengecut, tapi kuakui wanita itu benar-benar menakutkan.

Tok! Tok! Tok!

Ketukan ini, Bapak?

"Dane, kau baik-baik saja?" tuturnya lembut dari balik pintu, aku masih tidak percaya dengan sikap mama dan bapak yang berketerbalikan seperti ini. "mhmm…" sahutku dengan punggung yang masih menempel pada pintu ulin dibelakangku.

"tidak apa, kau bisa keluar, mama dan Kliwon sudah keluar kamar dari tadi." Tunggu dulu, apa baru saja bapak mengatakan Kliwon? Apa yang bapak maksud itu si maid yang baursan? Kenapa namanya membuatku merinding begitu.

Perlahan kubuka pintu kamar mandi dan mengintip dari balik celah pintu yang terbuka, karena bapak sesekali suka bekerja sama hanya untuk membodohiku, dan anehnya aku selalu dibodohi setiap kali mereka melakukannya. Namun, sepertinya kali ini aman. Aku keluar setelah memakai jubah mandi yang kulupakan tergantung di pojok kamar mandi.

Sesaat setelah aku keluar, Bapak terkekeh, "A-Ada apa?" tanyaku ragu, karena tidak biasanya bapak yang adalah orang pendiam dan jarang bicara ini terkekeh seperti itu.

"haah.. Dane, Dane.." lalu setelah itu ia mengangkat wajahnya dan tersenyum, "kamu ini sudah berapa tahun sih? masa masih malu-malu kaya bocil begitu."

"bo-bocil?!" melihat bapak yang sibuk dengan pekerjaannya, membuatku bahkan tidak bisa bertemu dengannya selama sebulan penuh. Jadi tidak aneh bagiku yang jarang berinteraksi dengannya, akan shock melihatnya tertawa dan bahkan mengejekku 'bocil' dengan nada khas jawa. "te-tetap saja! Setua apapun seseorang, bertelanjang dada didepan wanita itu tidak sopan." Jawabku kesal, dan langsung pergi kelemari pakaian dan mencari setelan yang cocok untuk hari yang spesial.

"Dulu bapak jadi perenang nasional sejak umur 10 tahun, mengikuti gulat di usia 13 tahun dan jadi sukarelawan penjaga pantai diusia 15 tahun sampai sekarang. Jadi, menurut bapak, bertelanjang dada itu tidak masalah, jika ada alasan dibaliknya." Tuturnya polos, dan sekali lagi membuatku tidak percaya bahwa bapak satu ini sudah hampir menginjak kepala empat.

Ketimbang melawan dan banyak berkomentar, aku hanya bisa menahan semuanya didalam pipiku yang saat ini menggembung penuh ungkapan kebencian didalamnya.

"iya, iya, Dane salah.." helaku kecewa karena bapak yang kuharap dapat menjadi supporter abadiku perlahan berpaling dariku. "bukan begitu, Dane.." bukannya pergi, ia malah duduk dipinggir kasur. Ayolah, apa ini waktunya untuk kata-kata mutiara? Sebentar lagi aku ada kencan, bapake!

"setidaknya kau harus percaya pada dirimu sendiri." Tuturnya, "tenang saja, pak. Percaya diri adalah salah satu motto Dane." Aku pun menyeringai selebar yang kubisa agar menunjukkan ketulusan, dan niat buruk secara bersamaan dibaliknya. Aku ingin ia tidak khawatir, bersamaan juga aku sedang dikejar waktu, nih!! Mengingat beberapa insiden sebelumnya benar-benar memotong banyak waktuku.

"yah, tapi jangan terlalu percaya diri juga." Loh? Gimana sih.. oke sekarang aku melihatnya kebingungan penuh tanda tanya. Apa yang kau inginkan dariku orang tua??!!

"hmm.. bagaimana ya.." ia memegang dagunya dan berpikir, "percaya diri itu bagus agar kamu ga merasa insecure dengan dirimu sendiri, tapi.. kalau berlebihan nanti malah jadi malu-maluin."

Aku menatapnya bete, "bapak ini ingin memberi Dane pesan atau ingin menghambat kencan Dane, sih?"

"heh?! Kau ada kencan?" wajahnya terkejut seakan baru saja memenangkan lotre, apa aku setidak laku itu dipikiranmu, hah? "tentu saja, pak. Untuk apa Dane menggunakan setelan jas terbaikku jika bukan karena pertemuan penting." Cengirku sembari menatap kaca dan merapihkan rambutku.

"heleh, kau tidak pernah memakai setelan itu saat ikut rapat bersama bapak." Melalui pantulan cermin didepanku, kulihat bapak menatapku kecewa dari atas sampai bawah, "ayolah, pak~ ini kencan" aku menoleh kearahnya penuh semangat, " kencan!" tegasku

"kencan yang bisa saja menjadi penentu kedepannya, apakah ia adalah orang yang benar-benar dijodohkan untuk Dane atau nggak, pak!" jelasku dengan suara lantang dan api yang membara, yah, bagaimana aku tidak semangat, aku berhasil mengajak kencan gadis populer disekolah yang bahkan teman-teman berpengalamanku saja tidak mampu menaklukan hatinya.

Namun ekspresi bapak tidak berubah. Daripada melihat Dead eye fish milik mama, tatapan bete bapak lebih mematikan dan membuatku keringat dingin.

Ia lalu menghela nafas berat, "padahal belum ada satu jam Dane mengatakan ingin selalu bersama kami, tapi.." ia lalu berdiri dari kasur, "yah, mau diapa, anak itu cepat sekali tumbuhnya." Bapak lalu tersenyum kearahku dengan kedua alisnya yang menyatu.

Ada apa ini? Kenapa aku merasa bersalah?! Bukankah bagus kalo anaknya kencan sama cewek???? Dan lagi ini kencan pertamaku! Tapi kenapa kesannya seperti bapak ga rela gitu aku pergi..

"bu-bukan begitu maksudku, pak.. saat aku bilang ingin terus bersama dengan kalian, itu sungguh-sungguh, tapi kencan ini.. " entah mengapa rasanya mulutku seakan kaku dan tak bisa melanjutkan kata-kataku lebih dari ini. Bapak hanya diam dibalik tatapannya yang tertutup oleh bayangan rambutnya.

Beberapa saat kami diam dan tak berkata apapun, air yang sebelumnya menetes-netes dari tanganku yang masih basah mulai mengering. Jika disuruh memilih berurusan dengan siapa, aku lebih memilih mama ketimbang bapak.. ini adalah salah satu alasannya, itu karena aku tidak bisa mengakhiri percakapan kami sebaik aku melakukannya dengan mama.

Setelah aku berkelut dengan pikiranku bagaimana bisa keluar dari kecanggungan ini, bapak mulai berjalan mendekat kearahku, perasaan terkejut dan merinding menyetrum keseluruh tubuhku. Ada apa ini? Apa yang telah kukatan sebelumnya salah?! Aku memang hampir tidak pernah dipukul oleh Bapak, tapi melihatnya seperti ini membuatku merasa horror sendiri.

Ia terus melangkah kedepan, dan aku tetap teguh pada pijakanku, aku tidak akan gentar! Aku akan bertahan, bahkan jika aku dipukul karena bersikap kurang ajar.

Tap!

Kurasa hangat dipundak kananku, meresap masuk kedalam jasku yang bahkan mengalahkan rasa dingin AC yang sedaritadi membuatku mengigil.

"Dane.." gumamnya

"I-iya, pak?"

"kau.." ia lalu mengangkat wajahnya, benar-benar ekspresi yang tidak kusangka dari semua presepsi yang kubayangkan sebelumnya, saat ini ia, "benar-benar membuat daddy bangga." Bangga???

"hah?"

Dilihat dari sisi manapun, ia sama sekali tidak bisa menahan senyum yang terlukis diwajahnya saat ini, bapak yang biasanya terlihat serius dan jarang memaparkan ekspresi diwajahnya saat ini.. tersenyum? Dan yang lebih para lagi, itu terlihat seram.

Bapak lalu merapihkan rambutku yang kembali berantakan, sedangkan aku hanya bisa bengong melihatnya, "pastikan kau memperlakukannya dengan baik, mengerti? Dan tidak lupa untuk menyebut diri sendiri dengan sebutan aku, namun lebih baik jika menggunakan kata saya." Tuturnya sembari melingkarkan dasi di leherku lalu mengikatnya dengan rapi, sudah lama sekali aku tidak melihat Bapak tersenyum lebar seperti ini. terakhir kali adalah saat ia mengantarku pergi kesekolah dasar pertama kalinya.

"Dah." Ia lalu menepuk kepalaku pelan, "semoga beruntung, ya."

Sampai beliau keluar dari kamarku, aku masih menganga ga percaya dengan apa yang baru saja terjadi beberapa menit sebelumnya. Bahkan saat aku berkaca, sarapan dan membuka pintu mobilku saat ini. Kejadian itu benar-benar sangat langka, dan harus disimpan diberkas khusus didalam kepalaku.

"heh bocah!" suara kasar itu, pasti mama. "apa!" balasku ketus.

"hih bocah ini, mau dipentong pake standar motor rupanya ya?" ancamnya, aku tahu mama sangat jatuh cinta kepada motor ketimbang anaknya sendiri, tapi tidak kusangka ia bakal rela ngelepasin standar moge kesayanganya hanya untuk mementong kepalaku.

"hadue.." kututup kembali pintu mobil, "apa mah?"

"ingat jam malammu."

"cowok mana coba yang masih pake jam malam diusia begini…" gruttuku, "Hah?!"suaranya melengking diseluruh mansion.

"iyaiya mah, aman aja." Seringaiku sembari memberinya jempol, agar menambah rasa percayanya padaku, "awas saja kamu pulangnya terlambat," ia menyipitkan matanya seakan mempertegas ucapannya, "mama rantai nanti kakimu."

Glek.

"ba-baiklah.."

Sial. diancam sebelum pergi begini membuatku gugup, bukan karena kau kurang tampan atau karena aku terlambat, tapi karena ancaman mama dan sikap aneh bapak yang tiba-tiba muncul membuat dadaku sedaritadi berdetak kencang tanpa alasan yang jelas.

Padahal aku sudah memakai setelan jas dan sepatu kulit terbaik yang aku punya didalam lemari, ditambah mobil keren yang kupinjam dari bapak, yah, walau harus memohon-mohon dulu. Saat ini semuanya terlihat sempurna, tapi entah mengapa perasaanku rasanya gelisah.. apa karena ini kencan pertamaku?

"AHhh!! Apa-apaan.." gruttuku kesal, "dia hanya wanita, sama seperti mama, kenapa aku harus gugup begini? Lagipula cantika lebih lemah lembut ketimbang mama yang bar-bar."

"masalah kecil begini, kau tidak boleh gentar Enzadane Tristan Putra Wibowo!!" kuhela nafas panjang dan menarik oksigen baru, "aku tidak akan kalah!"

Ditengah diriku yang sedang menyemangati diri sendiri dengan berteriak gak jelas, sampai menyanyikan lagu nasional bumi pertiwi agar semakin bergejolak semangatnya, tiba-tiba smartphoneku berdering..

"Hallo?" jawabku, "Tristan?" suara cantik nan halus bagai sutra membalas suaraku.

"Cantika?" apa kali ini suaraku terdengar terlalu bersemangat?? "ah, syukurlah kau mengangkatnya."

"ada apa?"

"aku minta maaf baru mengabarimu sekarang, café yang kujanjikan sebelumnya sekarang dalam masa perbaikan, Tris.. apa tidak apa-apa kalau kita cari tempat lain saja?" aduh, mendengar ia memanggil namaku dengan lembut begitu membuat jantungku meleleh. "ah, tidak masalah, Can."

"aku tahu tempat yang bagus." Oke, saat ini aku membayangkan banyak restoran kelas atas yang sering jadi tempat makan malamku bersama mama dan bapak. "sekarang kamu dimana?" tanyaku memastikan.

"saat ini aku ada di didepan café yang kita janjikan sebelumnya."

"kalau begitu tunggu aku disana, aku akan—"

Tuut—tuut—tuut ..

"lah? Ada apa?" tiba-tiba smartphoneku bergetar seakan ada panggilan lainnya yang masuk, apa mama yang nelpon ya?

Karena penasaran, aku pun melihat layar smartphoneku.

'Selamat! Kau jadi salah satu dari sekian banyak orang yang terpilih untuk menjadi bagian dari Lucidum: the emperor beginning. Ayo mulai petualanganmu yang menyenenangkan dan menegangkan hanya dengan mengklik tombol—

"Apa kau bercanda!!" dengusku kesal, "bagaimana bisa iklan payah ini muncul disaat yang tidak tepat!"

Ingin sekali kubanting smartphoneku, tapi mengingat ini bukan salahnya karena dimasuki oleh iklan payah dari game kualitas 8-bit seperti itu, maka aku mengembalikannya kekantong celanaku. "hah, sial."

"lebih baik aku menepi," mataku menangkap tempat yang bagus dibawah pohon rindang diujung jalan sembari menunggu lampu merah, "akan berbahaya jika menelpon sambil—

semuanya terjadi begitu cepat, jantungku bahkan baru berdetak satu kali.. tapi tubuhku bersama dengan mobil yang kuusahakan untuk membawanya pulang tanpa lecet terlempar jauh kesamping.

Suara yang kudengar hanyalah hantaman mobil keaspal yang keras. airbag yang muncul sesaat setelah mobilku terhantam oleh truk dari samping, memang melindungi wajahku agar tak terhantam stir mobil maupun kaca yang pecah, serta safety belt yang membuatku tidak terlempar kesana kemari seperti sisa kulit kacang yang tidak kubuang beberapa hari yang lalu membuatku bersyukur, setidaknya aku mengikuti petunjuk kesalamatan dengan baik walau memakai safety belt adalah hal yang menganggu.

Namun, walau begitu, tubuhku yang sebelumnya sakit berubah jadi mati rasa. Aku tidak bisa merasakan sebagian dari tubuhku kebawah. Rasanya lemas sekali, tapi jantungku berdetak tak karuan dan begitu sesak.

Saat pandanganku yang sebelumnya kabur mulai kembali, rasa sakit seakan menyetrum sekujur tubuhku dengan kejut listrik.

Setengah badanku yang tersangkut dimobil membuatku tak bisa bergerak. Seluruh bagian tubuhku terasa sakit sekali, sangking sakitnya aku bahkan tidak bisa menangis, walau aku merintih kesakitan. Sampai akhirnya perhatianku tertuju padanya..

samar-samar kulihat seseorang berjalan dengan santainya ditengah asap yang keluar dari mobil, maupun truk yang terbalik didepanku.

Bajunya yang putih dan panjang membuatku tak dapat melihat dengan jelas bagaimana rupanya, beberapa kali kucoba berteriak meminta tolong padanya, namun suara yang bercampur nafasku yang ngos-ngosan saat ini membuatku tak bisa berkata lebih daripada helaan nafas belaka.

"kumohon.."

Ia berhenti tepat didepanku, aku tidak bisa mendongak karena punggungku yang terjepit atap mobil. Beberapa kali aku meminta tolong, ia hanya berdiri didepanku tanpa alas kaki, hanya diam ditempatnya dengan baju putih panjang yang beberapa kali bergerak tertiup angin.

Setelah beberapa lama akhirnya ia menunduk, rambutnya begitu panjang dan lurus. Walau rambutnya menutupi hampir keseluruhan dari wajahnya, aku masih dapat melihat bibirnya yang datar tanpa ekspresi.

"aku tahu ini bukan waktumu.." hingga akhirnya ia berbicara dengan suaranya yang mengigil dibawah terik matahari, "tapi kehadiranmu didunia ini, adalah sebuah kesalahan."

Walau asap menutupi pandanganku, tapi kupastikan bahwa wanita didepanku saat ini sedang tersenyum kearahku. "jadi menghilanglah dari dunia ini."

Jantungku berdegub lebih cepat dan kencang daripada yang sebelumnya, nafasku mulai tak teratur dan tubuhku bergetar hebat. Aku ketakutan.

Dadaku semakin sesak dan pandanganku mulai mengabur, tangan yang sebelumnya mencengkram kuat pinggiran pintu mobil agar menahan tubuhku untuk tidak terjepit, rasanya semakin tak bertenaga.

Aku memang ketakutan setengah mati, tapi bukan karena wanita yang tersenyum horror didepanku sekarang.

Aku takut,

Takut karena tidak bisa menepati janjiku untuk menjemput Cantika di café..

Takut kalau aku tidak bisa melihat senyum bangga bapak untuk yang kedua kalinya..

Takut.. kalau aku tidak bisa menepati janjiku pada mama untuk pulang kerumah sebelum jam malam.. dan tidak dapat melihat wajah marah mama lagi..

Apa aku benar-benar akan mati?