1 CH 1 : Pray To The God

hussshhhh~

suara angin bertiup kencang, membuat daun dan ranting di pepohonan bergerak.

hari itu, langit terlihat cerah, bunga bermekaran dan burung-burung di pepohonan bernanyi seakan menikmati angin sejuk yang berhilir. tapi sepertinya tidak untuk anak laki laki ini.

ia duduk dibawah pohon besar, memeluk kakinya, dengan wajah yang terlihat murung, dagunya bersandar pada lutut kaki. pikirannya penuh dengan kejadian kejadian yang tidak ingin dia ingat. tapi bagaimana? peristiwa itu tetap berputar di kepalanya bagaikan rekaman video yang tidak bisa ia pause.

ia menggelengkan kepalanya.

"... sudahlah... (menghela napas) sebaiknya aku kembali, sudah banyak waktu yang terbuang" anak laki laki itu berdiri menepuk nepuk celananya, lalu merentangkan tangannya membuat bunyi ketukan antara sendi sendi ditubuhnya, sambil memejamkan mata, angin berhembus mengibaskan rambutnya yang pendek dan pirang. anak laki laki itu mulai berlari pelan meninggalkan pohon besar dan danau kecil disana.

sesampainya di tengah gerbang desa

"Soraaaaaa! " seseorang memanggil namanya dengan suara yang melengking

"Midori.." ia membalas sedikit berbisik sambil menatap, asal suara itu. seorang anak laki laki lebih kecil dari dirinya. berumur sekitar 8-10 tahun, berlari mendekatinya.

"sora! sora dari mana saja , midori sangat khawatir! midori pikir sora diserang oleh sekelompok perampok itu lagi! apa sora tidak apa apa?!" midori memeluk pinggang sora dengan erat sambil membenamkan wajahnya ke perut sora.

"haha maaf ya midori, aku tadinya ingin segera kembali setelah mendapatkan apel apel ini, tapi hari sedang cerah, jadi aku menghabiskan waktu sebentar untuk istirahat di bawah pohon" ucapnya sambil mengelus rambut anak laki laki yang namanya midori.

mendengar balasan sora, midori mendongakkan kepala dan menatapnya, memperlihatkan wajahnya yang cemberut merasa tidak puas dengan jawaban yang ia dengar.

"hahaha lain kali, aku akan mengajakmu. bagaimana? apa kau memaafkanku?" ucap sora lagi sambil terus mengelus rambut anak itu.

"hmph! baiklah, asalkan sora berjanji!" midori melepaskan pelukannya dan memutar tubuhnya membelakangi sora sambil melipat tangannya.

"baik baik, aku janji hehe" mereka pun berjalan masuk kedalam desa. sora menggengam tangan anak laki laki yang sepertinya sangat ia sayangi, sambil tersenyum di sela sela obrolan santai mereka.

selama beberapa menit mereka berjalan melewati berbagai penduduk desa. sora menoleh ke sebelah kirinya, mencium wangi makanan yang sepertinya sangat lezat. "Saidamammet" tempat makan yang cukup terkenal di desa nya. siapa orang yang tidak tahu restoran satu satunya yang menyediakan menu masakan daging yang khas dan penuh citarasa. "Grilled Beef Stars" belum mencobanya saja sudah membuat lidah orang yang menciumnya menari nari ingin merasakan sensasi dari masakan tersebut. begitu juga dengan apa yang dirasakan midori. ia menatap tajam tempat itu yang dipenuhi banyak orang mengantri setiap waktunya. tatapannya penuh harapan membuat raut wajah sora seketika berubah sedih mengetahui apa yang sedang dipikirkan adiknya.

"umm.. bagaimana kalau sesekali kita makan disana?" ujar sora yang seketika membuat midori terkejut dan menarik baju kakaknya itu

"benarkah?! apa sora serius?!" matanya sangat bercahaya, menatap sora dengan perasaan gembira.

melihat ekspresi midori yang begitu senang, sora berjongkok merendahkan tubuhnya sampai mata mereka saling berhadapan. ia mencubit pipi adiknya sambil tersenyum

"um! tentu saja. tapi tidak sekarang, bagaimana kalau besok lusa" ujarnya, sora kembali ke posisi berdirinya dan berjalan pelan mendahului midori.

"horeee! baiklah! midori sudah tidak sabar!" midori berlari kecil mengejar sora dengan senyum lebar di bibirnya.

tak terasa malam pun tiba

setelah mereka berdua menyantap makan malam yang sepertinya sama sekali tidak membuat mereka berdua merasa kenyang, tapi mau bagaimana lagi, mereka hanya punya beberapa apel, itu juga sora dapatkan dari pohon apel disekitaran "windfellows" tempat dimana ia duduk dan beristirahat tadi siang.

Midori sudah terlelap di atas tumpukan jerami yang ia gunakan sebagai alas untuk tidur. meski begitu midori terlihat sangat menikmati tidurnya, mulut nya yang terbuka dan menutup, mengeluarkan suara keras membuat sora tertawa pelan. midori adalah satu satunya anggota keluarga yang ia miliki. apapun yang terjadi sora berjanji akan melindungi dan menjaganya walaupun itu mengorbankan dirinya.

suara angin disertai burung burung nokturnal terdengar sepanjang malam. sora yang tengah duduk di tangga kayu halaman depan rumahnya, menikmati suasana malam yang damai, tiba tiba ia teringat dengan janjinya kepada midori, seketika ia mengeluarkan kantung uang disakunya dan mulai menghitung beberapa koin logam yang ia dapatkan dari membantu penduduk di desa.

"dua ratu... empat ratus... baiklah... pasti cukup ditambah dengan bayaran besok" ia kembali memasukan kantung uangnya yg sudah lusuh ke dalam saku. menutup matanya merasakan hembusan angin menerpa wajahnya. sebenarnya wajah sora terlihat seperti anak anak bangsawan. ditambah dengan rambut pirangnya dan warna mata emas yang ia miliki, hidung mancung dan bibir tipisnya membuat ia disukai oleh banyak orang, terutama anak anak perempuan seusianya. bicara tentang usia... sora tidak ingat berapa usianya. ia bahkan tidak ingat kapan hari ulang tahunnya. sudah sangat lama ia tidak merayakan pesta apa apa.. apalagi dengan kondisinya sekarang.. jika dipikir lagi, sebenarnya sora mengetahui jika dirinya dan midori bukanlah saudara kandung, karna fisik mereka yang berbeda, midori berambut merah matanya menyala bagaikan kobaran api. sora sempat berfikir... midori terlihat seperti salah satu kaum pyro. mereka adalah kaum yang di anugerahkan oleh tuhan dapat menciptakan bahkan mengendalikan api. biasanya mereka memisahkan diri dari desa dan tidak suka berinteraksi dengan penduduk lain. mereka lebih suka berburu dan bersembah kepada Tuhan mereka, yaitu Dewa Phrase. Tapi kenangan lama kembali berputar di kepalanya. sora ingat kejadian dimana ayahnya pertama kali membawa bayi mungil dan menggemaskan kerumah. saat itu sora sedang menyirami beberapa tumbuhan yang ia tanam di halaman rumah mereka. sora terlihat masih kecil tapi sangat mandiri. mereka masuk bersama sama kedalam dan ayahnya bicara "anak laki laki ini adalah adikmu, namanya midori. sora.. kau sudah menjadi seorang kakak. berjanji lah pada ayah kau akan selalu menyayangi dan melindungi adikmu" pria paruh baya itu bicara dengan nada yang lembut sambil mengelus kepalanya. usianya sekisaran 40 tahun, dengan rambut cokelat brewok tipis yang memenuhi bawah telinga sampai dagunya. wajahnya tampan. ayahnya sangat maskulin ditambah otot otot yang membuatnya semakin di damba dambakan kaum hawa di desa mereka.

saat itu sora masih tidak mengerti apa yang terjadi. dia hanya mempunyai perasaan senang bahwa ia sudah menjadi seorang kakak. bagaimana dengan sosok ibu dimata sora? entahlah.. ia tidak pernah bertemu dengan sosok yang biasa dipanggil ibu. ia tidak kenal dan tidak ingat sama sekali bahwa dia mempunyai ibu. ayahnya juga tidak pernah membicarakannya. setiap kali sora bertanya apakah ia memiliki ibu. ayahnya selalu menjawab "sora sudah memiliki ayah yang sangat hebat ini. apakah masih tidak puas?" masih teringat raut wajah sedih ayahnya setiap sora menanyakan perihal itu. yang akhirnya sora lupakan masalah tentang sosok ibu dan memeluk pria paruh baya yang dianggapnya sebagai ayah itu.

Kenangan indah sora bersama ayahnya yang tak pernah ia lupakan membuat ia tersenyum kecil. sangat menyenangkan mengingat masa lalu yang dialaminya tidak begitu buruk. sora bangkit dari duduknya dan memutuskan untuk berlatih sebentar di tengah hutan.

sora telah sampai di hutan. tempat ini adalah tempat latihannya. beberapa pohon yang ditandai dengan coretan x berwarna merah dan kain kain yang menggantung diatas pohon digunakannya untuk berlatih. terdapat pahatan dari kayu yang berbentuk badan manusia juga dijadikannya objek latihan. semua ini sora yang membuatnya.. meskipun ia sangat sibuk, tetapi kalimat ayahnya yang menyuruhnya untuk tidak melupakan latihan rutin sangat ia ingat. demi menjadi kuat dan lebih kuat lagi. demi adiknya midori, dan demi membalaskan dendam... akan kejadian itu.. kejadian dimana ia tidak mau mengingatnya.

sora menjentikan jarinya dan seketika muncul sebilah pedang di tangannya. pedang indah dengan genggaman emas terukir bentuk sayap dewa. pedang peninggalan ayahnya yang sangat berharga.

tebasan demi tebasan. dengan gerak yang cepat dan kekuatan yang ia miliki. sora mengayunkan pedangnya membelah satu pohon di depannya yang seketika ambruk diiringi suara burung burung yang terbang menghindarinya. dadanya naik turun, nafasnya terengah engah, keringat jatuh dari dahi nya. sora duduk di pinggir beristirahat. sudah lelah seperti ini tapi ia masih tidak merasa ngantuk. ia berbaring dengan lengan yang menopang kepalanya. menatap ke langit yang dipenuhi bintang tapi tak terlihat bulan. saat itu sora mencoba untuk memberitahukan keinginannya kepada tuhan, kepada dewa. yang sebenarnya tidak ia yakini 100%. sambil memejamkan matanya. dengan angin malam yang dingin ia berbisik "keadilan.. hanya itulah yang aku inginkan, wahai dewa" beberapa menit setelahnya, tiba tiba terdengar suara ledakan keras di langit. suara itu seperti petir yang menyambar, tapi sora menyadari bahwa sekarang tidak sedang turun hujan, dan langitnya cerah dengan bukti bintang bintang itu. sora terbangun dan mendongak ke atas mencari sumber suara ledakan itu. dimana? dilangit ada apa? hatinya bertanya. karna khawatir akan midori. sora segera kembali ke rumahnya. ia berharap tidak terjadi apapun pada midori.

avataravatar
Next chapter