2 BAGIAN 1

Semua tampak baik-baik saja pagi itu. Ahra menyiapkan sarapan untuknya dan Fai. Meski hanya mie instan, keduanya tampak menikmati sarapannya. Fai tengah memainkan ponselnya saat Ahra datang dengan 2 mangkuk mie instan.

"Ini sarapanmu", kata Ahra sambil meletakkan semangkuk mie instan didepan Fai.

"Waaaah terima kasih", Fai menerima dengan senang hati. Dia langsung makan dengan lahapnya.

"Apa hari ini El datang?", Tanya Ahra sambil memakan makanannya.

"Entahlah, mungkin sebentar lagi, hujannya tidak berhenti dari subuh", Jawab Fai yang masih sibuk dengan ponsel digenggamannya.

"Kau akan pergi ke resto hari ini?", Ahra menatap ke arah Fai, berharap sahabatnya itu mengatakan tidak.

"Sayangnya iya, aku tidak bisa meninggalkan resto, kau tau aku belum menemukan koki baru, jadi ma'afkan aku ya", Fai terlihat sangat menyesal. Jika bukan hal yang penting menyangkut resto yang baru dibukanya 3 bulan lalu, mungkin dia dengan senang hati menemani Ahra.

"Hah.... Sepertinya kali ini memang harus pulang sendiri lagi", Ahra tampak kecewa. Ini bukan pertama kalinya dia pulang ketempat orang tuanya seorang diri. Tapi sudah lama Fai, Ahra juga El ingin berkunjung ketempatnya. Hitung-hitung berlibur dan menghabiskan waktu bersama. Semua tidak seperti yang diharapkan. Fai terlalu sibuk dengan bisnis resto miliknya. Jika memaksakan ikut menemani Ahra dan meninggalkan restonya, akan sangat sulit. Tidak ada yang akan memasak jika Fai pergi. Semua menu Fai yang memasaknya dan Fai belum menemukan koki yang sesuai dengan kriterianya.

Saat Fai dan Ahra sibuk dengan pikiran masing-masing, El datang dengan rambut yang sedikit basah karena air hujan.

"Hujan sialan, rambutku basah, padahal baru selesai keramas", Keluh El sambil meletakkan tas selempang yang selalu dibawanya. Tidak ada sahutan dari Ahra ataupun Fai, membuat El menatap keduanya.

"Kalian kenapa? Apa ada masalah? Apa ada yang aku lewatkan? Beritahu aku", El bertanya secara beruntun. Dia terlalu penasaran kenapa Ahra dan Fai tidak seberisik biasanya.

"Ahra akan pulang dan aku tidak bisa menemaninya, jadi dia kecewa", jawab Fai seperti tidak bersemangat.

"Ah... Karna itu, tapi sepertinya nemang kau harus pulang sendiri, Ahra", Kata El sambil menepuk tangan Ahra.

"Kenapa harus sendiri? Kau kan ada, Fai mungkin tidak bisa, tapi kau...apa yang membuatmu tidak bisa ikut?", Tanya Ahra sambil menatap El penuh selidik.

"Ma'afkan aku, tadinya aku berniat ikut denganmu, tapi.... Kau tau kan sebagai seorang event organizer, aku cukup sibuk dengan pekerjaanku, jadi..... Aku tidak bisa ikut denganmu", El menatap Ahra dengan perasaan menyesal.

"Yaaaaah..... Kapan kita akan berlibur bersama? Apa aku satu-satunya disini yang tidak punya kesibukan seperti kalian?", Ahra menunduk lesu. Dibanding kedua sahabatnya, Ahra mungkin yang memiliki profesi yang tidak terlalu penting. Dia hanya seorang guru taman kanak-kanak.

Dia hanya lulusan SMK dan hanya itu yang bisa dikerjakannya. Ahra tidak memiliki keahlian apapun selain dia menyukai anak kecil. Dia rela merantau meninggalkan ibu dan adiknya demi mencukupi kebutuhan mereka. Ayah Ahra sudah tiada. Karena itu Ahra berusaha mencukupi semua kebutuhannya serta ibu dan adiknya sendiri. Tapi hidup tidak semudah yang orang bayangkan. Ahra melewati banyak hal hinggal sekarang dia menjadi seorang guru. Walaupun hanya guru taman kanak-kanak, setidaknya dia bisa bertahan hidup. Ahra bersyukur dipertemukan dengan sahabat-sahabat yang mau menerimanya apa adanya seperti El dan Fai. Mereka orang-orang yang begitu sabar menemaninya hingga saat ini.

"Sudah jangan dipikirkan, kau juga orang sibuk, kau orang yersabar yang pernah kutemui, kau bisa mengurus kurcaci-kurcaci ditaman kanak-kanak, kalau aku..... Sudah pasti mereka ku jadikan menu makan siang", Kata Fai sambil menatap El tajam. El bergidik ngeri. Fai itu tomboy berbeda dengan El yang lemah lembut dan Ahra yang kadang bertingkah seperti anak-anak.

"Ini bukan pertama kalinya kau pulang sendiri, kenapa kau seperti orang yang akan pergi berperang?", Kata El.

"Entahlah, rasanya ada yang aneh", Sahut Ahra masih dengan menundukkan kepala.

"Apanya yang aneh?", Tanya Fai penasaran. Dia menatap Ahra serius.

"Perasaanku mengatakan ada hal yang tidak baik akan terjadi, kupikir jika kalian ikut bersamaku semua akan baik-baik saja", Jawab Ahra sambil mendongakkan kepala menatap kearah El dan Fai. Bukan tanpa alasan Ahra berkata seperti itu. Entah itu suatu kelebihan atau kebetulan, Ahra sering mengalami hal yang srrupa. Dia tiba-tiba bisa cemas dan khawatir akan sesuatu. Benar saja hal burukpun terjadi dan kali ini hal itu terulang. Ahra takut ada hal buruk akan terjadi ketika dia sampai dirumah.

"Semua akan baik-baik saja, Ahra", Kata El sambil mengelus pundak Ahra.

"Kau masih memiliki kami disini, jadi jika yerjadi sesuatu, hubungi kami", Sambung Fai sambil memeluk Ahra.

"Terima kasih, kalian memang yang terbaik", Ahra membalas pelukan Fai, begitupun El yang tidak mau ketinggalan. Mereka sudah seperti teletubies sekarang.

"Ayo cepat bereskan semuanya, kita akan mengantarmu kebandara, setelah itu aku akan pergi bekerja", Kata El sambil melepas pelulannya.

"Lihat, dia bahkan terlihat seperti ibu-ibu sekarang", Kata Fai meledek El.

"Enak saja, aku masih terlalu muda untuk jadi seorang ibu", Elak El yang tidak terima disamakan dengan ibi-ibu.

🌸🌸🌸

Sudah 15 menit berlalu sejak pesawat yang membawa Ahra menuju tempat ibu dan adiknya lepas landas. Ahra duduk dengan gelisah dari tadi. Dia mencoba memejamkan mata berharap bisa tertidur sebentar. Tapi nyatanya itu tidak berhasil. Dia semakin gelisah dan tidak tenang. Belum lagi orang yang duduk disebelahnya. Seorang pria yang mungkin berumur lebih tua darinya. Dari penampilannya, sepertinya dia seorang bodyguard. Pakaiannya serba hitam dan memiliki tubuh tegap dan juga gagah. Terlihat dari cara duduknya yang tidak bergerak sedikitpun. Hal itu sedikit membuat Ahra risih dan tidak nyaman. Belum lagi tatapan tidak bersahabt yang seolahbingin menerkam Ahra hidup-hidup.

Akhirnya perjalanannya berakhir. Ahra tiba dengan selamat. Saat akan mengambil barangnya, Ahra kesulitan. Tentu saja karna tubuh mungilnya. Ahrapun dengan pasrahmenunggu ada pramugari yang mau membantunya. Ahra mendongak ketika ada seseorang yang menyodorkan tas miliknya.

"Punya anda kan?", Tanya pria yang ternyata orang yang sama yang duduk disebelah Ahra. Dia masih menyodorkan tas milik Ahra.

"T...Terima kasih", Ucap Ahra sambil terbata. Dia mengambil tas miliknya dari tangan pria itu. Pria itu tidak menjawab, dia sedikit membungkukkan badan sambil tersenyum kearah Ahra. Ahra ikut tersenyum, mungkin dia sudah berpikiran buruk pada pria tadi. Dia sama sekali tidak menakutkan meski semua yang ada didirinya terlihat aneh.

Ahra berjalan keluar bandara, mencari keberadaan adiknya. Ahra tidak bisa menemukan keberadaan sang adik dikerumunan orang-orang.

"Kak Ahra...",Seru zeseorang yang tak lain adalah Hirham adik laki-laki Ahra sambil melambaikan tangan. Laki-laki bertubuh tinggi dengan kulit sedikit gelap dari Ahra itu berjalan kearah sang kakak.

"Apa kakak lelah? Sini biar kubawakan tasnya", Hirham mengambil alih tas yang ada ditangan Ahra.

"Apa kau keracunan sesuatu? Tidak biasanya bersikap baik padaku", Ahra mengikuti sang adik yang berjalan lebih dulu didepannya.

"Kakak bicara apa? Aku memanh seperti ini, sepertinya kakak mengalami jatleg, sebaiknya cepat kita pulang, agar kakak bisa cepat istirahat", Kata Hirham sambil terus berjalan didepan Ahra.

Seolah tidak ingin berpikir negatif, Ahrapun mengikuti sang adik. Ahra tidak tau bahwa semua akan berubah setelah dia sampai dirumah nanti.

🌸🌸🌸

"Kau sudah mengikutinya dan memastikan dia sampai dengan selamatkan?", Tanya suara itu pada orang kepercayaannya.

"Tentu saja, bisa saya pastikan dia selamat sampai dirumah, tuan", Jawab pria yang berdiri dengan tegap dan penuh hormat itu.

"Sayang sekali, gadis sepertinya harus menanggung semua yang sudah diperbuat adiknya", Gumam orang itu yang kini tengah menatap sebuah foto dilaptopnya.

"Ma'af tuan, apa anda yakin ingin menikahi gadis itu? Bukankah anda menginginkan gadis dimasal lalu anda?",

Pria berparas tampan dan bertubuh tinggi itu melangkah mendekati bawahannya. Dia menatap bawahannya lalu tersenyum.

"Hirham sendiri yang memberikannya padaku, tentu saja aku tidak akan menolak, bukankah itu seimbang dengan yang sudah aku berikan untuknya dan ibunya?", Pria itu kembali ketempat duduknya. Kembali dia memperhatikan foto dilaptopnya.

"Pergilah, nanti aku akan memanggilmu lagi jika butuh sesuatu", Kata pria itu lalu menyandarkan punggungnya ke kursi. Dia menghela nafas setelah bawahannya keluar dari ruangannya. Lali-lagi dia memperhatikan foto dilaptopnya. Foto seorang gadis yang sebentar lagi akan menjadi miliknya.

"Ma'af jika ini akan membuatmu membenciku", Gumamnya lalu menutup laptopnya dan pergi meninggalkan ruangan tempatnya bekerja.

🌸🌸🌸

avataravatar