1 0. Prolog

Semua perasaanku padanya..

Kini lenyap oleh sebuah perpisahan yang menyakitkan

Walaupun aku pernah bersiap menerima kenyataan ini..

Dan berbagai kemungkinan dapat terjadi saat ku kembali melihatmu disini..

Namun di atas dugaanku...

Semua rindu dan kenangan itu hancur dalam sekejap...

Semua angan dan impianku kembali bersamamu..

Kini hanya tinggal bayang semu...

Yang hilang tak berbekas...

Semua yang telah terjadi membuatku tersadar...

Kau tak pantas untukku...

Kini aku akan terus berlari...

Mencoba melupakan bayangmu..

Mencoba menghapus sejuta kenangan dalam hidupku..

Tanpamu aku coba bangkit..

Dan berpaling menemukan mimpiku..

Biarkan angin menyelimutiku..

Dengan kesejukan dan kelembutan udara yang menyegarkan hidupku...

Dan biarkan aku menemukan sebuah rinduku...

Rindu yang telah menghilang oleh cerianya hariku bersamamu

Aku tak pernah menduga....

Sebuah pertemuan yang tak pernah terbayangkan sebelumnya..

Akan membawaku menemukan jalan indah yang membuatku tersenyum kembali

Mungkinkah ini jawaban dari segala kegelisahan dan harapanku yang telah pupus

Mungkinkah ini sebuah angin yang membuat hariku kembali...

Kembali pada duniaku...

Kembali menemukanku pada sebuah kebahagiaan yang lama tak kurasakan..

Padamu... yang memberi cahaya di hatiku...

©©©

Bulan Januari, Tujuh tahun lalu...

"Junho, kau tak lupa hari ini ulang tahunku kan?" ucap Vika sembari menikmati pasta di salah satu cafe favoritnya.

"Tentu saja, Vika. Bagaimana aku bisa melupakannya. Ini hadiah untukmu." Ucap Junho sembari mengulurkan sebuah kotak kecil pada Vika.

"Waah.. ini serius buat aku." Ucap Vika antusias menerima hadiah pemberian Junho.

"Iya, itu buat kamu, semoga kamu suka yaa..." ucap Junho sembari tersenyum.

"Wah.. Junho.. ini indah banget. Aku suka sekali.. terima kasih yaa." Ucap Vika sembari membuka kotak kecil itu. Terlihat disana, sebuah kalung emas putih dengan liontin berbentuk hati yang sangat indah.

"Sama-sama Vika.. aku senang jika kau menyukainya." ucap Junho sembari menggenggam jemari tangan Vika.

"Aku sangat menyukainya. Semua pemberian darimu adalah istimewa buatku." Ucap Vika yang membuat Junho tersenyum menatapnya.

"Mau aku pakaikan?" tanya Junho menawarkan.

"Eung.. boleh.." ucap Vika dengan pipi memerah karena senang dengan kado dari Junho.

Junho pun beranjak dari tempat duduknya dan memakaikan kalung pemberiannya.

"Wah..kamu cantik sekali, Vik.." puji Junho yang membuat Vika tersipu malu.

"Junho.. terima kasih yaa... ngomong-ngomong, nanti kamu tanding basket jam berapa?" tanya Vika yang tahu pacarnya menyempatkan waktu untuk bersamanya sebelum pertandingan penting sore nanti.

"Jam tujuh sore. Kamu harus datang yaa?" pinta Junho bersemangat.

"pasti aku akan datang, bagaimana aku bisa melewatkan pacarku bertanding hari ini." Goda Vika sembari tersenyum.

"makasih, ya Vik... aku tunggu nanti sore."

"drrrt....drrrrt.." tiba-tiba smartphone Junho berdering.

"Hallo Junho,,, kamu dimana? Anak-anak sudah menunggu di tempat latihan." Ucap Jefry, manajer sekaligus pemain basket satu timnya.

"Aku di cafe.. baiklah..lima menit kali aku meluncur kesana." Ucap Junho sembari memandang jam tangan di pergelangan tangannya.

"Ok..kita tunggu ya..."

"See You Soon." Ucap Junho sembari menutup telepon.

"Vika... sorry banget...sepertinya aku harus pergi dulu. "

"Sudah mau pergi?" tanya Vika sembari menatap Junho yang berkemas dan memakai jaketnya.

"Iya.. sudah ditungguin. Aku harus latihan.. sorry banget aku nggak bisa nemenin kamu di hari ulang tahunmu lebih lama." Ucap Junho agak menyesal.

"baiklah kalau gitu. It's okay, Junho. Aku ngerti kok. Ya udah.. sampai ketemu nanti ya..Good luck yaa." ucap Vika yang mempersilahkan Junho untuk berangkat latihan basket.

"makasih ya Vik.. bye..bye..see ya soon."

©©©

Sore hari kemudian...

Sore hari sepulang Vika pergi merayakan ultahnya dengan Junho, dia kembali ke rumahnya. Sengaja sebelum menonton pertandingan basket yang akan diikuti tim basket Junho, Vika ingin melanjutkan hobi barunya yaitu melukis. Sudah ada sekitar lima lukisan yang berhasil Vika lukis. Beberapa karyanya mengambil tema alam seperti pemandangan, langit dan juga pantai. Kali ini ada satu lukisan setengah jadi yang digambarnya terpajang di atas kanvas, Vika ingin menyelesaikannya sebelum menonton Junho bertanding.

Dia pun kembali berkonsentrasi dan terlihat serius menyapu goresan demi goresan kuasnya. Beberapa cat yang ada di pallete, Vika campur menjadi satu kesatuan warna pastel yang menarik. Tangannya kembali fokus menyapu kuas di atas kanvas. Sampai dia tak menyadari smartphonenya di atas meja tiba-tiba berdering.

Panggilan demi panggilan di smartphonenya tak juga diangkat Vika karena dia atur menjadi silent dan terlalu fokus melukis. Hingga dia baru menyadari suara getar smartphonenya.

"Halo Vika... kamu dimana sih, kenapa teleponku nggak dia angkat dari tadi?" ucap Kania sahabatnya dari balik telepon.

"Sorry..sorry..Kania.. aku tak mendengarnya. Aku terlalu fokus melukis tadi." Ucap Vika sembari mengecheck ada lima panggilan tak terjawab tertera di layar smartphonenya.

"Kamu nggak lupa kan.. hari ini Junho mau tanding? Disini udah rame lho." Ucap Kania sembari duduk di tribun penonton.

"Oh.. iya.. benar juga.. waah..gawat udah setengah tujuh sore. Kamu dimana?" tanya Vika yang menyadari pertandingan Junho dimulai setengah jam lagi.

"Aku dan Vallya udah di Hall Arena Basket. Udah rame banget. Ayo..kamu juga cepetan dateng." Ucap Kania bersemangat.

"Iya,, Vik.. kamu cepetan kesini. Tadi udah ditanyain Junho lho kamu." Ucap Vallya saat telepon di loudspeaker.

"Okay, Okay,..aku segera meluncur.. lupa tadi keasyikan melukis. Pasti Junho marah banget kalau sampai aku telat datang. Aku sepuluh menit lagi sampai guys.." ucap Vika sembari siap-siap berangkat.

"Okay.. Vik.. kita tunggu ya.. see you soon..." sahut Kania sembari mengakhiri percakapannya dengan Vika.

"See ya guys...." balas Vika sembari menutup telepon.

Vika pun segera bergegas ganti baju dan memakai make up di depan kaca kamarnya. Dia tak ingin melewatkan pertandingan basket Junho. Setelah meraih kunci mobilnya, dia berangkat menuju Hall Arena Basket yang jaraknya sekitar sepuluh menit dari rumahnya. Namun, dia tak menyadari, jam saat dia berangkat adalah jam pulang kantor karyawan di sekitar area tempat dia tinggal. Alhasil dia harus berjibaku dengan kemacetan Jakarta.

"OMG.. aku lupa kalau jam segini ini macet-macetnya. Semoga keburu deh.." gumam Vika sembari mengemudikan mobil dengan pelan karena mobil di depannya hanya berjalan beberapa meter saja sedari tadi.

Dan jam tujuh lebih sepuluh menit, Vika baru sampai di Hall Area Basket, tempat pertandingan final basket se-DKI antara sekolahnya dengan tim sekolah lain berlangsung. Pertandingan sedang berlangsung dengan seru dan menarik.

"Sorry guys.. tadi macet banget.. bagaimana pertandingannya?" tanya Vika sembari menghela nafasnya karena berlari mengejar waktu.

"Vika.. ini baru quarter satu. Tapi udah mau habis babak pertamanya." Jawab Vallya yang menyadari sahabatnya yang baru datang.

"Iya.. kamu dari tadi udah ditanyain Junho. Kita sampai bingung ngejawabnya." Balas Kania sembari memberika segelas Mocca latte yang dia pesan bersama pesanannya dan Vallya.

"Thank You Kania.. semoga Junho nanti nggak marah ya.." ucap Vika yang kembali fokus menonton pertandingan.

Pertandingan basket sore itu berlangsung saat seru dan menegangkan. Beberapa kali lawan berhasil mengejar angka tim basket sekolah Vika namun berhasil dikejar kembali oleh Junho dan anggota basket lainnya. Semarak dukungan tak lupa Vika dan teman-temannya teriakkan dari atas tribun penonton. Dan setelah hampir satu jam, pertandingan basket berakhir. Kemenangan diraih oleh Tim basket SMA Vika dengan score 89-81.

©©©

Beberapa saat kemudian..

Hall Arena Basket telah sepi dari penonton, tampak ada Junho disana yang sedang mengemasi barang-barangnya.

"Junho..congrats yaa..aku tahu kamu pasti akan menang tadi. " ucap Vika sembari memberikan air meneral pada Junho.

"Makasih ya Vik.. kamu datang juga ternyata. Tadi aku mencarimu, namun tak menemukanmu. Kirain kamu nggak datang tadi."

"Sorry Junho, tadi aku kelupaan di rumah. Pas aku berangkat macet banget tadi. Tapi beneran tadi aku nontonnya udah dari quarter pertama kok." Ucap Vika merasa bersalah karena melewatkan beberapa menit pertandingan Junho.

Junho kemudian tersenyum menatap Vika yang menjelaskan kepadanya dengan serius.

"Iya.. iya.. aku percaya. Terima kasih ya.. kamu udah dateng ke pertandingan aku. Aku seneng banget." Ucap Junho sembari menggenggam tangan Vika.

"Iya..sama-sama. Pasti aku dateng. Ini kan moment penting kamu." Ucap Vika merasa lega karena Junho tak marah padanya.

"Junho.. kamu udah ditungguin anak-anak buat makan bareng." Panggil Satriyo anggota basket satu tim dengan Junho.

"Vika. Sorry banget,, kayaknya aku harus pergi. Ada perayaan keberhasilan tim basket sekolah sehabis ini." Ucap Junho merasa tak enak dengan Vika.

"iya baiklah.. kalau gitu.. aku balik dulu, Junho." ucap Vika sembari pamit meninggalkan Jojo.

Sebenarnya di hari ulang tahunnya dia berharap dapat merayakan lebih lama bersama kekasihnya, Jojo. Vika sudah merelakan tak kumpul bersama kedua sahabatnya Vallya dan Kania karena ingin bersama Junho lebih lama. Namun sepertinya dia akan kembali ke rumah dan beristirahat.

Mobil Vika pun terus melaju meninggalkan Hall Area Basket menuju rumahnya. Namun di tengah perjalanan tiba-tiba terasa ada yang aneh pada mobilnya. Vika pun kemudian menepi dan mencoba mencari tahu apa yang terjadi pada mobilnya.

"OMG.. ban mobiku bocor bagaimana ini." Ucap Vika yang panik melihat kondisi ban kanan belakang mobilnya.

Vika tahu daerah yang dilewatinya saat ini adalah daerah yang jarang dilewati. Tukang ban atau bengkel pun tak ada disini. Dia pun tak menyimpan nomer mobil derek untuk mobilnya. Saat dia merasa kebingungan, tampak ada mobil berwarna biru tua menepi di belakang mobilnya. Dari balik mobil tampak ada seorang lelaki tampan yang sepertinya bukan asli indonesia. Parasnya seperti idol-idol yang biasa digemari Vika dan kedua sahabatnya.

"Haai... May I help You?" tanya lelaki tersebut menggunakan bahasa Inggris.

Vika pun menjelaskan jika bannya bocor dalam bahasa inggris. Dan lelaki itu pun menanyakan jika apakah Vika memiliki ban serep alias ban cadangan. Vika pun kemudian teringat ada ban cadangan yang tersimpan di dalam bagasi mobilnya.

"Thank You for helping Me..bolehkah saya tahu bagaimana saya membalas anda?" ucap Vika tulus berterima kasih. Tanpa lelaki tersebut, mungkin dia masih kebingungan bagaimana dia harus pulang.

"You're Welcome...kamu tidak usah membalas apa-apa. Sorry but I have to go."balas lelaki itu ramah dan bersiap untuk kembali ke mobilnya.

Vika pun diam sejenak. Dia ingin memberikan sesuatu pada lelaki yang sudah menolongnya.

"Maaf...Tunggu sebentar.." Ucap Vika yang kemudian kembali ke mobilnya.

Lelaki tadi pun kaget dan menghentikan langkahnya.

Vika mengambil sebuah sovenir gantungan kunci jakarta. Dia ingat beberapa minggu lalu dia sempat membeli cindera mata saat jalan-jalan ke Wisata Kota Tua bersama Vallya dan Kania.

"Ini buat kamu. Terima kasih atas bantuannya." Ucap Vika menyerahkan bingkisan dari Kota Tua kepada lelaki tersebut.

"tidak usah.. aku senang bisa membantu." Ucap lelaki tersebut berusaha menolak pemberian Vika.

"please diterima ya.. aku tak bisa memberikan apa-apa. " ucap Vika berharap lelaki tersebut tak menolak pemberian darinya.

"baiklah aku terima ya..terima kasih bingkisannya. Maaf aku harus pergi dulu." Ucap lelaki tersebut sembari kembali menuju mobilnya.

"sama-sama..baiklah..hati-hati di jalan." ucap Vika sembari mengamati mobil lelaki tersebut yang melaju meninggalkannya.

Vika pun kemudian melanjutkan perjalanannya kembali ke rumah dengan selamat. Dia pun memandang langit-langit kamarnya saat masuk ke kamar dan rebahan sejenak di atas tempat tidurnya. Rasa lelah menghinggapinya. Pikirannya pun melayang mengingat banyak hal yang terjadi di hari ulang tahunnya hari ini. Dalam hatinya hanya satu keinginan yang ingin dilakukan, Vika berharap tahun depan dia dapat merayakan ulang tahunnya bersama Junho, kekasihnya.

©©©

avataravatar
Next chapter