1 September 2013

Ara POV.

Tahun ini menjadi tahun keempat aku lulus dari tingkat SMA, dan tahun ini juga menjadi tahun pertama aku memulai dunia perkuliahan. Aku memutuskan melanjutkan kuliah disaat uang yang aku rasa cukup terkumpul dari hasil kerja kerasku selama lulus SMA. Dulu aku berharap setelah lulus SMA aku bisa langsung lanjut kuliah, tapi apa daya keadaan keluargaku tidak memungkinkan aku untuk langsung kuliah waktu itu. Maka setelah lulus SMA, aku memutuskan untuk langsung mencari pekerjaan dan menabung untuk biaya masuk kuliah.

Orang tua sangat bahagia sekali saat mereka mengetahui bahwa aku diterima di salah satu universitas swasta di Jakarta. Waktu itu, aku ingin mencoba masuk universitas negeri, tapi rasanya otak ku tidak cukup memadai kalau harus bersaing dengan mahasiswa-mahasiswa di sana. Jadi, berakhirlah aku di universitas ini, dengan uang yang hanya mampu bertahan sampai 1 semester saja. Tapi semua harus tetap disyukurikan?

O iya, perkenalkan aku, Isyana Asmara Raya, mahasiswi tingkat pertama jurusan arsitektur. Seorang wanita yang belum pernah mengalami cinta berbalas, ciuman pertama dan banyak hal yang belum aku lalui untuk pertama kalinya. Woww polos sekali saya, hhhahaha. Tapi ada rahasia yang selalu aku tutup rapat tentang pekerjaan aku. Yaitu, menjadi seorang penulis novel. Bahkan orang tua dan sahabat terdekat ku semasa SMA pun tidak ada yang tahu tentang kebenaran itu.

Hanya staff penerbit saja yang tahu, itu pun tidak semua orang mengetahuinya. Pernah ada cerita ketika aku temu kangen bersama sahabat SMA, mereka bercerita kalau mereka lagi suka baca novel karya seorang penulis bernama 'RAI'. Mereka bercerita kalau mereka sampai menangis tersedu-sedu, ketawa, senyum-senyum sendiri dan bahkan marah-marah saat membaca cerita tersebut, mereka pun menyarankan aku untuk membaca novel tersebut.

Padahal tanpa mereka sadari bahwa 'RAI' itu adalah aku, seseorang yang sudah pasti tahu tentang cerita dan isi novel tersebut. Aku pun tidak pernah ada pikiran untuk jujur perihal pekerjaan ku kepada mereka. Aku hanya meminta mereka untuk menceritakan pendapat mereka tentang novel tersebut. Setidaknya, aku dapat penilaian dari pembaca secara tidak langsung tapi langsung bertatapan muka dengan mereka. (hhehehe)

Aku banyak membuat cerita roman dan cerita-cerita nyata yang aku ubah agar lebih menarik untuk dipahami dan dirasakan oleh orang lain. Karena aku tipikal orang yang suka jadi pendengar, maka dari itu, aku selalu jadi tempat curhat bagi sebagian orang. Melalui mereka, ide cerita terkadang muncul. Dan berawal dari coretan-coreran, aku merangkai dan menuangkannya ke dalam tulisan. Sebenarnya aku seseorang yang minim kenangan tentang cinta-cintaan seperti remaja pada umumya. Karena ciuman saja aku belum pernah sama sekali. (hhhaha, kalah nih sama anak ABG)

Tapi aku pernah punya pacar, pacar yang tak pernah saling mengisi hati satu sama lain sih lebih tepatnya, karena kita pacaran hanya buat seru-seruan saja di masa SMA. Ini semua karena temen-temen di SMA yang selalu meledek aku sama dia. Dia teman sekelas dan teman sepermainan aku, Arjuna Prakarsa Yoga itulah nama pacar pertama ku. Kita selalu diledek sama teman-teman karna hanya kita berdua saja yang jomblo, jadi muncullah ide konyol aku untuk mengajaknya berpacaran.

"Jun, kita pacaran aja yuk? biar mulut mereka pada diem, panas nih telinga gue dengerin mereka ledekin kita mulu." Ajak aku yang tengah makan siang di kantin sekolah bersama Juna.

"Hahh, gila kamu Ra. Kamu kan gak ada perasaan apa-apa Ra ke aku?" itu jawaban Juna, sambil menatap heran aku yang masih asik mengaduk-aduk jus alpukat di gelas.

Juna tidak pernah pakai kata lu dan gue disetiap percakapan kita, padahal ke teman yang lain, dia selalu pakai kata itu. Dan sampai sekarang pun aku tidak pernah tahu alasannya mengapa. Atau lebih tepatnya, aku tidak pernah mau tahu. Karna nyatanya aku tetap menggunakan kata lu dan gue disetiap berbincang bersama Juna.

"Lah, bukannya lu juga gak ada rasa sama gue? Yaudah kita diem-diem aja kalau kita cuman jadi pacar bohongan." Jawab aku lagi, merespon kalimat Juna.

Dan entah mengapa, beberapa detik kemudian, Juna mengiyakan ajakan konyol aku itu. sambil berkata "oke."

Itulah percapakan konyol yang masih aku ingat tentang pacar pertama aku di masa kelas 1 SMA. Dan kami pun berpisah saat lulus SMA. Keren ya kita, hanya pacar bohongan tapi mampu bertahan selama 2 tahun lebih. Disaat umur aku yang ke-22 tahun ini. Aku sempat berfikir, apakah dahulu aku dan Juna pernah memiliki perasaan satu lain? Walaupun kami tidak pernah berciuman, tapi kita terlalu sering menghabiskan waktu bersama, mengingat akan kesukaan kita tentang makanan, musik, dan film hampir sama.

Dan seharusnya ada benih-benih cinta yang tumbuh dong dihubungan ini, tetapi nyatanya tidak. Tak ada perasaan apa-apa dari hati aku untuk dia, begitu pun dari hati dia ke aku. Tapi yasudahlah, itu hanya masa lalu. Toh dia juga sudah menghilang tanpa jejak 4 tahun yang lalu. Kalau seandainya dia punya rasa terhadapku, tidak mungkin kan dia pergi begitu saja tanpa pamit ke aku. Walaupun hanya pacar bohongan tapi aku dan dia tetap temen kan seharusnya?

Disaat aku tengah mengulang beberapa memori tentang Juna, tanpa sadar ada seorang pria yang mendadak duduk disebelah ku dan mengajak berbincang.

"Maaf, anak arsitektur kan?" tanya seorang pria yang langsung terduduk di samping ku.

"Eh, iya ka. Ada apa ya?" jawab ku sambil merubah arah duduk ku.

"Gue Dewa, semoga nanti kita bisa akrab ya?" ucapnya lagi, sambil mengulurkan tangan ingin menyalami ku.

"Eh, iya ka." balasku dengan kebingungan sambil berusaha menyalaminya.

Setelah itu dia pergi entah ke mana meninggalkan aku yang terbengong di lobby kampus.

"Wah, itu cowok kesambet kali ya." batinku.

Setelah jam menunjukan waktu yang ditentukan untuk para mahasiswa berkumpul di ruang kelas yang telah ditentukan sebelumnya, aku pun bergegas menaiki tangga menuju lantai dua. Dan alhasil banyak mahasiswa yang telah berkumpul di dalam ruangan tersebut. Mereka nanti akan jadi teman sekelas ku selama beberapa semester ini. Dan tanpa sengaja mata ini menangkap sesosok pria yang tadi aku kira tengah kesambet waktu di lobby. Dia hanya tersenyum menatapku, dan aku pun bingung harus seperti apa menanggapinya. Lalu tanpa sadar, aku menganggukkan kepala sambil tersenyum kecil kepadanya.

"Selamat datang di universitas Harapan Bangsa, dan selamat telah menjadi mahasiswa dan mahasiswi di kampus ini."

Sambutan dari seorang pria tua yang tak lain adalah dosen pembimbing ku, pak Karto.

"Hari ini kita saling perkenalan dulu saja ya," ajak pak Karto.

"Baik pak," kami serempak menjawabnya

"Kamu yang pakai jaket denim, siapa namanya?" pak Karto bertanya sambil menunjuk ke arah ku.

"Saya Isyana Asmara Raya pak, nama panggilan saya Ara."

"Oh oke Ara, lalu kamu yang lagi ngeliatin Ara. Siapa namamu?" ucap pak Karto lagi, sambil menunjuk seseorang.

"Saya Satria Dewa Purana pak, nama panggilan saya Dewa." jawab seorang mahasiswa.

Dan tanpa sadar aku pun menoleh ke sumber suara. Nama yang baru saja terucap, ternyata nama lengkap dari lelaki yang ada di lobby tadi.

"Dewa," tanpa sadar aku menggumamkan nama tersebut.

Oh tidak, aku menyebutkan nama seseorang dengan ekspresi dan perasaan kagum seperti ini? Kenapa harus nama cowok itu yang aku sebut?

"Bisa gila beneran nih gue kalau ngeliatin dia mulu." Batin ku sambil menggeleng-gelengkan kepala berusaha menyangkal kalau memikirkan dia.

Setelah perkenalan usai, aku langsung memiliki teman ngobrol seorang mahasiswi cantik berambut panjang lurus, Dewita Sari itulah namanya. Dia bisa terbilang mahasiswi tercantik di kelas ku, terbukti karena saat perkenalannya tadi, semua mata seolah tertuju padanya menatap dengan rasa kagum. Tanpa terkecuali pak Karto yang melemparkan pujian khusus terhadapnya.

Hanya Dewita yang mendapat pujian dari pak Karto, padahal di dalam kelas ada 6 mahasiswi termasuk aku. Tapi ya sudahlah ya, cantik versi setiap orang kan berbeda-beda. Tapi jujur, visual Dewita memang tidak diragukan lagi untuk ruang kelas ku ini.

"Ra, lu jago nyanyi gak?" tanya Dewita tiba-tiba.

"Jago sih enggak Wit, cuman suka aja. Emang kenapa Wit?" jawabku.

"Kapan-kapan kita karaokean yuk? kalau lagi penat butuh refreshing gitu, Ra."

"Boleh Wit, ajak anak cewek yang lain juga ya?"

"Siap Ra, kita harus bareng-bareng lah sampe lulus. Semoga aja tetap utuh sampai wisuda nanti." Ucap harap Dewita.

Aku bisa paham kenapa Dewita bilang seperti itu. Karena jujur, dunia perkuliahan kadang membuat beberapa mahasiswa tidak bisa menyelesaikan studinya dengan baik. Entah karna terserang penyakit malas, biaya, alasan mendapatkan terlalu banyak tugas diawal-awal perkuliahan dan berbagai macam alasan lainnya.

Apalagi fakultas teknik, banyak mahasiswa yang memilih mundur ditengah jalan karna repot dengan tugas atau karna telah memiliki pekerjaan mapan dan tidak mau dipusingkan lagi dengan tugas-tugas kuliah yang mungkin menghambat kinerja mereka di kantor.

Aku pun berharap dan berdoa, semoga aku mampu menyelesaikan pendidikan ku dan menyelesaikan biaya dengan baik ke depannya nanti. Bekerja sambil kuliah menjadi tantangan dan penyemangat bagi aku saat ini. Jadi, aku harus yakin dan mampu untuk bisa selesai tepat waktu.

avataravatar
Next chapter