2 Tanpa Penolakan

"Tumben ini anak, udah jam sembilan baru ke sini. Pasti bikin masalah lagi," gumam Soraya lalu beranjak dari atas ranjangnya yang begitu empuk, menuju kamar mandi setelah meletakkan ponselnya kembali ke atas nakas.

Soraya tahu betul maksud Liam yang ingin bertemu dengannya malam ini. Apalagi jika bukan untuk melampiaskan nafsunya. Sudah berbulan-bulan ini mereka melakukannya. Bukan tanpa alasan, melainkan karena keduanya memiliki suatu kemiripan dan akhirnya memutuskan untuk saling melengkapi. Khususnya untuk kebutuhan biologis.

Mereka berdua sudah kenal lama, bahkan sejak kuliah. Hanya saja beberapa bulan yang lalu, dalam sebuah situasi, mereka berdua seakan terjebak. Tiba-tiba saling bercerita akan kekurangan pasangan masing-masing lalu terlena dengan situasi dan kondisi yang ada.

"Yah, begitulah Ceril. Tapi aku masih cinta dengannya," aku Liam pelan.

"Iya, Reyhan juga begitu. Terlalu manja, tapi terkadang pelit. Masa hangout bareng temennya harus aku juga yang bayar!" keluh Soraya.

Kedua manusia ini memang selalu begitu, menceritakan kekurangan pasangan masing-masing dengan begitu bebas tanpa ada yang ditutup-tutupi. Begitu jujur satu sama lain. Kemudian berakhir dengan saling menatap dengan hasrat yang tidak terbendung. Entah siapa yang memulai memancing sentuhan demi sentuhan itu.

Seperti malam ini saat Liam kembali menerima perlakuan tidak menyenangkan dari kekasihnya. Begitu pula jika Soraya sedang kesal dengan kekasihnya, pasti akan langsung mencari Liam. Untuk sama-sama melampiaskan isi hati.

Tingtong!

Soraya yang masih di dalam kamar mandi, segera mengeringkan wajahnya dengan sebuah handuk kecil yang menggantung pada tempatnya. Dia baru saja selesai menggosok gigi dan mencuci wajahnya.

Sebelum Liam menghubungi, dia sudah terlelap tidur, akibat kelelahan dalam bekerja. Ya, di malam sebelumnya Soraya tidak tidur karena lembur menyelesaikan deadline-nya. Bahkan seharian di kantor tadi dia juga masih terjaga, karena tugas baru kembali menghampirinya.

Dengan langkah santai, Soraya keluar dari kamar mandinya menuju ke pintu depan. Dia langsung membukakan pintu, karena dia yakin jika yang menekan bel itu pastilah Liam.

"Astaga!! Ke mana pakaian penutupnya?" seru Liam yang terkejut melihat Soraya yang hanya mengenakan pakaian tidur tipis tanpa penutup saat membukakan pintu untuknya.

Soraya langsung berbalik, lalu kembali melangkah menuju ke kamar tidurnya. Dia tidak menghiraukan teguran teman lelakinya itu.

"Hei! Kamu denger aku ngomong, 'kan?" Sekali lagi Liam menyerukan tegurannya seraya ikut melangkah menyusul Soraya.

"Jangan cerewet! Toh kamu sudah pernah lihat semuanya tanpa sehelai benang pun. Kenapa yang begini aja malah protes!" Soraya merebahkan dirinya di atas ranjang lalu meraih ponselnya.

Liam menghela napasnya dan berdiri mematung di ambang pintu kamar. Memandangi Soraya yang begitu cuek padanya. Ia sudah tidak bisa berkata apa-apa lagi jika Soraya menjawabnya seperti itu, karena semua itu benar adanya.

"Ada apa malam-malam cari aku trus nanyain aku sudah makan atau belum?" Kini Soraya memandangi mata elang lelaki itu dengan penuh rasa curiga. "Tumben ...."

Kedua bahu Liam terlihat menurun, lemas. Langkah kaki pria itu membawanya naik ke atas ranjang di depannya, lalu merebahkan diri tepat di samping wanita yang masih menunggu jawaban atas pertanyaannya.

Tiba-tiba Liam merogoh saku celananya, mengeluarkan ponsel dan juga bungkus rokoknya, lengkap bersama sebuah pemantik. Kemudian dia berbalik arah, mengambil benda tipis di tangan Soraya, meletakannya di tumpukan ponselnya dan kembali berbalik memeluk perut rata wanita itu.

Liam meletakkan kepalanya tepat di antara kedua dada Soraya yang begitu empuk. Soraya menarik tangannya, membiarkan kepala lelaki itu sejenak tenang di sana sambil mendengarkan detak jantungnya.

"Aku butuh belaian kamu!" ucap lelaki itu tiba-tiba. Nada bicaranya tidak seperti menyuruh, tetapi cukup untuk membuat Soraya mematuhinya.

Dengan lembut, Soraya membelai kepalanya. Aroma wangi dari rambut lelaki itu berhasil masuk ke dalam lubang hidungnya yang mancung bak wanita keturunan dari Turki. Dan dari posisinya dia bisa melihat kepala lelaki itu perlahan turun dan naik akibat embusan napasnya.

Tak lama kemudian, Liam mengangkat kepalanya, menatap kedua bola mata hazel wanita yang berhasil berada dalam dekapannya. Perlahan maju lalu ia berhasil menyatukan bibirnya dengan bibir ranum wanita itu. Liam berhasil menyesap pelan, menikmati manisnya sang pemilik bibir. Tanpa penolakan.

Mereka berdua saling menyesap bergantian, dengan kedua pasang mata yang saling terpejam, tanda sama-sama menikmati semuanya. Hingga akhirnya salah satu jemari Soraya menyelip masuk ke belakang kepala Liam, mencengkeram lembut rambut lelaki itu.

Liam yang diperlakukan seperti itu, sontak merasa terpacu gairahnya. Dengan lahap ia menurunkan sesapannya menuju ke ceruk leher Soraya, membuat wanita itu melenguh tanpa sadar.

avataravatar
Next chapter