webnovel

Ruang Kosong

Mata Liam membulat sempurna memandangi Soraya, ia terkejut mendengar kalimat itu. Kedua alisnya langsung mengerut, tidak percaya dengan apa yang baru saja wanita itu ucapkan.

"Jangan main-main, Ya." Liam langsung menegaskan.

Soraya langsung menarik kedua sudut bibirnya, tersenyum manis menangkap manik lelaki di hadapannya. "Kamu pikir, aku bercanda?" tanya Soraya.

Perlahan Soraya mengangkat tubuhnya, melepaskan dekapan Liam. Dengan satu tangannya menempel di dada Liam, mata wanita itu kembali menatap manik Liam yang masih sedikit bingung.

Entah apa yang merasuki Soraya, hingga dia berani untuk berkata demikian. Bukankah Soraya memiliki kekasih? Lantas mengapa dia mengatakan sayang kepada Liam?

"Kamu punya Reyhan ...." Liam berusaha tenang.

"Dan aku juga sayang sama kamu. Apa itu salah?" Soraya berkata dengan hati-hati.

"Apa yang kita lakukan sudah salah. Jadi jangan mencari siapa yang salah dan siapa yang benar. Kita memang nggak seharusnya begini," jelas Liam.

Soraya menjangkau jubah piyamanya yang tergeletak di ujung ranjang, lalu mengenakannya. Keluar dari balik selimut dan duduk bersandar pada kepala ranjang. Masih di samping Liam. "Aku lapar," ucapnya dengan tatapan kosong.

Tangan Liam langsung meraih ponselnya, hendak memesan makan lewat jasa pesan-antar. "Mau makan apa?" Sambil melihat-lihat menu yang ditampilkan di sana.

"Aku mau makan di tempat. Dine in. Bukan delivery order," pinta Soraya lagi.

Liam mengembuskan napas pelan. "Makan apa?"

"Kaefce."

"Ya sudah, cepat mandi."

Tarikan sudut bibir Soraya kembali mengukir sebuah senyuman menawan di mata Liam. Dia senang dapat membuat wanita itu tersenyum lebar, walaupun dengan hanya mengabulkan permintaan kecilnya saja.

Begitu pula dengan Soraya. Dia tidak menginginkan kebahagiaan yang terlalu muluk. Baginya, bisa dimanjakan seperti ini saja, sudah membuatnya cukup gembira. Apalagi dia tidak pernah sekalipun mengeluarkan uang saat bersama Liam.

Saat Liam melihat Soraya yang melangkah menuju kamar mandi, tiba-tiba terbesit pikirannya untuk memiliki wanita itu. Namun, beberapa detik kemudian, ia langsung menyadari, jika dirinya tidak bisa begitu saja memutuskan hubungannya dengan Ceril. Yang mana, wanita itu sama sekali tidak memiliki kesalahan padanya.

***

Ceril, Reyhan dan juga Erna menghabiskan waktu bersama. Berbincang dan tertawa bersama menghabiskan malam. Saling melontarkan pertanyaan dan juga candaan yang menggelitik perut.

Suasana yang mencair itu, berhasil membuat Ceril santai dan lepas. Mampu membuat pemikirannya teralihkan dari rasa khawatir akan kekasihnya yang tak kunjung memberikan kabar ataupun menghubunginya. Hingga waktu menunjukkan pukul sebelas malam.

"Udahan yuk! Udah malem!" celetuk Ceril begitu tawa mereka bertiga berangsur mereda.

Spontan Reyhan langsung melirik pergelangan tangannya, di mana di sana terikat sebuah jam yang juga menunjukkan sudah jam sebelas malam. "Mau pulang?" tanya Reyhan setelahnya.

Erna ikut melirik jam tangannya, lalu mengangguk setuju dengan ucapan Soraya. Erna meraih gelas minumnya, lalu menelan isinya sedikit demi sedikit sampai habis. "Ayo kita pulang! Sudah terlalu malam," ucap Erna menyetujui ajakan Ceril.

Akhirnya Reyhan berdiri, melangkah menuju kasir untuk membayar semua makanan dan minuman yang mereka bertiga pesan. Kemudian keluar dari rumah makan itu bersama dengan Erna dan tentu saja Ceril.

Suasana kembali hening di sepanjang perjalanan pulang. Erna sibuk dengan ponselnya, sedangkan Ceril sibuk memandangi suasana di sekitaran jalan raya yang mereka lalui. Sesekali Reyhan mencuri pandang untuk melihat wanita yang duduk di sampingnya itu.

"Makasih ya, sudah di antarin balik lagi," ucap Ceril saat sampai di depan rumah Erna.

Erna juga mengatakan hal yang sama, bedanya dia lebih dulu mengucapkan kalimat itu, lalu segera keluar dari mobil dan masuk ke dalam rumah. Membiarkan Ceril dan Reyhan berduaan di dalam mobil.

"Sama-sama. Mungkin lain kali kita bisa pergi lagi? Itu pun kalau kamu nggak sibuk." Reyhan masih mencoba berusaha mendekati wanita itu.

Ceril tersenyum. "Aku masuk dulu. Sekali lagi makasih."

"With my pleasure!"

Tiba-tiba Reyhan langsung mengecup pipi Ceril dengab bibirnya, Ceril tersentak, lalu menarik wajahnya. Menutupi pipinya yang tersentuh bibir tebal lelaki itu dengan tangannya. Dalam cahaya remang, mata Ceril menangkap manik lelaki yang tersenyum melihatnya.

"Good night, sweet dreams," ucap Reyhan lagi.

Lelaki itu bersikap sangat manis pada Ceril, dan Ceril menyukainya. Ceril terpesona dengan caranya memperlakukan dirinya. Seperti sangat di manja.

Ceril segera keluar dari dalam mobil, dan tanpa menunggu Reyhan pergi dengan mobilnya, dia langsung masuk ke dalam rumah Erna. Kemudian mengintip diam-diam melalui jendela ruang tamu, memerhatikan kepergian lelaki yang baru saja dia kenal.

"Kayaknya dia anak orang kaya, deh! Lumayan, 'kan?" celetuk Erna mengagetkan Ceril. Entah dari mana datangnya Erna, padahal Ceril yakin betul, saat masuk tadi Erna tidak ada di sana.

"Dih! Kamu jangan bikin orang jantungan bisa kagak, sih?" sembur Ceril sambil mengelus dadanya. Erna tertawa pelan.

Keduanya kembali memerhatikan mobil Reyhan yang perlahan bergerak maju, hingga meninggalkan wilayah itu, menghilang dari jangkauan pandangan mereka berdua.

"Lumayan, sih!" gumam Ceril selepas perginya Reyhan.

Erna yang mendengar ucapan Ceril sontak menoleh, menatap Ceril dalam remang lampu. Tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar. Padahal, Ceril termasuk wanita yang bertipe setia. Sulit baginya untuk berkhianat dari Liam, dan Erna tahu itu. Ceril cinta mati kepada Liam.

Namun, malam ini, Erna sedikit merasa senang, melihat Ceril yang tidak tersiksa oleh perasaannya sendiri. Melihat temannya yang sedikit 'have fun' dengan kehadiran lelaki baru itu. Ceril melupakan nama lelaki itu.

"Nah, gitu dong! Have fun dikit. Jangan mikirin Liam melulu. Bosan aku dengernya." Erna akhirnya membuka suara.

Ceril hanya tertawa pelan.

***

Di lain tempat ...

Soraya makan dengan kalapnya. Seperti sudah berhari-hari tidak mengisi perutnya dengan asupan nasi. Dia memesan nasi dengan dua ayam, dan juga seporsi kentang goreng. Belum lagi burger yang belum siap saji, masih dibuatkan.

Liam yang tadinya menyantap ayam goreng crispy dengan lahap, kini perlahan memakan dengan santainya. Seutas senyuman muncul begitu saja, saat melihat wanita di depannya yang sangat rakus. Wanita itu tanpa jaim makan dengan lahap.

"Pelan-pelan aja makannya, Ya. Kita nggak diburu waktu, kok!" tegur Liam.

Soraya cengengesan. Lalu memperlambat gerakan mengunyah makanannya. Menyantap dengan santai sambil sesekali menatap Liam.

"Jadi gimana?" tanya Soraya setelah berhasil menelan kunyahan dalam mulutnya.

Liam masih asik dengan isi dalam piringnya, menikmati dengan santainya. "Gimana apanya?" tanya balik Liam. Sekilas ia melirik Soraya, lalu kembali ke ayam crispy-nya.

Soraya menghentikan aktivitas makannya, meletakkan ayam yang tadi berada dalam cengkeraman di atas piring. Sambil menatap Liam yang masih asyik, lalu berkata, "Aku sayang kamu."

"Trus?" sahut Liam cuek, tanpa menatap Soraya.

"Ya, gitu ... aku sayang!" bentak Soraya kesal. Liam terlihat biasa saja saat dia mengatakan kalimat itu berkali-kali.

Apa benar Liam tidak memiliki ruang kosong untuk Soraya di hatinya?

Next chapter