13 Rasa Curiga

Soraya membukakan pintu, mempersilakan Liam masuk terlebih dahulu, lalu tiba-tiba saja Liam berbalik arah begitu Soraya berhasil menutup pintu, mendorong dengan kedua tangannya yang tepat di belakang pinggulnya. Wanita itu tersentak kaget.

Kedua pasang mata itu saling beradu. Seolah saling menangkap rasa rindu. Helaan napas keduanya terdengar sangat menggebu dengan detak jantung yang mungkin tidak menentu.

"Kamu mau apa dari aku?" bisik Liam berdesis.

Jarak wajah keduanya begitu dekat. Liam juga sudah mendaratnya tangan hingga sikunya tepat di samping kepala Soraya. Seketika itu pula, Soraya tidak dapat berkata apa pun. Dia terlihat menelan salivanya dengan sangat hati-hati, membuat Liam senang melihatnya yang seolah terintimidasi.

"Aku mau—" Ucapan Soraya seketika terpotong akibat Liam yang menempelkan bibirnya pada mulut mungil itu.

Soraya pasti akan tercekat jika Liam seagresif ini, karena biasanya dialah yang memegang kendali atas lelaki itu. Dia yang menguasai lelaki itu jika dalam situasi yang mulai memanas. Tetapi tidak kali ini, sebab Liam juga sudah lebih dulu menahannya, ia tidak akan membiarkan wanita itu lolos kali ini dengan trik kecilnya.

Liam menyelipkan lidahnya di antara bibir manis yang terbalut lipstik waterproof merah hati itu. Menyesap lembut hingga akhirnya Soraya menerima semua perlakuan Liam. Bukankah memang itu yang mereka berdua inginkan? Apalagi Liam yang sejak kemarin memang sudah menahan segala gejolak dirinya.

Perlahan Soraya melakukan hal yang sama, menyesap manisnya perlakuan Liam dan saling memberikan rasa yang lumayan lama tidak terjadi. Dengan lembut, Liam mereguk madu yang Soraya miliki hingga Soraya tidak mampu berkata apa-apa lagi, hanya menerima apa Liam berikan.

Tiba-tiba Liam mengangkat tubuh Soraya, membawanya ke dalam kamar dengan sesapan yang tidak mau ia lepaskan, barang sedetik pun. Kekehan kecil terdengar mesra, memacu detak jantung kedua insan yang sedang dibelenggu oleh hasrat yang meluap.

Liam membaringkan tubuh indah itu di tempat tidur. Satu per satu dia mulai melepaskan apa yang menjadi penutup kulit halus Soraya. Melihat apa yang ada di baliknya membuat napas Liam semakin menggebu. Darahnya seakan mengalir lebih deras ketika keinginannya tidak bisa ditahan lebih lama.

Soraya merasa semakin panas ketika lidah Liam menjelajah di permukaan kulitnya. Tangannya sendiri tidak bisa diam dan mulai membuka baju kaos milik pria itu. Hari ini biarkan dia melepaskan semuanya. Tidak ada yang perlu ditahan.

Suara lenguhan lolos dari bibir seksi Soraya. Mendengarnya membuat Liam semakin menginginkannya berkali-kali lipat. Dengan perlahan dia pun mulai memasuki Soraya, membawanya terbang ke tempat yang menyenangkan.

Temaram cahaya bulan masuk menyorot kedua insan yang saling menghangatkan. Getaran dan juga hawa panas yang ada, membuat mereka bertambah menikmati setiap permainan yang mereka ciptakan hingga akhirnya tenaga itu sirna, berubah menjadi bulir-bulir keringat yang membasahi sekujur tubuh keduanya.

Singkat dan cepat. Namun, ini bukan hal yang bisa diabaikan di hati mereka. Akhirnya Liam dan Soraya melewati malam dingin ini dengan kehangatan yang hanya mereka berdua yang tahu.

***

"Temen aku lihat mobil kamu di daerah Pasar Minggu beberapa hari yang lalu, tengah malam. Ngapain kamu?" selidik Ceril pada Liam saat mereka berdua sedang makan siang.

Sebuah restoran mewah kembali menjadi tempat untuk Ceril menghabiskan waktu istirahat kerjanya bersama Liam. Menikmati beberapa sajian hidangan yang telah mereka pesan.

"Oh, itu nganterin Soraya pulang. Waktu dia diminta bunda makan malam di rumah," jawab santai Liam.

Ceril hanya berdecak kesal. Tidak ada yang dapat membuat suasana hatinya berubah drastis selain mendengar nama wanita itu disebutkan dari bibir kekasihnya.

"Oh jadi waktu itu dia diantar jemput?" tanya Ceril lagi. Liam menganggukan kepalanya dengan terus menikmati sajian di hadapan mereka.

"Gak bisa apa dia datang trus pulang sendiri? Ngapain harus di antar?" Ceril akhirnya menunjukan kembali rasa tidak sukanya terhadap teman wanita kekasihnya itu. Liam acuh tak acuh, kemudian memutuskan untuk tidak membahas kembali pertanyaan Ceril.

"Sayang!! Kamu kok diem aja sih? Aku tanya loh!" hardik Ceril memecah suasana awkward bagi Liam dalam diamnya.

"Waktu istirahat aku sisa sedikit lagi, kamu mau makan atau mau ngobrol. Kalau ngobrol, lebih baik nanti malam. Pekerjaan aku masih lumayan banyak di kantor." Liam beralasan.

Ceril terdiam dengan wajah yang ditekuk sempurna. Liam selalu seperti itu padanya, seolah membela Soraya dan tidak mau menjelaskan apa pun. Terang saja ia bersikap seperti itu, tidak mungkin jika ia harus bercerita tentang Soraya. Terlalu bodoh jika ada lelaki yang bercerita tentang wanita lain pada kekasihnya.

Namun tidak bagi Ceril, dia tetap menaruh rasa curiga yang teramat besar pada Liam dan Soraya, karena baginya, tidak ada persahabatan antara lawan jenis yang benar-benar murni. Pasti selalu ada sesuatu yang ditutupi.

Benarkah?

avataravatar
Next chapter