7 Hanya Teman

Dalam perjalanan menuju ke kantor Soraya, sesekali Liam melirik wanita yang duduk di kursi sampingnya. Wanita itu terlihat asyik dengan benda tipis elektronik yang sedang ditatapinya. Bahkan semenjak wanita itu masuk ke dalam mobil.

"Kita mampir drive-thru bentar ya? Aku belum sarapan," ucap Liam memecah keheningan. Ia sempat melirik Soraya lagi dan melihat wanita itu hanya menganggukkan kepala tanpa balas melihatnya. Masih sibuk dengan ponsel pintar itu, membuat Liam sedikit berdecak kesal.

"Kenapa?" tanya Soraya tiba-tiba sambil menatap Liam. Sedangkan yang ditatap hanya menggeleng kepala, acuh tak acuh.

Liam memutar kemudi setirnya, memasuki sebuah kawasan makanan cepat saji yang memang menyediakan layanan drive-thru dan juga menu sarapan, Kaefce namanya. Sudah ada sebuah mobil yang berada tepat di depan mobil Liam.

"Kamu mau sarapan apa?" ucap Liam sambil memandangi papan menu yang tersedia di depan dinding bangunan tersebut, sambil menunggu antrian.

"Aku nggak lapar, kamu aja." Soraya menolak.

"Takut gemuk?"

"Apaan sih? Enggaklah. Aku cuman mau air mineral aja."

Liam langsung mengatakan pesanan begitu sampai pada gilirannya dan menunggu beberapa saat. Sesekali ia kembali melirik Soraya, mencuri pandang pada wanita yang akhir-akhir ini sedikit menarik perhatiannya. Tidak biasanya wanita itu terlihat begitu cuek.

Setelah selesai berurusan dengan drive-thru tersebut, Liam kembali menginjak pedal gas mobilnya, segera menuju kantor Soraya. Dengan kecepatan sedang, melintasi jalanan sekitaran gedung kantor Soraya yang mulai padat merayap. Liam mengantarkan temannya itu hingga di depan pintu lobby kantornya.

"Nih, buat makan siang!" Liam menyodorkan sebuah chicken fillet ke depan wajah Soraya, begitu wanita itu melepaskan sabuk pengamannya.

"Aku 'kan udah bilang, enggak usah." rengek Soraya.

"Tapi aku memaksa!" Liam melotot.

Terkadang Soraya memang bisa dengan mudah ditaklukkan oleh Liam, dalam situasi tertentu. Apalagi jika berada dalam ruang public, Soraya pasti akan menurut.

Berbeda halnya jika Soraya sedang bersama Reyhan, dia pasti akan takluk setakluk-takluknya, di mana pun mereka berada. Mematuhi segala ucapan pengacara tersebut.

Ya, Reyhan memang seorang pengacara, pengangguran banyak acara. Pria matang itu berhenti bekerja karena mengharapkan harta dari kedua orang tuanya. Yang ternyata, beberapa bulan setelahnya, perusahaan keluarganya gulung tikar. Sungguh miris.

Dan entah mengapa, Soraya masih mampu bertahan menjalin asmara dengan pria itu. Padahal sudah tidak ada lagi yang bisa diharapkan dari hubungan tersebut. Dan yang lebih anehnya lagi, jika Liam yang memulai membahas tentang Reyhan, Soraya pasti akan marah besar.

Sikap wanita itu pasti berubah 180° pada Liam.

Akhirnya Soraya menerima sebungkus chicken fillet itu di tangannya, sambil memandangi mobil Liam yang perlahan pergi menjauh, kembali ke jalan raya. Ada sedikit senyuman pada wajah wanita bertubuh langsing itu, lengkap dengan sedikit rasa getaran aneh pada hatinya yang entah apa artinya.

Perlahan Soraya menggelengkan kepalanya, mencoba menepis segala pemikiran yang seketika muncul begitu saja. "Tidak! Dia cuman teman! Tidak lebih!" gumam Soraya mantap lalu berbalik, melangkah masuk ke dalam gedung kantornya.

***

Baru saja Liam berhasil memarkirkan mobil di basemen gedung kantornya, tiba-tiba saja ponselnya berdering. Sebuah panggilan video call dari kekasihnya. Sejak pertengkaran tadi malam, Liam sama sekali tidak menghubungi kekasihnya itu, bahkan untuk bertukar pesan saja tidak.

Begitulah Liam jika sedang kalut. Ia akan mengambil sikap tenang dan memilih untuk diam agar pertengkaran tersebut tidak menjadi lebih panas lagi. Dan jika sudah seperti itu, Ceril pasti akan dengan sendirinya menghubungi Liam kembali.

"Ada apa?" sahut Liam datar sembari keluar dari mobil dan mengarahkan layar benda tipis itu ke wajahnya.

"Kamu di mana?" tanya Ceril di seberang sana.

"Di mana lagi kalau bukan di kantor. Baru sampai. Ada apa?" Sekali lagi Liam bertanya sembari melangkah menuju tangga masuk kantornya dari basemen.

"Nanti sepulang kerja, kita jalan ya? Sekalian makan malam bereng, gimana?" Wajah Ceril nampak bersemangat dilihat dari layar ponsel Liam.

Seketika lelaki pemilik ponsel pintar itu menghentikan langkahnya lalu mengembuskan napas pelan. "Aku nggak bisa, malam ini bunda minta aku bawa Soraya ke rumah. Soalnya bunda mau ketemu dia."

Entah mengapa Liam begitu jujur dengan kekasihnya dan Ceril pun memang mengenal Soraya sejak lama. Bukan akrab atau sering bertemu. Mereka hanya pernah satu waktu bertemu secara tidak sengaja.

"Trus bunda kamu kapan minta aku buat ketemu dia lagi? Perasaan Soraya terus deh!" Ceril merajuk.

Liam tersenyum tipis. "Aku paham maksud kamu. Dia cuma teman aku dan dia sendirian di kota ini, jadi wajar kalau bunda mencarinya."

Ceril memperlihatkan wajah sedihnya itu, yang kemudian Liam mencoba segera memutuskan sambungan telepon, karena lelaki itu sudah berdiri di ambang pintu masuk kantornya.

"Sudah dulu ya, aku mau kerja. Nanti kita bicarain lagi. Bye ...." Liam langsung memutuskan sambungan video call itu secara sepihak.

avataravatar
Next chapter