webnovel

Chapter 1: Cinta dan Dendam yg Abadi

Pasukan prajurit istana berpakaian perak mengepung sebuah gua yg berada di dalam hutan terlarang. Seorang Raja dgn perawakan tegas dan berewok berwarna abu-abu berteriak di pintu gua. "Putriku Alecta! Masih belum terlambat untuk kembali ke sisi kerajaan, keluar dan serahkan makhluk jahat itu pada kami, nak!" Teriaknya sembari menggenggam erat pedang dipinggangnya.

"Kakak, kau sudah dibutakan oleh cinta! Lepaskan dia dan kembalilah bersama kami!" Sambung seorang wanita cantik berjubah mewah yg berada disamping sang Raja.

Selama beberapa menit mereka menunggu, tetap tak ada sahutan dari dalam gua. Sekali lagi sang raja sekaligus seorang ayah dari 2 putri tersebut berteriak.

"Ayah hanya ingin menuntunmu ke jalan yg benar, kau sudah ditipu oleh makhluk jahat tersebut dan ayah hanya ingin menyelamatkanmu sebelum semuanya terlambat!"

Tak lama kemudian secercah cahaya yg kecil perlahan muncul dari ujung gua, cahaya tersebut semakin dekat dan muncullah seorang wanita yg memasang wajah sinis ke arah para pasukan istana. "Nadish bukan makhluk jahat! Setiap kali dia muncul, kalian langsung menyerangnya seolah dia adalah binatang buas, kalian tidak pernah memberinya kesempatan untuk bicara atau bahkan melihat kebaikannya. Bukankah yg pantas disebut jahat adalah kalian?" Protes sang wanita.

"Kak Alecta, dia bukan manusia. Selama bertahun-tahun kita bermusuhan dgn bangsa naga laut, kita semua tau bahwa mereka suka menusuk dari belakang. Kau sudah melihat buktinya kan? Teman kita Meris, dibunuh olehnya!" Lanjut seorang gadis disamping raja.

"Tutup mulutmu Glacia! Aku sendiri bahkan tidak mau mengakuimu sebagai adikku. Semua yg kau ucapkan adalah dusta dan fitnah, hentikan aktingmu yg sok manis di depan semua orang. Aku sudah tau kebenarannya." Jawaban Alecta sukses membuat adiknya terdiam dan mendengus.

"Putriku, jangan biarkan naga laut itu mempengaruhi pikiranmu. Ayo, kembalilah ke istana dan biarkan kami melenyapkan penipu itu." Sang Raja tersebut mengulurkan tangannya dgn senyum yg penuh harapan.

Alecta menatap tangan itu dgn mata yg berisi sedikit penyesalan. "Maaf ayah, aku tidak akan kembali kecuali jika kalian ingin mengetahui kebenaran bahwa bangsa naga air sama sekali tidak jahat." Jawabnya dgn suara yg kali ini direndahkan.

Sang Raja menurunkan alisnya dan mendengus. "Berapa kali ayah harus bilang, mereka itu.."

"Aku putri Alecta, menegaskan sekali lagi pada semua orang bahwa Nadish sang naga laut sama sekali tidak bersalah dalam kematian Meris dan hilangnya pusaka kerajaan dari kamar Ratu Amora!" Potong Alecta dgn lantang.

Ucapan tersebut membuat raja geram. "Alecta! Semua bukti mengarah pada Nadish, tidak ada gunanya berteriak seperti itu. Cepat kemari dan lupakan penjahat itu, atau kami terpaksa akan menerobos masuk secara kasar?!" Tegas raja.

Alecta malah tertawa dan melirik sinis kearah adiknya. "Sebenarnya aku tidak ingin mengatakan ini tapi… ayah, apa kau ingin tau siapa dalang dibalik semua ini?" Sekali lagi dia menyunggingkan senyuman dan mengeluarkan kain yg merupakan bekas robekan dari sebuah gaun. Mereka semua memasati kain tersebut dgn alis yg dinaikkan. "Apa kalian tau ini robekan gaun milik siapa?" Sambung Alecta.

"I-ini… ini tidak asing bagiku.." Ucap raja.

Alecta melirik Glacia sekali lagi, gadis itu menunduk dgn tangan yg dikepalkan. "Ya, ini robekan gaun dari putri tercinta kalian yaitu Glacia." Ucap Alecta.

Semua orang yg berada disana tertegun dan menghujani Glacia dgn tanda tanya.

"Bukankah ayah sendiri yg memberikan gaun itu dihari ulang tahun Glacia? Coba ingat lagi." Sambungnya.

Raja meneguk salivanya dan berbalik menatap Glacia. "Putriku, apa maksudnya ini?" Tanyanya.

"A-aku tidak tau, ayah. Kenapa robekan gaunku bisa ada padanya? Mu-mungkin dia…" Ucapan Glacia terpotong oleh Alecta.

"Mulai lagi… selama ini aku melindungimu karna kau adalah adikku. Tapi lama-kelamaan kau sudah kelewatan, aku tidak bisa diam lagi. Glacia, robekan ini aku temukan dilokasi Meris terbunuh. Dan tidak hanya itu, aku juga menemukan surat dgn tulisan tanganmu yg berisi perintah utk mencuri pusaka kerajaan, kau menyuruh bandit liar untuk melakukannya dan memfitnah Nadish!" Alecta yg geram melempar kain itu ke arahnya. Seketika semua orang disana terkejut, begitu pula sang raja. Alecta mengeluarkan surat yg dia maksud, surat itu masih terlipat.

"Alecta, apa kau yakin itu tulisan Glacia? Tidak mungkin adikmu sendiri melakukan semua hal itu padamu, tolong hentikan semua ini." Ucap sang raja pelan.

"I-iya ayah, mungkin Alecta sudah disuruh oleh Nadish untk mengatakan semua itu dan menyiapkan bukti palsu. Bukan aku yg memfitnah dia, tapi sebaliknya." Ungkap Glacia dgn setetes air mata yg jatuh dari pelupuk matanya. Semua prajurit yg melihat akting Glacia yg menyakinkan itu mulai meneriaki Alecta atas tindakannya.

Alecta melihat adik berwajah polosnya itu menyunggingkan senyuman dalam diam saat dirinya dicaci maki oleh semua orang.

"Baiklah! Surat ini akan membuktikan semuanya. Ayah, silahkan li-"

Namun sebelum Alecta menyerahkan surat itu ke arah sang raja, sebuah anak panah lepas mengarah pada Alecta. Sebelum panah tersebut mengenai dirinya, munculah ombak besar dari kolam yg berada di dalam gua tersebut, ombak tersebut menutupi Alecta. Perlahan ombak itu membentuk seekor naga yg mengelilingi Alecta lalu berubah menjadi sosok pria berambut biru muda panjang, pria tersebut berhasil menangkap anak panah yg hampir menusuk Alecta dan membuangnya ke sembarang tempat.

"Ini sebabnya kenapa kami tidak bisa mengungkap kebenaran dan terus di desak untuk mengakui kesalahan yg bahkan tidak kami lakukan!"

Alecta yg terkejut karna anak panah tersebut mengambil nafas singkat dan memegang bahu pria naga tersebut. "Nadish, apa yg kau lakukan? Sudah kubilang jangan muncul dulu…"

Pria tampan tersebut tersenyum manis. "Aku tidak bisa membiarkanmu terbunuh."

"Akhirnya yg dicari muncul juga!" Teriak sang raja.

Nadish masih berbaik hati untuk membungkuk. "Yg mulia, maafkan saya karna sudah membuat keributan dan masalah besar di istana. Tapi tolong, berikan kami kesempatan untuk mengungkap kebenarannya." Ucap Nadish dgn sopan.

Alecta baru menyadari bahwa surat yg tadi ia pegang sudah lenyap. Dia menjatuhkannya saat ombak dari Nadish berusaha melindugi dirinya dari serangan anak panah. Dan saat itu juga dia melihat Glacia memberikan surat itu pada salah satu prajurit dan prajurit tersebut perlahan mundur mendekati tungku api disudut gua. "Oh tidak, tolong hentikan prajurit itu?!" Teriak Alecta, namun sudah terlambat, dia berhasil membakar hangus suratnya.

Saat raja memergokinya, prajurit tersebut langsung kabur. "Dia prajurit palsu yg menyamar, dia adalah suruhan Glacia! Ayah, aku sendiri yg melihat Glacia memberikan surat itu padanya secara diam-diam saat kalian sibuk memasang ancang-ancang pada Nadish." Tunjuk Alecta.

"Kakak, aku disamping ayah dari tadi, tidak melakukan apapun. Aku tidak kenal dgn prajurit itu, tega sekali kau bilang begitu." Bantah Glacia dgn eskpresi kaget.

"Ya, putri Glacia dari tadi memperhatikanmu dan tuan naga laut. Aku berada dibelakangnya dari tadi dan tidak melihat hal mencurigakan apapun." Sahut salah satu prajurit.

"Bohong! Kau juga suruhannya kan? Mengakulah!" Bentak Alecta. Nadish menarik tangannya dan berusaha menenangkan amarah gadis itu.

"Hentikan, ini malah akan membuatmu terlihat tambah buruk di depan mereka Alecta." Bisik Nadish.

"Tapi itu bukti kuat satu-satunya, nama dan tulisan Glacia tercantum disana." Keluh Alecta.

"Sayangnya bukti tersebut sudah lenyap, putriku. Suruhan siapa dan mengapa mereka berusaha menghalangimu akan kami cari tau nanti, tapi sekarang bukan berarti Nadish bebas dari semua tuduhan. Ucapanmu yg menuduh Glacia adikmu sendiri membuat ayah kecewa, dan oleh karna itu ayah akan bertanya sekali lagi padamu… Kembalilah ke sisi kami dan serahkan penjahat itu atau dicap sebagai pengkhianat kerajaan?" Tegasnya.

"Ini tidak adil! Aku sudah menunjukkan buktinya ayah, robekan baju itu sudah jelas miliknya, dan surat itu… jika saja dia tidak-"

"Kakak, maaf tapi aku harus mengatakan ini utk membela diriku.. Kau bisa saja mencuri gaunku dari lemariku dan merobeknya kan? Karna kau kakakku, hanya kau yg bisa memasuki kamarku. Dan soal surat itu, kita tidak tau apakah surat itu kosong atau tidak dan kau hanya mengarang semuanya. Mereka yg berusaha mencekalaimu dan menghalangi rencanamu mungkin geram dan melakukan hal seperti tadi." Jelas Glacia.

"Mereka yg berusaha mencelakaiku adalah suruhanmu yg takut bahwa kebenaran tentang dirimu terungkap, Glacia! Kau adalah gadis yg licik, aku dan Nadish hanya sendirian… tentu saja kami tidak bisa melakukan banyak hal ketimbang dirimu yg bahkan memiliki banyak kaki tangan disekitarmu… yg akan langsung bertindak saat kau memberi aba-aba melalui jarimu. Kau pikir aku tidak tau?!" Jawab Alecta.

Glacia pura-pura terkejut dgn ungkapannya dan memegang tangan ayahnya. "Kak Alecta benar-benar dipengaruhi oleh naga laut ayah, aku berani sumpah bahwa aku tidak seperti yg kak Alecta katakan. Ayah percaya padaku kan?" Ucapnya dgn wajah yg memelas.

Alecta yg geram mengepalkan telapak tangannya dan terus menatap sinis kea rah adiknya. Nadish disampingnya menggengam tangan Alecta dan tersenyum saat gadis itu menatapnya.

Raja menunduk dan menghela nafas. "Alecta, apa kau masih punya bukti lain? Ucapan saja tidak bisa membuktikan bahwa adikmu benar-benar se-jahat itu."

Alecta mendengus dan membuang muka. "Tidak ada. Aku sudah menunjukkan 1 bukti, terserah pada ayah ingin percaya atau tidak."

Glacia mendekat dan mengulurkan tangannya. "Kakak, aku sangat menyayangimu. Kumohon kembalilah dan jangan biarkan monster itu mempengaruhimu."

Seketika Alecta menepis tangan adiknya. "Jaga ucapanmu! Nadish bukanlah monster!"

Nadish menyeret Alecta untuk mundur ke seberang kolam dan menyuruhnya untuk tenang. Karna kalau tidak, Alecta pasti akan memulai perkelahian yg serius dgn adiknya. "Alecta, tidak apa. Tenangkan dirimu." Ucapnya.

Sang raja yg terlihat kesal tersebut maju dan mengarahkan pedangnya ke arah Nadish.

"Naga air, jika kau menyerahkan diri dan melepaskan putriku, maka aku akan membunuhmu dgn hormat dan memberikan pemakaman yg layak. Tidak perlu ada pertarungan dan caci maki, jadi serahkan dirimu." Tegas raja.

Nadish tersenyum ke arah Alecta. "Apapun yg kita lakukan, semuanya sia-sia. Kurasa suku naga air dan manusia memang tidak bisa bersatu. Kita memang tidak bisa melawan takdir."

"Itu tidak benar! Kita hanya kurang beruntung. Ki-kita hanya perlu kabur dan mencari cara lain untuk membersihkan namamu dan nama sukumu. Kita bisa mengubah takdir!" Bantah Alecta yg mulai bercucuran air mata.

Nadish terkekeh. "Kau memang gadis yg pemberani dan keras kepala. Tapi Alecta, gua ini sudah disegel dan kita sudah dikepung.. tak ada lagi yg bisa kita lakukan."

"Bisa! Pasti ada cara… a-aku… aku akan bicara pada ayah.."

"Alecta, cukup." Tarik Nadish. "Tidak ada gunanya. Kau harus tau… bahwa tak ada kesuksesan tanpa pengorbanan."

Nadish mundur beberapa langkah dan tersenyum.

"A-apa yg akan kau lakukan? Na-nadish berhenti!" Teriak Alecta.

Pria tersebut tidak menjawab dan berbalik. Dia membuat jembatan air dan berjalan menyebrangi kolam yg berada ditengah gua tersebut. "Tidak, jangan serahkan dirimu!" Teriak Alecta.

"Pilihan yg bijak. Aku akan menepati janjiku, naga air." Ucap sang raja. Nadish membungkuk sekali lagi dan tersenyum tipis. Beberapa prajurit langsung merantai kedua tangan dan kakinya, lalu raja menempelkan secarik kertas di dadanya, kertas yg merupakan segel agar Nadish tidak bisa berubah menjadi naga dan menggunakan kekuatannya.

Alecta yg tidak terima hal tersebut berusaha menghampiri Nadish dgn menceburkan diri ke kolam kecil tersebut dan berenang utk menyebrangi kolam. "Alecta, apa yg kau lakukan?!" Teriak Nadish panik.

"Prajurit! Cepat bantu dia!" Teriak raja.

Beberapa prajurit berusaha membantu Alecta, namun dia adalah gadis yg tangguh, dia tidak perlu bantuan seperti itu. "Lepaskan!" Bentaknya.

"Kak Alecta, kau membuat kami cemas. Itu kolam yg dalam." Sahut Glacia.

"Diam." Ucap Alecta sinis.

Alecta mendekati raja dalam keadaan basah kuyup dan menunduk. Membuat mereka semua tersentak. Sang raja langsung menghampirinya dan menyuruhnya untuk berdiri. "Seorang putri tidak pantas menunduk seperti ini, berdirilah."

"Tidak ayah." Bantah Alecta. Dia tunduk dan merapatkan tangannya. "Aku tidak pernah meminta sesuatu padamu, kali ini aku minta pada ayah.. Lepaskan Nadish, aku janji… kami akan pergi jauh dan tidak akan kembali lagi."

"Alecta, tidak apa. Aku-"

"Nadish diamlah! Aku tidak bisa membiarkanmu mati, dasar bodoh! Ka-kau pikir… aku bisa hidup tanpamu?!" Bentak Alecta. Nadish terdiam dan hanya bisa menunduk.

"Dia sudah melakukan banyak kejahatan yg tidaklah ringan. Membunuh, mencuri, memfitnah, melecehkan… apa kau pikir dia bisa dilepaskan begitu saja kak Alecta? Apa kau sudah lupa… teman kita Meris dibunuh olehnya.." Ucap Glacia terdengar menuntut.

"Dasar iblis licik." Umpat Alecta, dia tau bahwa semua itu adalah ulah adiknya sendiri yg sebelumnya memang menyukai Nadish. Dia iri pada Alecta yg disukai dan dipuji banyak orang karna kemampun bela diri dan akademis-nya yg sempurna. Glacia tidak terima bahwa kakaknya selalu mendapatkan apa yg dia mau, sedangkan dia tidak.

"Itu benar, Nadish sudah melakukan banyak kejahatan. Ayah tidak bisa mengampuninya." Ucap raja.

"Alecta, aku ingin kau menajalani hidup seperti sebelumnya. Kembalilah ke istana dan lupakan aku. Aku akan baik-baik saja." Ucap Nadish.

Alecta menyunggingkan senyuman dan berdiri. Dia menatap raja dan menghela nafas. "Baiklah…" Ucapnya. Sang raja tersenyum lega saat mendengar jawaban dari putrinya.

"Pengawal! Cepat berikan handuk dan bawa putri Alecta kembali ke istana." Pintahnya. Glacia hanya berdecih diam-diam saat mendengar keputusan Alecta. Sedangkan Nadish hanya tersenyum simpul.

Namun saat pengawal mendekat, Alecta langsung merampas kedua pedang yg ada pada pengawal dan menarik Glacia. Adiknya yg tidak menyangka hal tersebut tentu saja tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Alecta menyandra Glacia dan mundur ke ujung kolam.

"Apa yg kau lakukan?!" Teriak sang raja.

"Kau sudah gila kakak?" Bisik Glacia yg berusaha melepaskan diri.

"Diam atau pedang ini akan menggores lehermu." Ancam Alecta. Nadish tak percaya bahwa Alecta akan melakukan itu.

"Alecta, kau tega membunuh adikmu sendiri?!" Teriak raja.

"Ayah… kalianlah yg memaksaku untuk melakukan ini. Lagipula, dia bukan adik yg baik." Kekeh Alecta. "Lepaskan Nadish dan biarkan kami pergi, aku tidak akan menyakiti Glacia jika ayah menuruti ucapanku. Aku janji."

"Ba-baiklah… baik…ayah akan lepaskan dia, tapi jangan sakiti Glacia." Ucap raja. Sang raja langsung memerintahkan prajurit untuk melepaskan rantai dan segel pada Nadish. Dalam lubuk hatinya, Alecta tidak ingin melakukan ini pada adik dan ayahnya. Tapi dia tidak punya pilihan lain, dia sangat mencintai pria itu.

Alecta menggores lengan Glacia sebagai hukuman kecil, teriakan lepas dari gadis itu.

"Ayah sudah melepaskan Nadish, kenapa kau masih menyakiti Glacia?!" Teriak raja.

"Turunkan senjata kalian! Kalian bisa saja memanahku, tapi ingatlah.. aku tidak akan pergi sendirian ke alam baka, putri kesayangan kalian Glacia akan ikut bersamaku." Teriak Alecta.

Raja memerintahkan prajurit di belakangnya untuk menjatuhkan senjatanya. Nadish menatap Electa dgn kekecewaan dan mendekatinya. "Mau bagaimanapun juga, dia tetaplah adikmu." Gumamnya.

"Aku tau itu!" Jawab Alecta.

"Tepati janjimu, ayah sudah melakukan semuanya!" Teriak raja.

"Nadish, ayo pergi dari sini." Ucap Alecta. Nadish hanya mengangguk pasrah dan bersiap untuk berubah dan kabur melalui kolam di belakang mereka, mengajak Alecta disampingnya.

"Lepaskan segel gua ini!" Ucap Alecta sekali lagi.

Raja mengangguk dan menyuruh beberapa orang pintar untuk melepaskan segel mereka. Dalam hitungan ketiga, Alecta melepaskan Glacia dan memegang tangan Nadish. Mereka berdua menceburkan diri ke kolam dan saat itu juga kolam tersebut dihujani oleh anak panah api.

"Cukup! Cukup! Kalian bisa mencelakai Alecta!" Teriak raja yg menyuruh para prajurit menghentikan hujan panahnya.

Glacia yg memegangi lehernya karna disandra kakaknya tadi menatap sini kolam tersebut. Perlahan dia berjalan mundur dan bicara pada salah satu pastor sakti yg membuat segel naga air tersebut. "Aku sudah menancapkan jarum racun pada Alecta, utk saat ini dia pasti belum menyadarinya. Susul mereka dan habisi naga air tersebut." Bisiknya.

Pastor tersebut mengangguk. "Baik, putri." Jawabnya dan segera pergi dari rombongan.

***

Ombak naga air membawa mereka muncul disungai yg tak jauh dari gua. Nadish berubah menjadi wujud manusianya sembari membopong Alecta yg batuk-batuk karna menelan terlalu banyak air. "Maaf kau harus lewat melalui kolam itu Alecta… apa kau baik-baik saja?" Ucapnya.

Alecta mengangguk dan duduk di tepi sungai. "Ti-tidak apa… yg penting kita berhasil kabur.'

"Tindakanmu bodoh sekali." Gerutu Nadish.

"Kau yg bodoh." Kekeh Alecta. Nadish hanya tersenyum simpul.

"Apa kau masih bisa berjalan? Kita harus kembali ke kediaman naga laut untuk sementara atau mereka akan menemukan kita." Ucap Nadish.

Namun saat Alecta hendak berdiri, dia merasakan perih disekujur tubuhnya. Hal tersebut membuat Nadish tersentak. "Ada apa? Kau tidak bisa berdiri?" Ucap pria itu.

Alecta mengecek tubuhnya, dan benar saja.. dia menemukan jarum tipis yg menancap dipahanya. "Ahh.. Glacia sialan." Umpatnya.

"I-ini.. ini jarum beracun." Ucap Nadish.

Alecta meringis kesakitan. "A-aku tidak bisa bergerak… ahh.. sulit sekali…" Ucapnya.

"Be-bertahanlah Alecta… aku akan membawamu menemui tabib naga-aakhh!"

Sebelum Nadish berniat utk menggendong Alecta, sebuah anak panah bersegel khusus menembus punggung Nadish.

Mata Alecta terbelalak dan ia terdiam seketika. Matanya perih dan dia berhasil meneteskan air mata. "Ti-tidak mungkin…" Gumamnya.

"A-alecta…" Dan sekali lagi, anak panah menancap ke punggungnya.

"Hentikan! Hentikan!" Teriak Alecta histeris. Dia melihat seorang pastor yg berada dibalik pohon sedang memegang busur panah, pastor tersebut tersenyum miring dan melambaikan tangan selamat tinggal. "Sialan! Aku akan membunuhmu!" Teriak Alecta yg berusaha berdiri, namun tidak bisa.

"Shhh… Alecta… jangan bergerak. Simpan tenagamu." Ucap Nadish yg sedang sekarat. Dia melepaskan kedua anak panah yg menancap dipunggungnya tersebut. "Ini segel anti naga air. Dia pasti pastor yg hebat." Kekehnya.

"Apanya yg lucu?! Aku tidak bisa bergerak dan kau sekarat.. aku.. aku harus menghabisi Glacia dan anak buahnya itu!" Ronta Alecta.

"Sudahlah Alecta… ini sudah takdir." Cegat Nadish.

Alecta menangis sejadi-jadinya. Nadish tersenyum simpul dan berbaring disampingnya, mengusap air mata gadis itu dgn lembut. "Baiklah… tumpahkan semua air matamu sekarang. Aku.. ahh.. aku akan terus berada di sisimu."

Perlahan kaki Nadish memucat, hanya tinggal beberapa menit lagi hingga dirinya benar-benar menjadi mayat dan tubuhnya berubah menjadi giok biru.

"Tidak mungkin… kita hampir saja berhasil…." Isak Alecta.

"Jangan mengeluh, atau Tuhan akan memberikan kesialan lagi." Kekeh Nadish, berusaha menghiburnya. Pria itu melepaskan jubah putihnya dan menutupi tubuh Alecta yg kedinginan. Dia membelai lembut rambut gadis itu. "Terima kasih.. untuk semua cinta yg kau berikan… Saat-saat menyenangkan kita berdua.. a-aku… tidak akan pernah melupakannya. Bahkan sampai akhir hayatku."

"Diamlah! Ka-kau sudah janji… kita akan selalu bersama. Aku tidak akan biarkan kau pergi sendirian." Bantah Alecta.

"Aku ingin kau hidup. Bisakah kau berhenti bersikap keras kepala dan egois? Aku mencintaimu, Alecta… aku hanya ingin yg terbaik untukmu. Ahh.. waktuku tidak lama lagi."

Alecta memalingkan wajahnya. "Aku memang gadis yg egois. Lagipula, walaupun aku hidup… aku akan jadi gadis lumpuh yg menyedihkan. Lebih baik aku mati bersamamu daripada hidup seperti itu tanpamu!"

Mata Nadish berkaca-kaca, ia menunduk dan menghela nafas. Berusaha menahan air matanya. "Dasar…" Umpatnya.

Alecta malah terkekeh dan mengelus wajah Nadish. "Hey… karna ini saat terakhir kita… bisakah aku mendapatkan ciumanku?"

"A-apa?" Ucap Nadish tersentak.

"Kau jarang sekali memberiku ciuman. Disaat seperti ini.. apa kau masih menolak dan menghindar?"

"Ju-justru disaat seperti ini kau malah memiki-"

"Cepatlah..!" Tuntut Alecta.

Nadish tersenyum simpul dan mengangguk. Gadis itu langsung memejamkan matanya. Tangan pucat Nadish perlahan terulur untuk membingkai wajah gadis kesayangannya itu. Pelan-pelan Alecta merasakan benda kenyal yg menempel dibibirnya, ia berusaha menggerakan tangannya untuk melingkar dileher Nadish dan memperdalam ciuman.

Suara decakan lembut dari bibir mereka menghiasi suasana sekitar sungai yg sunyi. Sinar bulan bersinar terang seolah sedang menonton keromantisan mereka berdua, dan kunang-kunang mengelilingi mereka.

Air mata kembali menetes dari pelupuk mata Alecta disela tautan mereka saat dia mulai merasakan hawa dingin dari tubuh Nadish. Bibirnya perlahan gemetar hingga Nadish terpaksa harus menyudahi kegiatan menyenangkan mereka.

"Apa kau puas nona Alecta?" Goda Nadish.

Gadis itu tak merespon, dia memegang pipi Nadish yg dingin dan pucat, cahaya dari bulan menerangi wajah tampan pria tersebut.

"Nadish… aku mencintaimu… selamanya." Ucapnya terisak.

Nadish tersenyum simpul dan memegang tangan gadis itu yg berada dipipinya. Dia memberi kecupan pada telapak tangan gadis itu. "Di kehidupan selanjutnya.. semoga aku bukanlah naga air, agar kita bisa terus menjalin hubungan yg abadi selamanya." Ucap Nadish.

"Aku mencintaimu!" Teriak Alecta dgn air mata yg bercucuran, Nadish perlahan akan berubah menjadi naga air.

Pria itu terkekeh. "Alecta… aku lebih mencintaimu." Jawabnya.

Gadis itu berusaha keras menggerakkan tubuhnya, dia berhasil meraih anak panah disamping Nadish.

"Apa kau benar-benar akan melakukannya? Jangan Alecta..' Ucap Nadish yg mulai melemah.

"A-aku tidak peduli. Aku tidak ingin hidup tanpamu.." Ucap gadis itu.

"Dasar keras kepala.." Kekeh Nadish, pria itu berubah menjadi naga air sepenuhnya lalu perlahan lenyap, sisa air dari tubuhnya membentuk sebuah batu giok berwarna biru cerah yg cantik dan berkilau.

"Nadish..!" Teriak histeris dari Alecta.

Dia meraih batu giok tersebut dan memeluknya. "Dikehidupan selanjutnya, aku janji… aku akan membersihkan nama baik sukumu dan membalaskan dendamku pada Glacia. Dikehidupan selanjutnya… aku harap aku bukanlah keluarga kerajaan.. agar tidak ada penyesalan saat aku melenyapkan mereka!" Teriaknya.

Alecta menancapkan panah itu ke jantungnya, sekali tusuk tidaklah cukup, maka dari itu dia melampiaskan semua kemarahannya kepada dirinya sendiri dan menusuk dirinya berkali-kali dgn anak panah tersebut.

"Aku pasti akan kembali…ke.. dunia ini…"

***

Itu kata-kata terakhir Alecta sebelum akhirnya menutup mata untuk selamanya, mengubur cintanya kepada Naga laut dan menyimpan keinginan kuat untuk kembali bangkit dan membalaskan dendamnya.

Akankah Yg Maha Kuasa mengabulkan keinginannya dan memberikan Alecta kesempatan kedua?

Next chapter