23 SIAPA YANG MEMPERMAINKAN SIAPA

Saat ini Yuanita tengah berkacak pinggang ketika melihat Suaminya yang baru saja pulang ke Rumahnya larut malam. Dengan raut wajah yang mengintimidasi, Yuanita terus menatap Suaminya dengan seksama dari atas kepala hingga ujung kakinya, memperhatikan dengan teliti jika ada sesuatu yang berubah.

John yang melihatnya hanya menatapnya dengan malas, entah apa yang dilakukan Istrinya itu, ia tidak peduli. Saat ini mereka berdua sedang dalam kamar, John yang masih dengan pakaian kantornya lengkap. Alis Yuanita mengerut ketika ia mencium bau wangi dari tubuh Suaminya yang tak biasa.

"Kok, wanginya beda?" Tanya Yuanita. Sungguh, John tidak merasa takut sama sekali. Ia tidak peduli jika Istrinya tahu suatu hari nanti, bahkan John tidak bermaksud menutupinya sama sekali.

John menghela nafas, "Udah? Mas mau mandi, capek." Ujar John dengan sedikit ketus. Ia pun langsung menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya yang lengket. Tanpa mempedulikan tatapan sinis dari Yuanita, ia terus berjalan mengabaikannya.

Yuanita dengan kesalnya menghentak-hentakkan kakinya, kemudian menuju keluar kamar untuk melampiaskan  kekesalannya itu. Saat ini Yuanita tengah berada di Taman belakang, ia berjalan mondar-mandir sembari memikirkan apa yang telah dilakukan John diluar sana.

"Mas, kamu pasti menyembunyikan sesuatu dariku." Ujar Yuanita sembari mengepalkan kedua tangannya kuat-kuat. "Argh, awas aja kalau dugaanku benar, Mas. Rupanya kamu belum tahu siapa aku, jangan pernah sekali-kali bermain denganku!" Lanjutnya lagi dengan senyum sinisnya.

Suara yang berasal dari ponselnya membuat fokusnya teralihkan, melihat nama si pemanggil yang tertera dilayar ponselnya membuatnya semakin mengembangkan senyum piciknya.

"Halo, kebetulan banget lo hubungin gue." Ujarnya dengan senyum sinisnya, "Gue butuh bantuan, lo." Lanjutnya lagi.

Ketika sedang berendam, ponsel John berdering ada panggilan masuk yang ternyata dari Calvin. Dengan segera John pun mengangkatnya, "Halo, tumben lo nelpon malam-malam gini. Kangen lo ya sama gue?" Kekeh John sedikit menggoda Sahabatnya itu.

"Buat apa gue kangenin, lo? Yang ada gue gedek sama lo!"

John bisa menebak jika Calvin saat ini tengah menahan kesalnya, andai saja saat ini ia sedang bersama laki-laki itu, pasti akan sangat seru melihat hiburan gratis itu.

"Oh, gitu. Okay, besok lo gak usah masuk kerja, ya, tunggu aja nanti ada surat buat lo." Ujar John dengan santainya, sementara itu Calvin yang mendengarnya langsung membulatkan matanya, ia berdecak kesal pada John yang selalu mengaitkan kedudukannya dengan John, jelas jika John lebih unggul jika dibandingkan dirinya.

"Ck! Gak asik, maennya ngancam-ngancam, cih!"

"Gue gak ngancam, kok, justru gue baik hati karena sebagai atasan lo, gue memberi lo libur." Ujar John sembari terkekeh.

"Iya, libur, libur panjang alias keluar dari Perusahaan lo!" Ujar Calvin kesal membuat John terkekeh.

"Nah, tuh, tahu. Pinter banget Sahabat gue yang satu ini, ululu." Setelah mengucapkan itu, John langsung bereskpresi seperti ingin memuntahkan sesuatu dari dalam mulutnya, entahlah, John merasa geli mengucapkan seperti itu kepada sesama pria sepertinya.

"Sialan, lo!"

Karena sudah tak tahan, John pun akhirnya tertawa dengan keras, ia lupa bahwa saat ini dirinya sedang berada didalam kamar mandi. Tanpa John sadari, Yuanita terkejut dengan suara tawa yang begitu menggelegar dari dalam kamar mandi. Namun, setelahnya Yuanita mengangkat kedua bahunya, acuh.

"Ok, ok, balik ke topik utama. Ada tujuan apa lo nelpon gue?" Tanya John yang kini wajahnya berubah menjadi serius.

"John, nyokap gue nyuruh gue buru-buru nikah, sedangkan gue masih belum mau komit sama cewek mana pun. Lo ngerti, kan, perasaan gue?"

John yang mendengarnya langsung melongo, jadi Calvin menghubunginya larut malam begini hanya ingin menceritakan perihal ini? Astaga, memang unik sekali seorang Calvin Pradana ini.

"Vin, kalau lo kaya gini terus, mau sampe kapan?"

"Lo tahu, kan, gue masih nungguin dia?"

John memijit pangkal hidungnya sebentar, ia sangat tahu siapa dia yang Calvin maksud. Bahkan ia sangat tahu bagaimana Calvin bejadnya dulu saat masih Sekolah. Sementara John menyaksikan sendiri bagaimana seorang Calvin Pradana akhirnya bisa ditaklukan oleh seorang perempuan yang benar-benar polos dan lugu.

"Vin, apa lo yakin dia masih mau sama lo? Lo lupa, betapa brengseknya lo dulu sama dia, bahkan lo hampir nyakitin dia."

Terdengar helaan nafas dari Calvin, ia tahu jika Calvin sudah merasakan penyesalan yang mendalam. Padahal John sudah memperingatinya sedari awal, akan tetapi Calvin tetaplah Calvin, sangat sulit diberi tahu.

"Pokoknya, gue cuma mau nikah sama dia, titik!"

"Huh, terserah lo, deh. Pusing gue dengernya, tapi inget, kalau memang dia balik, jangan lagi lo sakitin dia lagi, sampe itu terjadi, ogah gue temenan sama lo lagi."

"Galak amat, lo. Iya, gue janji."

Hening beberapa saat, seakan mereka berdua sedang memikirkan sesuatu, akhirnya John kembali bersuara.

"Vin,"

"Hm?"

"Semoga penantian lo gak sia-sia, ya." 

"Thank's, Bro."

John tersenyum mendengarnya, meskipun Calvin takkan bisa melihatnya, sambungan telepon pun terputus. John langsung beranjak dari bathup. Setelah sudah memakai pakaian tidurnya, John langsung mengambil laptop dan mengerjakan beberapa berkas yang selalu saja menumpuk setiap harinya.

Tanpa John sadari, sedari tadi Yuanita tampak menahan kesalnya kepadanya. Pulang larut malam, bau wangi yang tak biasa, tetapi Suaminya tampak tak peduli padanya sama sekali. Bahkan hingga saat ini, John tak menatapnya atau bahkan mengajaknya berbicara saja tidak, membuat Yuanita mau tak mau melakukan rencana dibelakang Suaminya itu untuk memastikan jika dugaannya salah.

Jam sudah menunjukkan pukul dua dini hari, John yang baru selesai dengan pekerjaannya pun langsung menyimpan laptopnya kembali. Ia menoleh pada Istrinya yang sudah tertidur lelap.

"Maafkan, Mas. Kamu harus berubah kalau gak mau Mas kaya gini."

Setelah itu ia mematikan lampu kamarnya, lalu memposisikan dirinya dengan nyaman ketika berbaring, matanya memandang langit-langit kamarnya. Entah kenapa pikirannya terus tertuju pada Via dan Mara, seketika seulas senyum terbit di bibirnya, teringat akan hari ini karena tak menyangka akan sebahagia ini.

"Aku berharap keputusanku gak salah suatu hari nanti." Batin John. Ia pun menutup kedua matanya dan terlelap tidur. Tanpa John sadari, Yuanita belum benar-benar tertidur. Ia mendengar dengan jelas jika John mengucapkan kata Maaf, mendengar itu Yuanita mendadak semakin yakin jika Suaminya itu pasti tengah menyembunyikan sesuatu darinya.

Yuanita pun menoleh pada John, menatap wajah tegas pria tua itu dengan lekat, entah kenapa hatinya sedikit sakit ketika mendengar itu. Ia menyangkal pada hatinya, jika ini pasti karena ia tak ingin kehilangan segalanya yang ia miliki dan ia inginkan, setelah dulu ia bersusah payah agar bisa mendapatkan semua kekayaan ini.

"Gue yakin, gue gak mungkin bisa jatuh cinta sama dia, karena dia bukan tipe Suami idaman gue." Gumam Yuanita dengan senyum sinisnya. Setelah itu Yuanita mengambil ponselnya dan mengetikkan sesuatu disana untuk mengabari seseorang, bahkan senyumnya pun benar-benar misterius.

"Kita lihat aja nanti, siapa yang memainkan siapa."

avataravatar
Next chapter