2 DIMANA AYAH ?

FLASHBACK ON

Pagi ini adalah hari dimana Via menginjakkan Sekolah Dasar. Via senang karena menurut Ibu Via sekolah itu menyenangkan. Ya, sangat menyenangkan karena bisa memiliki banyak teman baru, belajar dan bermain bersama teman-teman.

"Vivi, ayo, Nak! Kita berangkat," ujar Ibu Via dengan lembut.

"Ayo, Bu," ujar Via sambil berlari menghampiri Ibunya.

Setelah sampai didepan gerbang Sekolah Via sangat antusias membuat Ibu Via gemas dengan tingkah putri kecilnya.

Namun kebahagiaan tak berangsur lama sampai Via menginjak kelas 2 SD.

Via harus mendapat bullyan dari teman-teman sebayanya karena teman-temannya mengira jika Via tidak memiliki Ayah.

Disetiap harinya Via selalu mendapat kejadian-kejadian yang mengkhawatirkan dari teman-temannya. Ingat sekali saat pertama kalinya mendapat bullyan dari teman-teman sekelasnya sendiri.

Terlihat segerombolan anak perempuan yang merupakan teman sekelasnya itu tengah berjalan mendekat kearahnya. Mulanya Via tersenyum senang, tetapi tak berangsur lama senyuman itu berganti menjadi kesedihan.

Bagaimana tidak? Teman-temannya itu mengucapkan kata-kata yang membuat Via teringat pada seseorang. Sejujurnya Via pun sedih karena tak pernah melihat seseorang itu.

Via juga pernah mempertanyakannya pada Ibunya tetapi Ibunya selalu murung setelahnya membuat Via merasa bersalah dan ikut bersedih.

"Huuuu kamu gak punya Ayah, ya?"

"Iya bener, kamu beda sama kita. Kita punya Ayah dan kamu gak punya!"

"Ayo, temen-temen kita pergi!"

Via langsung menangis dan berlari kesudut tembok dalam kelasnya. Ia sedih karena Ayahnya tak pernah pulang. Ibunya bilang bahwa Ayah Via sedang bertugas untuk urusan pekerjaannya.

"Ayah, hiks. Via sedih karena ayah gak pulang," gumam Via sembari menangis sesenggukkan. "Ayah, Via diejek teman-teman Via di Sekolah, hiks." Dengan kedua tangannya itu Via menghapus air matanya berkali-kali secara cuma-cuma. "Ayah, Via pengen pulang. Via gak mau disini, teman-teman Via jahat sama Via, hiks."

Air matanya terus mengalir, hatinya begitu sakit mendengar ucapan-ucapan yang mengingatkan Via pada Ayahnya. Tak lama ada seorang anak seusianya yang melihat Via sedang menangis.

Anak itu kemudian langsung berlari memanggil Ibu gurunya untuk memberi tahu bahwa ada seorang anak perempuan yang sedang menangis didalam kelas sendirian.

"Ibu!" teriak anak itu. Kebetulan Ibu guru itu sedang berjalan menuju kearah lorong yang sama. Ibu muda yang berstatus guru itu pun tersenyum kearahnya.

"Eh, kamu sayang, ada apa manggil Ibu?" Anak laki-laki itu seperti terlihat khawatir dan sedih sambil sebelah tangannya yang selalu menunjuk salah satu kelas.

"Itu... Ibu ada yang nangis sendirian, kasihan," ujar anak laki-laki tampan itu sembari menarik-narik baju Ibu gurunya. Ibu guru itu tersenyum manis, gemas dengan anak murid laki-lakinya yang satu ini.

"Siapa?" tanya ibu guru itu sambil mengerutkan keningnya.

"Itu, di Kelas yang itu!" jawabnya sembari menunjukkan tangannya kearah kelas dimana tempat Via menangis.

Ibu guru itu melihat arah tunjukannya dan langsung berjalan kedalam kelas itu diikuti anak laki-laki tampan itu. Mereka berdua pun mendapati Via yang sedang menunduk sambil menangis.

Ibu guru itu pun tersenyum menghampiri Via mencoba menggenggam tangan Via. Awalnya Via menjauhkan kedua tangannya itu yang ingin digenggam oleh Ibu guru itu. Ibu guru itu mengerutkan keningnya, sepertinya ada sesuatu yang telah terjadi pada anak murid perempuannya yang satu ini.

"Hey, anak manis, kenapa kamu nangis, Sayang?"

Via pun akhirnya memberanikan diri untuk mendongakkan kepalanya dengan ekspresi yang sangat menggemaskan.

"Via diejek teman-teman Via, Ibu. Karena Via gak punya Ayah. Via gak tau Ayah Via dimana. Ibu Via bilang kalau Ayah lagi kerja jauh jadi gak sempet pulang," ungkap Via dengan wajah yang ingin menangis. Sedangkan anak laki-laki itu yang melihatnya langsung mengusap air mata yang terus-menerus keluar.

Ibu guru itu tertegun melihat sikap peduli yang diberikan anak murid laki-lakinya itu. Diumur yang masih kecil ini anak murid laki-laki pemilik berparas tampan ini sangat begitu peduli.

Ia bisa merasakan kesedihan yang mendalam dikedua mata Via dan anak murid tampan yang satu ini. Kalian pun harus tahu apa yang dialami Via bukanlah hal yang mudah untuk seusianya.

Via diumur yang masih terbilang anak-anak seharusnya bisa bersenang-senang bersama teman-temannya. Tidak seperti ini, menangis karena dibully oleh teman-teman seusianya.

Ibu guru itu pun membawa Via kedalam pelukannya mencoba memberi ketenangan terhadap Via. Sedangkan anak yang tadi memberi tahu Ibu guru itu pun kini bisa tersenyum melihat Via berada dalam pelukan Ibu guru itu.

Entahlah hatinya mendadak tenang melihat Via tidak menangis lagi.

Kini Via sudah bersama Ibunya yang terlihat sangat jelas begitu mengkhawatirkan Via. Ibu gurunya yang tadi memutuskan untuk menelpon Ibunya Via dan menjelaskan semua yang telah terjadi.

Ibu Via yang mendengarnya pun langsung menitikkan air mata. "Ya Tuhan kuatkanlah aku dan anakku, Via," batinnya.

Berminggu-minggu Via sekolah dan ternyata Ibu Via kembali datang ke Sekolah. Alasannya masih tetap sama karena mendapat bully-an dari teman-temannya.

Via depresi dan akibatnya Via selalu menyendiri didalam kamarnya sambil menyebut-nyebut nama ayahnya. Sungguh malang nasib Via.

Ibu Via memutuskan untuk Via belajar dirumah saja. Ya, Ibu Via memutuskan untuk homeschooling.

Via tidak pernah diizinkan untuk bermain keluar dari sekitar Rumahnya. Via begitu asing untuk mengenal dunia luar. Ibu Via bukan tak memikirkan perasaan Via hanya saja Ibu Via terlalu menyayangi putri kecilnya.

Ibu Via hanya tak ingin putrinya harus merasakan kesedihan. Ibunya hanya ingin Via selalu bahagia disetiap harinya.

Saat ini Via sedang sarapan bersama Ibunya. Via begitu lahap memakan sarapan paginya itu hingga membuat Ibu Via terkekeh gemas.

"Vivi Sayang, makannya pelan-pelan ya, Nak. Nanti Via batuk-batuk."

"Hehe, Iya, Ibu. Maafin Via, masakkan Ibu Via enak banget sih," ujarnya lalu kembali melanjutkan sarapannya.

Setelah selesai Via ingin bermain dihalaman belakang. Rumah Via memang tidak mewah, begitu sederhana. Hanya saja dibelakangnya terdapat Kebun sayur-sayuran dan Taman bunga.

Via meminta izin untuk bermain di Taman bunga.

"Ibu, Via boleh main di belakang gak?"

"Boleh, asal jangan keluar Rumah, ya?"

"Iya, Bu." Via pun tersenyum senang, Ibu Via yang melihatnya senang sekali melihat Via bisa tersenyum cerah seperti itu.

Saat sedang bermain Via melihat ada anak sebayanya yang tersenyum kepadanya. Via merasa tak asing dengan anak itu. Via pun tak membalas senyuman nya, ia tetap tak acuh dan melanjutkan bermain-mainnya.

Saat Via kembali menoleh dimana tempat anak itu tadi berdiri, Via tak melihat anak itu lagi disana. Via mengerutkan keningnya. "Kemana dia?" Batin Via.

Coba kalian bayangkan anak seusia Via harus mengalami depresi. Ternyata Sekolah itu tak menyenangkan, sangat kejam, menurut Via.

Ibu Via melihat putri kecilnya begitu sedih. "Kasihan kamu, Nak. Harus mengalami seperti ini. Maafkan, Ibu ya, Sayang. Ibu melakukan ini karena tak ingin kamu tersakiti."

Satu tetes air mata pun lolos begitu saja turun kepipinya. Ibu Via pun akhirnya membiarkan dirinya sendiri menangis. Rasa sakit yang selama ini selalu ia tahan dan ia pendam kini sudah tak bisa lakukan lagi.

FLASHBACK OFF

avataravatar
Next chapter