1 Perbedaan Kasta

Seorang gadis dengan rambut yang digerai indah berjalan menuju koridor sekolah, pagi ini dia mendapat jadwal untuk mengecek berapa banyak anak yang membolos melalui pagar belakang sekolah. Sering kali dia mendapati segerombolan siswa bahkan terkadang ada siswi yang mengantri bergantian untuk menaiki tembok yang tidak ditanami dengan serpihan kaca itu.

"Harus apa aku liat kamu terus yang jadi pemimpinnya?" gumam Binar sembari mengeluarkan ponsel dan pulpen dari dalam saku rok pendeknya.

"Athala," ucapnya sembari menuliskan nama itu di daftar hitam buku OSIS. Binar adalah anggota OSIS periode 2019/2020 itu artinya dia akan turun untuk tahun ini, dan tidak akan ada kesalahan yang akan Binar perbuat.

Mata Binar bertemu pandang dengan manik mata Athala, tidak ada keinginan untuk melarikan diri. Binar justru memajukan langkahnya, katakan saja bahwa Binar sok pemberani, tetapi ini adalah bagian dari tugasnya sebagai wakil ketua OSIS.

"Padahal pintu gerbang terbuka lebar loh," ucap Binar sinis, hanya tinggal pria bernama Athala yang ada disini.

Athala menengok kesal kearah Binar, dia berkali-kali memang sering bertemu dengan gadis berkacamata itu. Tetapi tidak pernah sekalipun Binar mendekati dirinya.

"Sebenernya gue sama kawan-kawan gue lebih suka yang mengacu adrenalin." jawabnya.

"Adrenalin?" tanya Binar meyakinkan.

Athala mengangguk.

"Tadi aku sempet moto kamu sama temen-temen kamu pas kalian lagi loncat gitu, terus aku catetin nama-nama kalian disini. Bu Rinda pasti bakal bikin adrenalin kalian lebih seru," ucap Binar tersenyum.

Dia mungkin bukan gadis kaya yang bisa seenaknya berbicara degan Athala, rumor Athala adalah anak pemilik saham terbesar di HararyGroup membuat dia disegani selama berada di lingkungan sekolah. Tetapi Binar tidak, dia juga memiliki kewajiban disekolah, yaitu menertibkan anak-anak brandal dan nakal seperti Athala.

"Lo ngancem gue?"

Binar mengeluarkan tawa tersendat, dan menggeleng, "Ngga kok, cuman aku nurutin kemauan kamu. Mending ikut aku ke kantor BK, kamu kan yang bantuin mereka kabur tadi?"

"Ayo ikut!"

Binar menarik lengan pria itu, Athala tidak menolak. Lagipula dia bisa saja membuat gadis berkacamata ini menjadi bahan bullyan jika saja dia bertindak lebih jauh dari ini.

"Lo bakal bilang apa kalau gue masuk BK?" tanya Athala ketika mereka sudah sampai di depan ruang BK.

"Terserah kamu aja, lagian aku gak ikut-ikutan. Aku cuman menjalankan kewajib—Yak!"

Athala menarik pergelangan tangan Binar masuk kedalam ruang BK bersama, selama bersekolah dua tahun di SMA SUNSCHOOL, Binar tidak pernah berani masuk kedalam ruang BK. Konon kata anak sekitar, jika kalian masuk ke ruang BK untuk pertama kalinya, kalian akan keterusan masuk kesana.

"Ih, kenapa ajak aku sih!" ucap Binar dengan nada rendahnya, dia memandang horor sekitar. Tidak terbayangkan jika saja Binar benar-benar masuk kedalam ruangan ini dengan membawa masalah, ah! bagaimana nasib beasiswa miliknya.

"Ada apa lagi kamu kesini Athala?" tanya Bu Rinda ketika beliau sudah mendudukkan dirinya tepat dihadapan Athala.

"Disuruh kesini Bu sama dia," jawab Athala dengan dagu yang mengarah ke arah Binar berada.

"Kamu yang bawa dia kesini, Binar?" Binar dengan ragu mengangguk.

"Ibu sudah liat catatan hitam OSIS yang kamu kasih tempo hari lalu, kesalahan Athala menurut ibu masih bisa di toleransi. Seharusnya kamu menertibkan bukan, dan bukanlah lebih baik kalau kamu bicara baik-baik pada Athala?"

"Tapi bu—"

"Dia mungkin cuman sedikit males belajar, biasanya juga anak muda gitu, kan?" Binar menatap dengan tatapan tidak percaya.

Lagi-lagi dia harus dihadapkan dengan circle menyebalkan ini. Dia mungkin bukan orang kaya, pernah satu kali dia melihat salah satu anak dari kelas bawah datang ke ruang BK karena tidak bisa membayar uang SPP, tetapi dia rajin dan pintar. Tetap saja dia akan menjadi budak jika mereka tidak kaya.

"Ah, terimakasih bu. Permisi,"

Athala menarik tangan Binar kembali, "Udah liat?"

Setelah mengatakan itu Athala berlari kearah kantin, meninggalkan Binar yang menghembuskan napasnya pasrah.

Ternyata benar, keadilan akan ada jika kamu memiliki banyak uang, dan jika kamu memiliki tahta.

"Bi! Binar!"

Binar menatap kearah Alvino, "Kenapa?" tanyanya.

"Kamu tadi laporin Athala keruang BK lagi?"

Binar mengangguk ragu, "Ada apa?" tanya Binar lagi.

"Astaga Bi, bentar lagi hidup lo bakal gak enak! Lo tau kan geng Outlaws?" Binar menggeleng.

"Astaga Bi, anak konglomerat disini, anak orang kaya, anak ganteng, anak yang punya nasib baik pasti masuk ke geng itu! Dan Athala itu ketuanya, dia gak bakalan biarin lo lepas dari dia sebelum lo sendiri yang minta maap sama dia."

Binar masih menatap Alvino dengan tatapan tidak paham, "Mending lo minta maap sekarang," ucap Alvino.

"Minta maaf buat apa?" tanya Binar bingung.

"Apapun itu, mending lo minta maaf sama dia!" ucapnya dengan nada tingginya.

"Selagi aku gak salah kenapa aku harus minta maap sama dia?"

Binar tidak perduli dan memilih pergi dari ruang BK yang menyebalkan itu.

Berbelok saat melewati lorong kelas MIPA, Binar meregangkan tangannya dan memakai earphones lalu jalan sembari berbicara pada seseorang di sebrang.

"Mangsa satu, terdeteksi." ucapnya, terdengar seperti gumaman.

'Terus awasi, buat gerakan natural saja.'

Binar mengangguk dan melepasnya lagi, dia terdiam sejenak dan melirik ke arah kanan sebelum mulutnya dibekap oleh kain berwarna hitam dan matanya di tutup oleh kain yang sama. Nasib kacamatanya benar-benar diambang kehancuran lagi setelah seribu purnama dia memakainya.

'Sial'

Binar berdecak pelan sebelum badannya di gendong paksa oleh seseorang yang aromanya sangat ia hapal. Jika bukan Binar, mungkin saja seseorang ini sudah habis di tangan anak buahnya.

Binar menggerakan tangannya membentuk sebuah bulatan, kemudian dia merasa di bawa pergi menaiki sebuah mobil pribadi yang melaju sangat cepat.

'Neve, are you okay?'

Binar membuka matanya, kain itu tidak mengenai kelopak mata karena terhalang oleh kacamata nya. Dia lupa mematikan sambungan itu, kemudian Binar hanya membalas dengan anggukan saja dan sambungan terputus.

Kain yang terikat untuk menutupi mulutnya terbuka.

"Belagu,"

Kalimat itu yang pertama dia dengar, sadar tidak saat seseorang menaikan sudut bibirnya tanpa berkata apapun.

"Kalian mau bawa aku kemana?!" teriak Binar, natural bukan?

"Lo gak perlu tau, lebih baik lo intropeksi diri kenapa kita bawa lo kesini!" jawabnya,

Suara itu meyakinkan Binar pelaku yang membawanya, terlebih lagi tidak hanya satu orang, tiga sampai lima orang yang ada di mobil ini. Supir, dua di samping kanan kirinya, dan yang tadi berbicara.

"Gak salah lagi, kalian suruhan Athala kan?"

Binar bersedih, "Cih, anak mami. Beraninya geroyokan,"

"Siapa yang lo bilang anak mami?"

Binar membelalakkan matanya, di sampingnya tepat.

ATHALARIK!

avataravatar
Next chapter