1 Jangan Nakal

Derap langkah kaki seseorang yang tengah berlari terdengar begitu cepat. Kim Hae-rim, gadis cantik nan imut, tengah di kejar-kejar oleh beberapa siswi berseragam SMA. Hae-rim terus berlari dan kabur dari para siswi yang nampak gila mengejarnya tanpa lelah. Hae-rim pun bersembunyi disebuah kedai kecil yang ada di pinggir jalan.

Setelah menurutnya aman, akhirnya Hae-rim keluar menghela nafas lega.

"Gila! Mereka menakutkan sekali!" umpat Hae-rim terlihat sangat kacau dan dibanjiri oleh keringat.

Saat itu hari telah berjumpa malam. Hae-rim yang baru saja keluar dari tempat les, langsung diburu dan dikejar oleh para sisiwi sekolah lain, yang memang sejak tadi menunggunya di luar.

"Bisa gila aku lama-lama. Nasib-nasib!" gumamnya lagi bergegas pergi, takut-takut para siswi yang mengejarnya tadi kembali lagi.

Yah, memang seperti itulah keseharian Hae-rim. Sudah nasib Hae-rim karena memiliki kakak angkat yang tampan dan keren. Ia menjadi sasaran para gadis yang naksir pada Kim Dae-woo. Semua itu berlangsung sejak ia memasuki SMP kelas satu.

Banyak yang mengira Hae-rim dan Dae-woo itu sepasang kekasih. Karena mereka tidak ada mirip-miripnya sama sekali. Namun, setelah tahu bahwa mereka kakak beradik, sejak saat itulah Hae-rim menjalani hidupnya seperti ini.

Hae-rim tiba dirumahnya dengan selamat tanpa ada cacat hari ini. Ia begitu lelah sekali. Ia membanting diri diatas sofa sambil mendesah.

"Kakinya sakit sekali!" keluhnya.

Dae-woo tersenyum ketika melihat Hae-rim yang terbaring lesu diatas sofa. Ia baru saja selesai mandi dan hendak mengambil air minum.

"Ada apa? Mengalami hari buruk lagi?" tanya Dae-woo sambil menuang air pada gelas.

Hae-rim mendelik kesal melirik tajam pada Dae-woo. Ia bangkit duduk sambil menyilang kedua kakinya. "Yah, begitulah. Seperti biasa."

Dae-woo tersenyum lagi sambil berjalan menghampiri Hae-rim dan duduk disebelahnya. Lalu, ia mengacak rambut Hae-rim. "Uuhhh kasihannya adik oppa yang imut ini," ucap Dae-woo begitu manis pada Hae-rim.

"Oppa! Hentikan!" seru Hae-rim merajuk pada Dae-woo.

"Aeuh! Kalau kamu merajuk seperti itu, oppa semakin ingin menggodamu," balas Dae-woo.

"Ah, hajima!" tegas Hae-rim memperingati.

Namun, Dae-woo menatap nakal Hae-rim. Lalu, dengan serangan dadakan, ia menangkap Hae-rim dan menggelitikinya. Hae-rim paling tidak tahan jika di gelitiki.

"Oppa! Hentikan! Itu geli!" seru Hae-rim mencoba lepas dari Dae-woo.

Namun, Dae-woo masih saja nakal, dan tidak mendengarkan Hae-rim. Lantas, Hae-rim menyikut perutnya dengan keras. Hingga Dae-woo kesakitan.

"Rasain, wleee! Sakit, kan? Makannya jangan nakal!" seru Hae-rim menjulurkan lidahnya pada Dae-woo.

Terlintas dalam pikiran Dae-woo untuk mengerjai Hae-rim. Ia pura-pura kesakitan, meski pukulan sikut Hae-rim tidak terlalu keras.

"Aaa..." rintih Dae-woo berakting. "Hei! Kau memukulku terlalu keras. Aaa... Sakit sekali," tambahnya.

Awalnya Hae-rim tidak percaya. Ia pura-pura tidak peduli. Namun, setelah Dae-woo melebih-lebihkan aktingnya, Hae-rim tentu saja menjadi cemas karena.

"Hei! Jinja Appa?" tanya Hae-rim mulai panik dan menghampiri Dae-woo.

Ketika Hae-rim mulai memakan umpan dari aktingnya, Dae-woo langsung mengunci leher Hae-rim oleh ketiaknya.

"Hei hei hei, lepaskan!"

"Aniya! Aku tidak mau," tolak Dae-woo.

"Hei! Kau mau mati?"

Dae-woo masih saja tidak mau melepaskan Hae-rim. Lantas, Hae-rim mencubit perut Dae-woo. Kali ini Dae-woo benar-benar kesakitan dan melepaskan Hae-rim. Rambut Hae-rim acak-acak karena kelakuan Dae-woo. Hae-rim meniup beberapa rambut yang menghalangi pandangannya.

Tiba-tiba saja, suara bel berbunyi menyela waktu mereka yang tengah bermain-main.

"Siapa yang datang?" tanya Hae-rim.

"Entahlah. Akan ku lihat," jawab Dae-woo segera bangkit dan melihat siapa yang datang.

Ternyata dia adalah Ahn Ji-han, teman satu kelas mereka. Yang tidak lain, adalah ratu sekolah yang banyak dipuja oleh kalangan para siswa disekolah. Ahn Ji-han adalah gadis tercantik dan cerdas, ia sangat menyukai Dae-woo.

"Oh, Ji-han? Ada apa kamu kemari?" tanya Dae-woo. Ia sama sekali tidak mempersilahkan Ji-han untuk masuk dan hanya mengobrol di ambang pintu rumahnya.

"Dae-woo! Aku menyukaimu!" ucap Ji-han terus terang sekali.

Dae-woo terbelalak kaget mendengarnya. Mengapa begitu mendadak sekali? Pikirnya. Hae-rim lebih terkejut mendengar pengakuan cinta Ji-han untuk Dae-woo. Malam-malam ia datang ke rumah hanya untuk mengatakan kalau ia menyukai Dae-woo? Koyol sekali. Pikir Hae-rim.

"Dae-woo, mari kita menjadi sepasang kekasih," ujarnya lagi.

Apa ini? Apa dia tidak punya harga diri? Pikir Hae-rim lagi.

"Ji-han, mianhe. Tapi... Aku tidak bisa," tolak Dae-woo membuat sedikit garis senyum Hae-rim lolos.

"Kenapa? Ku pikir kita pasangan yang serasi?" tanya Ji-han lagi begitu kecewa dan tentunya malu sekali.

"Maaf, tapi aku tidak menyukaimu," jawab Dae-woo berterus terang apa adanya.

"Hei! Kau jahat sekali!" seru Ji-han membentak Dae-woo. Ia kesal karena Hae-rim mesam-mesem menahan tawa mendengar Dae-woo menolak cinta ratu sekolah itu.

Lantas, Ji-han berbalik cepat dan melangkah pergi dengan menghentakkan kakinya begitu keras. Dae-woo menatapnya aneh, sementara Hae-rim cengengesan menahan tawa yang ingin pecah.

"Kenapa? Apa ada yang lucu?" tanya Dae-woo.

"Hei! Waahh... Kakakku ternyata bisa sejahat itu. Dia bela-belaan datang kesini, hanya untuk mengatakan cintanya. Tapi, kau menolaknya begitu saja... Waahhh Daebak!" seru Hae-rim sambil merangkul Dae-woo.

"Hei! Aku tidak menyukainya, jadi tidak ada alasan untuk aku tidak menolaknya," balas Dae-woo.

"Wae? Bukankah Ji-han itu cantik?"

"Memang. Tapi, aku menyukai gadis lain," jawab Dae-woo jujur.

"Jinja? Siapa?"

Dae-woo tersenyum melihat ekspresi Hae-rim yang terkejut juga penasaran. Dae-woo medekatkan bibirnya ditelinga Hae-rim.

"Ada deh!"

"Aish! Hei! Siapa dia? Beritahu aku?!"

"Rahasia!"

"Oppa!"

Dae-woo berjalan menuju kamarnya mengabaikan Hae-rim. Sementara itu Hae-rim yang begitu penasaran terus saja bertanya dan mengikuti langkah Dae-woo dari belakang. Hingga mereka sampai di depan pintu kamar Dae-woo, langkahnya mereka terhenti. Dae-woo berbalik menatap Hae-rim dan tersenyum. Lalu, ia mengacak rambut Hae-rim.

"Selamat malam, adikku!" ujarnya, lalu ia berbalik dan segera masuk ke kamar.

DEG~

Tiba-tiba saja Hae-rim merasa detak jantungnya memompa darah dengan cepat. Ia berdetak tidak stabil. Wajah Hae-rim memerah seketika. Ia lantas meraba dadanya yang berdetak dengan cepat.

"Apa ini? Kenapa aku..." gumamnya. "Tidak! Ini tidak benar!" Hae-rim berusaha menyingkirkan perasaanya yang terasa aneh akhir-akhir ini terhadap Dae-woo.

Lantas, ia menarik nafas dalam-dalam dan menghembusnya secara perlahan. "Sebaiknya, aku pergi mandi!" Hae-rim bergegas pergi ke kamarnya dan membersihkan diri bersiap untuk tidur.

Ketika ia akan menutup mata, suara ketukan pintu dari luar kembali membuka matanya.

"Hae-rim! Ini, aku! Apa kau sudah tidur?"

Hae-rim bangkit dan membuka pintu.

"Ada apa, kak? Aku mau tidur!"

"Kakak tidak bisa tidur. Temani kakak menonton, yuk!" ajak Dae-woo.

"Ah, aku tidak mau!"

"Hei, ayolah!"

Hae-rim terdiam sejenak menatap Dae-woo. "Baiklah."

"Oke! Ayo!"

Mereka pun pergi menonton tv bersama. Kebetulan flm yang tayang adalah flm romantis. Dae-woo dan Hae-rim begitu fokus menonton dengan beberapa camilan ringan. Hae-rim merasa gugup ketika flmnya mulai pada adegan ciuman. Hae-rim menghela nafas, ketika melirik Dae-woo yang terlihat biasa-biasa saja.

"Waah... Karakter pria itu aku tidak terlalu menyukainya. Ia terlalu egois dan pemaksa. Bagaimana menurutmu?" tanya Dae-woo menoleh pada Hae-rim yang tengah menatapnya sejak tadi.

Pandangan mereka bertemu. Hae-rim lagi-lagi terpaku kaku ketika wajah Dae-woo begitu dekat ia tatap. Jantungnya kembali berdetak begitu cepat. Apa yang terjadi kepadaku? Kenapa ini? bathin Hae-rim. Lantas, Hae-rim segera bangkit berdiri secepat mungkin, tanpa menjawab pertanyaan Dae-woo, ia berlari ke kamar terbirit-birit.

Dae-woo menatap kepergiaan Hae-rim dengan heran. "Dia kenapa, sih? Maen pergi pergi saja? Flm-nya kan belum selesai," Dae-woo menghela nafas dan melanjutkan apa yang ia tonton seorang diri.

avataravatar
Next chapter