3 Seorang Presiden Baru

Satu jam berlalu. Setelah membersihkan apartemen yang luas ini, aku melepas piyamaku, lalu pergi ke kamar mandi dan berendam di bak mandi.

Di tengah keheningan, aku teringat Donghae pada beberapa tahun terakhir dan membuatku tersenyum. Kebersamaan kami di tahun-tahun sebelumnya terasa pahit dan manis, dan kami melewatinya dengan senyuman.

Namun, ketika aku memikirkannya, kepalaku tiba-tiba terasa sakit sekali. Aku meringis kesakitan dengan tangan mencengkeram rambutku erat-erat. Itu adalah rasa sakit yang hebat yang seperti membuat kepalaku akan meledak.

Tetapi, untungnya, itu tidak berlangsung lama, karena aku bisa saja mati menahan rasa sakit yang membuatku seakan-akan mati kehabisan napas.

Aku termenung seperti seorang idiot di bak mandi dengan senyuman pahit dan penyakit ini.

Setelah mandi, aku segera bersiap untuk berangkat kerja dan pergi tanpa mengulur waktu lagi, dan tiba di perusahaan beberapa menit kemudian.

Hari ini adalah hari sial bagiku. Tuan Hye, seorang manajer di perusahaan ini sangat marah ketika ia mengetahui keterlambatanku selama hampir satu jam.

Di Departemen Desain tempatku bekerja, semua orang terlalu sibuk. Ada banyak desain yang bertumpuk di atas meja. Semuanya adalah proyek periklanan untuk merek baru yang belum diselesaikan, sedangkan jadwal pemasarannya sudah seperti bayangan yang tergantung di bawah kaki kami, dan seperti hantu yang menghantui.

"Ehm! Perhatian semuanya!"

Tuan Hye masuk, dan kami pun segera berdiri. Di belakangnya, ada seorang pria tanpa senyuman berwajah dingin.

"Dia adalah presiden baru perusahaan ini. Mulai hari ini, dia akan menggantikan Tuan Kim Myungdae."

Semua orang membungkuk untuk memberi hormat, termasuk aku sebagai formalitas.

Pria itu lalu melangkah maju hingga berada di depan manajer, lalu mengamati sekeliling dengan dingin, namun dengan mata yang memikat.

Ketika aku melihatnya, ia seperti Donghae ...

Aku ingin menertawakan pikiranku sendiri saat ini, tetapi karena aku masih membutuhkan pekerjaan ini, akan lebih baik jika aku tidak melakukannya sama sekali.

"Saya Kim Daehyun." Ia menghentikan kalimatnya, menatap orang-orang di ruangan ini tanpa ekspresi, lalu melanjutkan, "Mulai sekarang dan ke depannya, perusahaan ini akan sepenuhnya dipegang olehku."

Mendengar namanya, aku seketika kaget. Itu adalah nama yang sama dengan seseorang yang kukenal, tapi sudah tenggelam dalam pikiranku sejak lama.

'Apakah itu Daehyun? Atau apakah mereka hanya memiliki nama yang sama? '

"Hei kau!"

Melihat presiden baru itu mengarahkan pandangannya padaku, aku menunjuk diri sendiri untuk meyakinkan, "A-Aku?"

Presiden baru itu terdiam dan menatapku dengan tatapan selidik yang tajam.

"Ah, Tuan Kim, dia adalah Park Chunghee. Dia salah satu staf tepercaya di departemen ini," Tuan Hye berbicara dengan bangga.

Presiden yang bernama Kim Daehyun mengangkat alisnya setelah Tuan Hye memperkenalkanku, kemudian tatapannya seketika menjadi lembut dan cukup akrab, namun tetap dengan nada sombong saat ia berbicara, "Oh, begitu ... baiklah, mulai hari ini, kau menjadi asistenku. Datanglah ke kantorku 30 menit kemudian."

Mendengar kata-katanya, tiba-tiba mataku membelalak saat mendengar keputusan mendadak itu. "Hah?! T-tapi, tuan ... aku—"

Tanpa tanggapan, ia meninggalkan tempat ini dengan acuh tak acuh, diikuti oleh Tuan Hye di belakangnya. Namun, sebelum pintu tertutup, aku bisa melihat senyuman hangat terukir samar di wajahnya.

Aku duduk kembali dengan lemas. Menjadi seorang asisten tidak pernah terlintas dalam pikiranku. Orang-orang di departemen ini memberi selamat kepadaku, tetapiku tidak membuatku merasa senang. Aku hanya memaksakan senyuman untuk menutupi kecemasanku mengenai posisi baru ini.

Beruntung ataukah tidak beruntung?

Sudah 30 menit. Aku pun masuk ke dalam lift untuk pergi ke kantor presiden itu. Ada beberapa staf dan karyawan di dalamnya, tetapi semuanya berhenti di lantai yang lebih rendah dariku.

Sesampainya di lantai yang kutuju, aku menatap kantor presiden yang baru itu sejenak sebelum mengetuk pintu. Namun walaupun aku mengetuknya beberapa kali, tetap tidak ada jawaban dan itu membuatku sedikit kesal.

Setelah beberapa menit menunggu dan hanya ada keheningan, aku hendak kembali. Namun, begitu aku berbalik, aku tanpa sengaja menabrak seseorang di hadapanku.

Aku pun dengan cepat mengangkat kepalaku.

Awalnya, aku hendak memaki, tetapi karena saya terkejut melihat orang ini adalah presiden baru kami di perusahaan, bibirku seketika mengatup dengan sendirinya. Aku pun segera membungkuk dan meminta maaf.

Presiden itu tersenyum. Sikapnya yang dingin dan arogan berubah menjadi keramahan yang membuatnya tampak seperti orang yang berbeda.

"Chunghee, masuklah ..." Sambil berkata, ia masuk dan aku mengikutinya di belakang.

Aku mengamati sekeliling. Ruangan ini juga terlihat berbeda dari sebelumnya, dan jika menanyakan pendapatku, aku akan memilih desain ruangan saat ini untuk presiden baru ini. Ia memiliki selera yang bagus, itu cocok dengan penampilannya.

"Kau juga orang yang teliti ..."

Tuan Presiden itu masih tersenyum, dan entah mengapa senyumannya selalu mengingatkanku pada Donghae.

Aku memandangnya dengan heran tetapi tidak memberikan tanggapan apa pun.

"Duduklah." Ia duduk di atas meja dan menatapku dengan anggun.

Sambil menghela napas, aku berbicara, "Bolehkah aku menanyakan sesuatu, Tuan?"

Tatapannya berubah serius. Ia melipat tangan di depan dada, lalu mengangkat alis kirinya. Tanpa berbicara, ekspresi itu sudah menunjukkan kata-katanya.

Aku pun menghela napas sekali lagi. "Apakah Anda serius, tuan?"

"Tentang apa?" Dia bertanya acuh tak acuh seolah ia bertanya hanya sebagai formalitas.

"Tentang ... asisten ... aku ... hmm ..." Aku tidak perlu menjelaskannya lagi. Hanya dengan mengucapkan kata 'asisten', ekspresinya tampak sudah memahami.

Ia berseru, "Oh, ya, aku serius!"

Awalnya aku ragu, tapi akhirnya aku memaksakan diri untuk berkata, "Tapi, aku minta maaf. Aku tidak bisa, tuan ..."

Aku mencoba untuk mengatakan penolakan itu sesopan mungkin agar tidak menyinggung perasaannya.

Aku benar-benar tidak dapat menerima keputusan itu, mengenai asisten itu. Bukan berarti bahwa aku tidak menyukainya, tetapi aku hanya tidak ingin menjadi lebih sibuk dari sekarang ini. Selain ingin menghabiskan waktu bersama Donghae, belakangan ini, pekerjaan membuatku lelah dan pusing.

Aku merasa bahwa aku tidak sehat akhir-akhir ini.

Dalam keadaan ini, aku masih memikirkan hubungan kami. Itu adalah kesedihan yang tak tertahankan.

'Jika aku bisa melakukannya, mengapa kamu tidak bisa, Donghae?'

Aku terus mengulang pertanyaan yang sama setiap detik, setiap menit, setiap malam sebelum aku tertidur dengan harapan Donghae dapat mendengarnya dan segera memberikan jawaban untukku, tetapi tidak ada.

"Apa kau punya rokok?"

Aku mengangguk, lalu mengambil rokok dari sakuku dan memberikannya padanya.

Ia berpindah ke belakang meja, mencari sesuatu di laci meja hitam yang tampak mahal itu.

Mengetahui apa yang sedang iacari, aku mengulurkan korek api, dan ia meraihnya dengan senyuman.

avataravatar
Next chapter