9 Sebuah Trik

Aku tidak bisa berkata-kata, mendengar pertanyaan itu membuatku merasa aneh. Mengatakan sesuatu seperti itu tidak berarti mereka adalah tipeku. Aku hanya berpikir bahwa itu adalah hal yang tidak biasa untuk pebisnis elit seperti dia, di mana biasanya, beberapa pengusaha akan mengumpulkan anggur untuk diminum bersama para elit lain sebagai relasi dekat dalam bisnis.

Namun, setelah mendengar pertanyaan itu, aku memilih untuk tidak berkomentar dan hanya terdiam.

Tidak mendapatkan tanggapan apa pun, Kim Daehyun menghela napas kecewa, lalu berbicara, "Sepertinya karaktermu telah banyak berubah dari sebelumnya."

Aku terdiam sambil sedikit merendahkan pandanganku. Kim Daehyun berhenti memikirkannya, dan berjalan ke meja makan dan duduk di kursi. Di depannya, ada mie yang masih beruap. Sepertinya ia baru membuatnya beberapa saat yang lalu sebelum aku tiba di sini.

Melihat itu, aku bertanya dengan nada sedikit mengejek, "Mie? Kupikir orang sepertimu punya sarapan yang jauh lebih mahal dengan gizi seimbang."

Daehyun terkekeh kecil. "Itu karena tidak ada yang mau memasak untukku, meski aku punya asisten di depanku."

Kata-kata itu menyinggungku secara langsung. Selain ia pandai mengatakan sesuatu yang membuat orang merasa tersentuh, ia juga pandai mengatakan sesuatu yang membuat orang terjebak di hati mereka. Tapi, aku adalah orang yang tenang. Hal seperti itu bukanlah sesuatu yang bisa membuatku terbawa suasana, aku bahkan hampir tidak merasakan apa pun selain hanya kata-kata biasa.

Aku memiliki banyak pengalaman yang menguji kesabaranku, ini tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan semua itu.

Jika aku harus mengeluh, maka aku harus mengeluh kepada orang yang menyebabkan rasa sakit yang permanen di hatiku selama bertahun-tahun.

Dengan suara rendah, aku menjawab dengan tenang, "Oh, begitu ... Oke, aku akan memasak untukmu, lalu aku akan mengambil filenya dan pergi."

"Sungguh?!" Daehyun segera berdiri dari kursi. Matanya berbinar-binar seperti anak anjing yang diberi tulang. Lucu tapi juga cukup menyedihkan.

Aku menyeringai tipis dan mengangguk pelan, lalu berjalan ke lemari es dan memeriksa bahan apa yang ada di dalamnya. Ini ada beberapa sayuran dan sedikit daging. Melihat semua bahan-bahan itu, aku tersenyum karena merasa sedikit lucu. Awalnya, aku mengira lemari es ini akan kosong dan tidak akan diisi dengan bahan-bahan seperti ini, tetapi ini benar-benar di luar dugaanku. Sepertinya, ada seseorang yang selalu memasak untuknya.

Mungkin, kekasihnya?

Ya, kekasihnya ...

Entah mengapa begitu aku memikirkannya, tiba-tiba ada kekecewaan di antara begitu banyak rasa sakit di hatiku. Aku bisa merasakannya walau samar-samar, namun hanya sesaat.

Tanpa memikirkannya lagi, aku mulai memasak, sementara Kim Daehyun terus menatapku dengan senyuman di balik meja makan. Matanya berbinar dan tampak begitu cerah, seolah-olah ia sedang menatap istrinya di dapur, dan tidak sabar untuk sarapan bersamanya. Itu membuatku merasa seperti sedang menghiburnya di pagi hari.

Namun, aku tidak keberatan sama sekali. Kembali di masa kecil kami, Kim Daehyun adalah orang yang baik. Tapi, sebelum aku memiliki kesempatan untuk membalas semua kebaikannya, ia tiba-tiba menghilang.

Beberapa saat kemudian, makanan sudah siap. Ini hanya semangkuk sup jagung. Setelah matang, aku segera menyiapkannya di atas meja dan Daehyun menyambutnya dengan senang hati.

Aku tersenyum diam-diam dan berpikir bahwa Daehyun belum menjadi dewasa. Meski kematangan fisiknya sempurna, ia tetap bertingkah seperti anak kecil. Tapi, anehnya, itu menghiburku dan terasa nyaman.

Kemudian, setelah itu, aku pun berniat untuk kembali. Aku melepas celemek sambil bertanya, "Daehyun, di mana file-nya?"

Mendengar pertanyaan itu, Daehyun seketika berhenti mengunyah makanannya. Ia tertegun sejenak, susah payah menelan makanannya sebelum berkata, "Uh, itu ... Tidak ada."

Aku mengerutkan kening karena bingung, lalu bertanya dengan heran, "Apa maksudmu?"

"Aku berbohong. Aku hanya ingin kau datang ke sini. Aku sengaja melakukannya agar kita bisa sarapan bersama."

"..."

Merasa bersalah, ia sedikit merendahkan pandangannya. Dalam suaranya, terdengar kasihan, "Um, itu ... maafkan aku. Aku harus melakukannya. Jika aku jujur, kau akan menolak permintaan konyol itu, kan?"

Seketika rasa kesal ketika mendengar bahwa itu hanya tipuan darinya muncul di dadaku. Aku tidak menanggapi apa pun dan hanya ingin keluar dari tempat ini secepat mungkin.

Namun, sebelum aku mengambil beberapa langkah, Daehyun segera menghentikanku dengan berseru sambil bergegas menghadangku. "Chunghee, tunggu!" Saat ia berbicara, ia merentangkan tangannya dan memblokir pintu depan, mencegahku keluar.

"Kau berbohong padaku. Kenapa kau melakukan ini?"

Walaupun aku marah, aku tidak bisa menunjukkan kemarahan itu dan berbicara dengan lembut seperti biasa.

"Chunghee, maafkan aku. Aku salah. Aku tidak akan melakukannya lagi. Aku janji. Tapi, hanya sekali, karena kau juga sudah di sini, maka sarapanlah bersamaku, oke?" Dia menyentuh lenganku dan berbicara dengan suara yang menyedihkan.

Melihat matanya yang tulus, membuatku meleleh. Aku menghela napas pelan, lalu mengangguk setuju. Akupikir selama ia mau mengakui kesalahannya, aku tidak punya alasan untuk merajuk lagi.

Tidak seperti orang itu, yang selalu menyembunyikan kebusukannya dariku.

Di meja makan, kami duduk berseberangan. Kami tidak melakukan percakapan apa pun hingga ia membuka suaranya, "Chunghee, apa kau masih marah padaku?"

Ini adalah pertama kalinya aku sarapan bersama orang lain. Perasaan itu aneh. Mungkin, itu karena aku tidak terbiasa dengan orang lain selain Donghae.

Namun, ketika orang lain itu adalah Daehyun, kecanggungan ini tidak bertahan lama dan secara bertahap membuatku merasa nyaman. Aku pun menggeleng pelan dan menjawab, "Tidak, aku tidak marah lagi."

"Lalu, kenapa kau menunjukkan wajah itu padaku?"

"Uh, maaf, aku baru saja memikirkan sesuatu."

Daehyun tersenyum lalu melanjutkan makannya. Setelah jeda singkat, aku bertanya, "Daehyun, kenapa kau tidak meminta pacarmu memasak untukmu setiap hari? Apa dia juga orang sibuk sepertimu?"

Mendengar pertanyaan tersebut, tiba-tiba Daehyun tersedak, dan langsung meminum air sebelum ia tertawa. "Apa katamu? Pacar? Aku tidak punya pacar."

"Serius?" Aku bertanya dengan cemberut, tidak mempercayai kata-katanya. "Kupikir kau sudah menikah atau setidaknya bertunangan dengan seseorang."

Perlahan tawanya mereda dan ekspresinya berubah serius. "Aku sedang menunggu orang lain. Aku sudah mengenal orang itu sejak lama, tapi karena kita sudah lama berpisah, sepertinya aku harus memulai dari awal lagi."

"Uh, maafkan aku." Aku berhenti sejenak, menurunkan pandanganku sebelum melanjutkan, "Pasti sulit bagimu. Aku seharusnya tidak mengatakan hal seperti itu. Maafkan aku."

Saat berbicara, aku juga merasa bersalah. Ini keterlaluan. Aku seharusnya tidak mengatakan itu. Daehyun pasti merasakan perasaan sulit itu di dalam dirinya. Sungguh menyakitkan jika mengingat seperti apa perasaan menunggu itu.

Daehyun tiba-tiba terkekeh kecil. "Chunghee, kau itu tidak tau diri dan sama sekali tidak tau malu."

Mendengar ini, aku berpura-pura muram dan kemudian memakan makananku tanpa menanggapinya.

Pagi ini tidak buruk. Meskipun Daehyun membuat trik yang membuatku sedikit kesal, itu tidak berlangsung lama.

Walau berwajah dingin, Kim Daehyun memiliki kepribadian yang baik, jadi tidak akan ada orang yang bisa memarahinya untuk hal seperti ini. Lagipula, kebersamaan kami saat ini, membuatku merasa seperti berada bersama Donghae di awal hubungan kami, di mana keindahan tetap terpatri di kepalaku meski sudah bertahun-tahun lalu.

avataravatar
Next chapter