19 Rumah Utama Keluarga Kim

Saat aku membuka mata perlahan, hari sudah pagi. Tampaknya, setelah mengetahui kebenaran semalam dan merasakan kesedihan yang mendalam, aku tertidur tanpa menyadarinya.

Namun, setelah kesadaranku pulih sepenuhnya, aku segera menyadari bahwa aku saat ini berada dalam pelukan seseorang. Tanpa berpikir panjang, aku segera berbalik dan sedikit bergeser ke belakang.

Sedetik setelah melihat seseorang yang tertidur di sampingku, aku terkejut dan seketika bangun.

Orang itu adalah Daehyun, dan sepertinya ia terbangun ketika ia mendengar napas tersentakku karena terkejut. Kelopak matanya bergerak-gerak, lalu ia perlahan membuka matanya. "Chunghee ..."

Aku membeku seketika dengan mulut sedikit terbuka. Aku bahkan hampir tidak mendengar sepatah kata darinya saat ini.

Dalam situasi ini, aku tidak dapat merasakan tubuhku, dan seolah-olah darahku seketika berhenti mengalir. Ini benar-benar di luar dugaanku.

Berbeda denganku, dari wajahnya, Daehyun sama sekali tidak terkejut dan masih bisa terlihat tenang, seolah berbaring di samping orang lain saat ia tertidur dan memeluknya adalah hal yang wajar. Ia bangkit, lalu menatapku dengan mata mengantuk yang sedikit memerah.

"Ada apa?" Ia bertanya dan menguap dengan malas, "Sudah merasa lebih baik sekarang?"

Ketika kesadaranku kembali, aku bertanya dengan suara serak, "Kenapa kau tidur di sini?"

Lebih tepatnya adalah ... mengapa kau memelukku saat kau tertidur?

Namun, bibirku menanyakan pertanyaan yang berbeda.

Daehyun mendesah lesu. Ia memijat pelipisnya dan menjelaskan, "Tadi malam, aku sangat pusing, jadi aku berakhir di tempat tidur ini tanpa menyadarinya. Aku harus menyesap banyak tawaran anggur. Ayahku tidak bisa minum terlalu banyak, jadi agar tidak mengecewakan atau menyinggung investor dan rekan-rekannya dengan penolakan, maka aku yang harus melakukannya untuknya walaupun aku sendiri juga tidak tahan dengan alkohol," berhenti sejenak, ia melanjutkan," Maafkan aku. Aku benar-benar mabuk, tapi aku tidak melakukan apa-apa. Aku— "

Sebelum menyelesaikan kalimatnya, ia tiba-tiba tersentak. Satu tangan menutupi mulutnya dan tangan lainnya menyentuh perutnya. Ia kemudian bangun dan pergi ke toilet dengan tergesa-gesa.

Dari luar, aku bisa mendengar Daehyun memuntahkan sesuatu beberapa kali, dan itu memastikan bahwa ia benar-benar mabuk sepanjang malam. Merasa khawatir, aku berjalan ke toilet untuk memeriksa kondisinya.

"Daehyun, apa kau baik-baik saja?" sambil bertanya, aku menyentuh lengannya dengan lembut.

Ia terbatuk, lalu mengangkat tangannya dan melambai dengan lemah. "Aku baik-baik saja. Jangan khawatir."

Setelah itu, ia bersandar dengan lemah ke dinding. "Ini risiko bagi seseorang yang tidak tahan alkohol sepertiku, bukan?" Ia tersenyum aneh dan mengusap bibirnya yang basah, lalu berdiri perlahan. "Baiklah, ayo kembali."

Ia berjalan keluar, diikuti olehku, lalu meraih setelannya yang ada di tempat tidur sambil bertanya, "Chunghee, bisakah kau mengemudi?"

Aku mengangguk pelan.

"Kalau begitu aku ingin kau mengantarku ke rumahku," sambil berkata, ia melempar kunci mobil ke arahku dan aku segera menangkapnya dengan panik. Ia melanjutkan, "Aku tidak mungkin membawa mobil dalam kondisi seperti ini, kan?"

Aku tidak menolak dan tidak berkomentar apa pun, selain setuju dengan pernyataannya. Melihat kondisinya yang kacau, itu jelas — bahwa itu tidak memungkinkan ia untuk mengemudi. Jika ia tidak mendapatkan masalah kerusakan, maka ia akan mendapat masalah dengan polisi jika ia terus memaksa dirinya untuk mengemudi.

Di kursi pengemudi, aku mencengkeram setir dengan erat. Ada perasaan gugup sebagai seseorang yang sudah lama berhenti mengemudi. Tapi sekarang, aku harus mengantar Tuan Muda ini pulang.

Pada tahun-tahun sejak aku berhenti mengemudi, keterampilanku yang meragukan ini perlu diuji lagi.

Namun, karena aku tidak punya pilihan lain, aku memberanikan diri untuk mengemudikan mobil dengan sangat hati-hati. Aku pun menarik persneling, memutar mobil, lalu mengemudikan mobil dengan cukup hati-hati ke jalanan.

Dalam perjalanan, ada keheningan yang lama di antara kami, hingga Daehyun bertanya, "Chunghee, kau akan membawaku ke mana?"

Suara Daehyun memecah keheningan. Aku menjawab, "Bukankah ke rumahmu?"

"Ya, rumahku, bukan apartemenku. Jalan ini menuju ke apartemenku."

Aku merasa kesal tetapi aku berusaha untuk tetap tenang. "Kenapa kau tidak menjelaskannya dari awal ... kau membuatku harus memutar mobilnya kembali."

"Bukankah kata 'rumah' sudah cukup jelas?"

Aku tahu ia sedang menggodaku, jadi aku hanya bisa menghela napas berat tanpa memberikan tanggapan.

Beberapa menit kemudian, kami pun tiba di sebuah rumah besar dengan halaman yang luas. Aku memarkir mobil dan kami segera turun dari mobil.

Di pintu gerbang, dua pria kulit hitam besar berdiri dengan bangga. Sikap hati-hati mereka berubah menjadi keramahan yang sangat akrab. Mereka tersenyum menyambut Tuan Muda mereka dengan sangat elegan.

Rumah ini sangat luas. Bahkan jika halamannya dibandingkan dengan lapangan sepak bola, luasnya hampir sama. Tempat tinggal keluarga ini benar-benar di luar akal sehatku. Aku tidak pernah menyangka bahwa tempat seperti ini benar-benar ada di dunia nyata.

Di halaman besar ini, ada banyak bunga putih yang familiar dan menenangkan di sepanjang jalan, menuju ke pintu utama. Aku terkesima, "Apakah keluargamu sangat menyukai Melati dan Kacapiring putih? Pekaranganmu sangat indah."

Mendengar kata-kata itu, air wajah Daehyun seketika berubah dingin. Ia tersenyum hampa. "Hanya ... sebagai penyemangat ... rumah ini sangat suram setiap hari, jadi ayahku meminta seseorang untuk menanamnya."

Melihat ekspresi dan ucapannya yang tiba-tiba berubah, meyakinkanku bahwa ada sesuatu yang lebih menyakitkan dari apa yang ia katakan, jadi aku memilih diam dan tidak bertanya lebih jauh. Tapi, ia tiba-tiba bertanya, "Apa kau suka Melati?"

Aku mengangguk pelan. "Aku suka semua jenis bunga. Salah satunya Melati."

"Aku juga. Kami juga menanam Azalea di halaman belakang dan beberapa mawar. Akan kutunjukkan padamu."

Ketika ia menarik tanganku untuk melihat bunga-bunga itu, aku tidak bergerak sedikit pun. Aku tertegun sejenak, lalu berkata, "Daehyun, aku harus kembali sekarang. Ada banyak pekerjaan yang menungguku di tempatku."

"Tapi kau sudah ada di sini, bagaimana kau bisa menolak tawaran baik hati dari pemilik rumah yang ramah ini?" Ia mengerutkan kening dan berbicara terus-menerus, "Kau juga harus menganggap dirimu beruntung karena kau bisa mengunjungi Rumah Keluarga Kim dan melihat koleksi bunganya."

Aku tidak memberikan tanggapan apa pun.

"Oke, aku akan menganggapnya sebagai persetujuan." Ia menarikku untuk mengikutinya, dan aku menurut dengan pasrah.

Di halaman belakang rumahnya, ada banyak sekali bunga. Namun, hanya wangi dari Kacapiring yang mendominasi. Semuanya memiliki warna yang sama, putih, dan itu agak aneh tapi keindahannya tidak bisa disamarkan.

Aku berjalan perlahan, memandangi bunga dengan rasa takjub. Itu adalah keindahan yang tidak bisa membuat siapa pun berbohong pada diri mereka sendiri. Segalanya terasa menenangkan seolah semua luka diredam oleh kedamaian yang ada di tempat ini.

"Itu Melati putih kesayanganku."

Suara yang dalam dan familiar tiba-tiba terdengar. Aku segera berbalik dan melihat seorang pria paruh baya tersenyum kepadaku dengan hangat.

Ia datang dan memetik salah satu Melati. "Tidak biasa Daehyun membawa seseorang ke rumah ini. Kalian pasti sudah lama saling kenal. Apa aku salah?"

"Um, tidak, Anda tidak salah, tuan. Kami memang sudah lama saling kenal," aku berkata dengan sopan untuk menghormatinya.

"Kalau begitu, sebaiknya kau tinggal di sini untuk sarapan."

"Tentu. Dia akan tinggal di sini untuk sarapan." Daehyun buru-buru menyela dengan sangat antusias.

Kim Myungdae tersenyum, wajahnya menunjukkan persetujuan.

Sementara itu, aku hanya bisa menerima tawaran ini dengan ketabahan di wajahku. Aku akan menghina keluarga ini, karena jika aku mengatakan penolakan, itu akan mempermalukanku seumur hidup.

Beberapa saat kemudian, Daehyun memintaku untuk masuk ke dalam untuk membersihkan tubuhku terlebih dahulu.

Di kamar tidur Daehyun, seorang pria jangkung masuk. Ia tersenyum tipis tapi anggun, dan meletakkan setelan di atas tempat tidur sambil berkata dengan sopan, "Tuan Muda, aku telah memilih setelan terbaik untuk Anda dan Tuan Park."

Aku tersentak kaget mendengar kata-kata pria itu. "Untukku? Tidak, tidak, tidak perlu. Aku bisa memakai milikku," aku berbicara dengan panik.

Daehyun hanya mengangguk.

Pria jangkung itu menatapku sejenak, lalu segera pergi.

"Daehyun, aku tidak ingin mengenakan setelan ini."

Aku mengepalkan tangan erat-erat dan menunjukkan rasa tidak ingin yang jelas.

Daehyun menghela napas kecewa. "Kau harus mengenakannya. Kau tidak mungkin pergi ke perusahaan dengan pakaian kotor itu. Nanti, kau bisa membuangnya jika kau mau."

Aku hampir tidak bisa mengatakan apa-apa setelah mendengar Daehyun mengucapkan kata-kata itu — kata-kata yang terdengar cocok untuknya.

Terdiam sebentar, aku menjawab, "Baiklah, baiklah. Aku akan mengenakannya, tapi aku akan mengembalikannya padamu nanti. Jika perlu dibuang, maka kau yang harus melakukannya. Bukan aku."

Daehyun hanya menunjukkan senyuman.

Setelah mandi, aku turun ke bawah dan menunggu Daehyun di ruangan utama beberapa saat sebelum ia turun, lalu kami pun sarapan bersama dengan Tuan Kim.

Di meja makan, percakapan mereka hanya seputar dunia bisnis. Namun, terkadang ada sedikit humor yang terselip pada percakapan mereka dan melebur suasana serius mereka. Sementara itu, aku hanya menghabiskan banyak waktu dalam keheningan dan menjawab ketika ada pertanyaan yang diajukan kepadaku.

Setelah sarapan, aku dan Daehyun segera berangkat kerja dan beraktivitas sesibuk biasanya.

Aku begitu senang hari ini. Itu karena aku bisa sedikit melupakan rasa sakit setelah mengetahui kebenaran yang pahit tadi malam, yang sudah kuduga sebelumnya.

Sekalipun hanya sesaat, aku tetap bisa bersyukur bisa bernapas lega sebelum kembali merasakan kesedihan itu saat tiba di rumah.

avataravatar
Next chapter