8 Awal Yang Menyenangkan Dan Akhir Yang Menyakitkan

Pagi hari setelah hujan. Panggilan telepon dalam keheningan membuatku terbangun karena terkejut. Di bawah cahaya redup, rasa kantuk masih mendominasi, tetapi dering telepon adalah hal yang paling mengganggu.

Itu adalah panggilan dari Daehyun yang tidak bisa aku tolak. Sambil mendesah pelan, aku mengusap mataku lalu meraih ponsel yang ada di dekat bantal, dan menatap layar yang masih menunjukkan pukul 06.00 dengan mata mengantuk, lalu segera menjawab panggilan tersebut.

Segera setelah aku mengangkat telepon, suara ceria Daehyun terdengar di saluran lain, "Halo, Chunghee, selamat pagi, apa kau tidur nyenyak tadi malam?"

Aku tahu itu hanya obrolan basa-basi. Tanpa peduli, aku memintanya untuk memberi tahuku segera inti dari apa yang ingin ia katakan. "Ada apa?"

Kim Daehyun terkekeh. Seharusnya, ia tahu bahwa aku tidak ingin mendengar basa-basi darinya. Ia berkata, "Chunghee, aku ingin kau datang ke apartemenku sekarang. Aku lupa memberimu satu file semalam dan aku tidak bisa membawa file ini kepadamu, jadi aku ingin kau datang ke tempatku. Aku akan mengirimkan alamatku."

"Tapi—"

Aku hendak menolak, tapi Kim Daehyun memotong sebelum aku mengatakan apapun. "Chunghee, aku tidak ingin mendengar penolakan darimu," ia berbicara dengan tegas, terdengar seolah-olah ia tidak ingin mendengar kata-kataku.

Aku terdiam selama beberapa detik sebelum menyetujui. "Hm, baiklah," kataku, dengan putus asa seolah-olah aku tidak punya pilihan.

Kupikir, penolakan itu hanya akan membuat kami berdua berdebat, jadi aku menyerah. Aku selalu terbiasa mengalah pada keegoisan Lee Donghae, jadi tidak sulit bagiku untuk mengalah pada hal-hal seperti ini.

Setelah berbicara, pesan pun segera tiba di ponselku dan itu adalah alamat apartemennya.

Hening sejenak, aku lalu bergegas pergi ke kamar mandi.

Di depan cermin wastafel, sebelum mandi, aku melihat diriku yang terlihat menyedihkan. Kemudian, membayangkan masa lalu yang awalnya terasa menyenangkan. Semuanya membuatku tersenyum walau menyakitkan. Tertawa meskipun mengalami kesulitan dan masih merasakan kegembiraan dalam banyak penderitaan.

Itu semua karena Donghae di masa mudanya adalah orang yang menyenangkan, jadi aku bahkan tidak memikirkan betapa sulitnya waktu yang kami miliki, karena ia selalu membuatku tersenyum.

Kadang-kadang aku berpikir dan bertanya-tanya pada diri sendiri, 'Apakah dia tidak menyukaiku lagi? Apakah karena fisikku yang tak lagi sama seperti dulu?'

Namun, ia pernah berjanji padaku, bahwa ia akan selalu bersamaku. Apakah ia melupakan janjinya? Janji yang ia buat saat kelulusan kami sepuluh tahun lalu ...

Apa ia lupa? Entahlah… apalagi janji yang telah disepakati saat itu dan telah melewati banyak waktu dengan banyak penderitaan dan kebahagiaan, semua itu bukan apa-apa. Untuk sekedar kabar mengenai dirinya, rasanya seperti hal yang berat dan sulit untuk diingat.

Kemudian, pikiran lain melintas di kepalaku, seperti tangan yang meremas otak di kepalaku. Rasa sakit karena pikiran ini menembus hatiku dan mematahkan tulangku. Aku bisa merasakan bagaimana rasa sakit mengoyak tubuhku secara bertahap.

Mengingat suara seorang pria yang bersamanya di telepon saat kami berbicara tadi malam, aku berpikir bahwa hubungan kami hancur, tetapi aku terus berharap semuanya akan baik-baik saja; berpikir bahwa Donghae tidak akan pernah mengkhianatiku.

Itu bodoh. Aku tahu itu lebih dari siapa pun.

Namun, aku juga tidak ingin kehilangan harapan itu. Aku pun tersenyum pahit, mengasihani diri sendiri.

Sekarang, hubungan yang begitu indah seperti kenangan lama kami, hanyalah dongeng yang patut dipertanyakan kebenarannya.

Apakah itu memang pernah terjadi atau hanya mimpi yang begitu nyata?

Semuanya tampak palsu, tetapi itu benar-benar terjadi dalam hubungan ini ....

Memikirkan semua itu, aku tidak bisa menahan tangis. Mengingat awal yang menyenangkan dan akhir yang menyakitkan ini, itu adalah rasa sakit yang semakin melukaiku.

Namun, itu tidak berlangsung lama karena aku tidak ingin memikirkannya lebih lama lagi. Aku pun segera mengusap mata berairku, berpura-pura tidak tahu apa-apa mengenai rasa sakit ini.

Semua itu hanya akan membuatku berpikir lebih gila lagi dengan ingin mati saat ini juga, jadi aku berhenti memikirkannya.

Setelah mandi, aku bersiap-siap. Setelah itu, aku segera turun, menunggu taksi dan pergi setelah taksi itu tiba.

Aku tiba beberapa menit kemudian. Di lantai bawah apartemennya, aku melihat beberapa lantai di atas sana. Ada rasa kagum saat melihat apartemen mewah di hadapanku, bahkan lebih besar dari tempat tinggalku sekarang.

Tempat ini merupakan salah satu apartemen elit yang banyak dihuni oleh orang-orang terkenal, seperti orang-orang yang bekerja sebagai tokoh masyarakat atau sebagai pejabat, pengusaha atau konglomerat. Sudah banyak media yang mempromosikannya. Bahkan ketika aku melihat alamat yang dikirim Daehyun kepadaku sebelumnya, distrik ini telah mengkonfirmasi semuanya.

Aku masuk ke lift dan menekan nomor 7. Setibanya di lantai tujuan, aku berdiri di depan pintu bernomor 1111 sesaat. Kemudian, aku membuka alamat Daehyun di ponselku untuk memastikan bahwa itu adalah nomor yang benar.

Setelah cukup yakin, barulah aku membunyikan bel beberapa kali dan tidak butuh waktu lama untuk pintu terbuka.

Daehyun terlihat rapi dengan setelan jas hitamnya. Ia menyambutku dengan senyuman ramah. Mengajakku untuk masuk ke ruangan ini, aku berjalan sambil memerhatikan seluruh isi ruangan, dan melihat hal-hal yang tertata dengan begitu rapi di ruangan yang luas ini.

Namun, tiba-tiba ada sesuatu yang membuatku bertanya-tanya dan mengerutkan kening tanpa menyadarinya. Aku berkata, "Jarang menemukan bisnis elit sepertimu yang tidak mengumpulkan anggur mahal."

Daehyun menunjukkan senyum misterius. "Apa kau suka pemabuk?"

avataravatar
Next chapter