13 Awal Mula

Aku tersenyum. "Hei, aku senang saat kau meminta bantuanku. Aku punya uang. Jangan khawatir. Tidak perlu memikirkannya."

Setelah aku mengucapkan kata-kata itu, ia segera memelukku, kemudian ia berbicara dengan lebih tulus dan lebih hangat dalam kata-katanya, "Chunghee, terima kasih ... terima kasih ... Aku sangat senang kau selalu ada untukku. Terima kasih."

Menyelesaikan kalimatnya, ia tiba-tiba menekan tubuhku di bawahnya, menatap wajahku dengan kasih sayang di matanya untuk waktu yang lama, membelai wajahku dengan lembut. Lalu, ada senyuman lembut di wajahnya seolah-olah ia baru saja menyaksikan pemandangan terindah di dunia ini.

Setelah itu, di atas sofa, ia menciumku dengan penuh gairah sambil melepas bajunya, dan menyentuhku sebagai pemilik tunggal satu-satunya. "Aku bersyukur bisa memilikimu ...," bisiknya di telingaku.

Bisikan lembut itu mengalir ke sekujur tubuhku, memasuki kepalaku, dan membuatku merasa seolah-olah terbang dalam kenikmatan keintiman ini.

Kami melakukan aktivitas dewasa malam ini sebagai pengganti kesedihan di hari-hari sebelumnya. Walaupun ia begitu kasar saat melakukan seks, sentuhannya masih terus membuatku merasa gila, hingga kepuasan mencapai titik terendah seperti bunga-bunga yang ditebar di kepala kami, membuat kami tersenyum satu sama lain.

Hingga malam tiba, aku merasakan bahwa kebahagiaan sepenuhnya hanya untuk kami berdua setelah kesedihan yang berkepanjangan. Terlepas dari kenyataan bahwa senyumnya telah kembali, ia juga memberanikan diri untuk meminta bantuanku. Itulah hal terbaik dari hubungan ini, bersikap terbuka dan berbagi, bukan hanya untuk seks.

...

Minggu berikutnya, aku baru saja pulang kerja. Aku mengambil koran yang kubeli dalam perjalanan pulang dan mulai mencari lowongan kerja, tetapi tetap dengan hasil yang sama. Aku mendesah lesu, bersandar dengan lelah pada kursi. Tidak ada pekerjaan yang bisa diterima untuknya. Hanya ada satu Agensi, dan aku tidak yakin apakah ia ingin mengirimkan surat lamarannya seperti saat aku menawarinya untuk mengirim surat ke agensi beberapa hari yang lalu.

Dalam kegelisahan, dengan suara "ting", sebuah pesan teks tiba di ponselku. Aku segera membaca pesan tersebut dan kata-kata di dalamnya seketika membuatku tersentak.

Seminggu ke depan, tempat tinggalku akan jatuh tempo, sementara aku telah menyisihkan sebagian uangku untuk Donghae untuk digunakan.

Namun, dalam situasi ini, aku berusaha untuk tetap tenang dan menemukan jalan keluar. Aku masih punya satu minggu lagi untuk mencari pekerjaan tambahan, itu akan membantu menambah sisa uangku.

Setelah membuat keputusan ini, aku hendak beristirahat setelah mandi. Namun, sebelum berbaring, ponselku berdering dan aku segera mengangkatnya.

"Chunghee!"

Aku baru saja akan bertanya "apa yang terjadi?", Tapi Donghae berbicara lebih dulu. Mendengar suaranya, tentu ada kabar baik yang ingin ia sampaikan.

"Chunghee, apa kau ingat GIM (Glory In-Media) Agency di Daejeon? Yang kau perlihatkan padaku."

Mendengar ia begitu bersemangat dengan kata-katanya, aku tersenyum. "Aku menawarkannya untukmu, bukan? Bagaimana aku bisa lupa?"

"Ya, kau tau, aku diterima di perusahaan itu dan minggu depan aku bisa mulai bekerja!"

Dengan senang hati, aku mengucapkan selamat padanya. Itu hampir membuatku menangis terharu karena saya sudah lama tidak mendengarnya begitu bersemangat seperti sekarang.

Sekitar lima hari yang lalu, aku memaksanya untuk mendaftar di Agensi itu. Awalnya, ia menolak karena Agensi itu membutuhkan orang yang ahli di bidang periklanan, dan ia tidak di bidang itu. Tetapi, di luar dugaan, akhirnya ia mengirimkan surat lamaran ke perusahaan itu dan diterima.

Namun, selain kesenangan ini, ada sesuatu yang menggangguku. Daejeon adalah tempat yang jauh. Itu akan membuat kami terpisah oleh jarak, dan aku belum siap untuk itu.

"Chunghee, terima kasih."

Aku tersenyum. Sebagai kekasih, mendorong pasangannya untuk pantang menyerah adalah suatu keharusan. Hidup itu sulit dan membutuhkan kerja keras. Setidaknya, itulah yang diajarkan seseorang yang berharga bagiku selama hidupnya.

Terdiam sejenak, ia bertanya, "Chunghee, kau tidak ingin bekerja di Daejeon juga?"

Aku menyeringai, dan berkata dengan lembut, "Aku akan baik-baik saja di sini."

Aku tidak pernah memikirkan itu, bahkan tidak pernah berpikir untuk meninggalkan Seoul. Kota ini adalah tempat kelahirkanku dan aku merasa betah bekerja di kota ini.

"Yah, aku tidak ingin memaksamu. Aku janji, aku akan sering mengunjungimu," dengan jeda, ia melanjutkan, "Kalau begitu, istirahatlah sekarang, oke? Aku mencintaimu."

"Oke, aku juga mencintaimu."

Dengan perasaan sedih dan gembira, aku berusaha memejamkan mata untuk melewati hal-hal yang berat esok hari.

Pada akhirnya, ujian untuk menguji perasaan kami akan segera dimulai. Aku bersiap untuk hal-hal besar yang menanti di masa depan, dan aku berharap Tuhan akan tetap bersimpati dengan kisah cinta dua orang berdosa seperti kami.

Hari-hari berikutnya, aku bekerja keras dengan dua pekerjaan tanpa memberi tahu Donghae sama sekali.

Itu juga sedikit menamparku. Aku dengan mudah menafsirkan hubungan sebagai hal untuk berbagi perasaan. Dan dengan apa yang aku rasakan, sekarang, aku tahu mengapa ia begitu enggan untuk berbagi masalah denganku di mana ia ingin menjaga perasaan seseorang yang ia cintai.

Selama beberapa tahun, kami berjuang keras untuk melewati kesulitan-kesulitan tersebut, terjatuh lalu bangkit menghadapi berbagai masalah, dan akhirnya, kami berhasil menikmati hasil manis dari sebuah perjuangan.

Setelah dua tahun, semenjak Donghae diterima di GIM Agency, ia akhirnya diangkat menjadi presiden setelah kerja keras dan perjuangan yang berat. Sementara itu, aku dipindahkan ke perusahaan besar milik keluarga Kim di Seoul, TU (Technology Unity) Company yang menghasilkan banyak merek terkenal, dan menjadi anggota staf di departemen desain.

Kesibukan kami membuat kami terpisah satu sama lain, jadi kami memutuskan untuk membeli apartemen di Seoul dan tinggal bersama untuk menjaga hubungan kami. Donghae sibuk dengan posisi barunya, tapi itu tidak menghentikannya untuk datang mengunjungiku setiap hari, dan beberapa hari jika ia memiliki jadwal yang padat.

Namun, itu bukanlah masalah. Selama kami terus menyampaikan berita, itu telah menekan keinginan kami untuk bertemu.

avataravatar
Next chapter