4 PART 4 - MISSION FAILED

Sebagai seorang penyihir black, aku sadar bahwa kekuatan ini sangat luar biasa, akan tetapi apakah dengan saling berperang adalah sebuah jawaban yang tepat. Aku sangat benci peperangan, selain menimbulkan dendam dan kebencian. Acap kali peperangan harus dibayar mahal dengan gugurnya ribuan nyawa yang tak berdosa. Apakah dengan memulai peperangan bisa mendapatkan kedamaian.

Setiap malam aku terus merenung dibawah bintang – bintang. Memikiran jalan terbaik atas apa yang diperintahkan oleh Lord Galaksi Sextans.

"Kau disini rupanya"

"Pelatih". Aku memberi salam padanya. Ia melirik ku dengan penuh curiga.

"Kau tahu, mengapa terkadang kita harus bekorban?". Aku terdiam. Ku arahkan pandangan ku ke arah bintang – bintang.

"Tidak ada perdamaian yang akan bisa diraih hanya dengan sebuah teori tong kosong. Terkadang demi mencapai segala sesuatu kita mesti berkorban nyawa".

" Ta… Tapi, haruskah kita memulai peperangan ini?"

Pelatih lalu menempuk pundak ku. "Aku sangat mengerti perasaan mu, tapi percayalah bahwa ini adalah yang terbaik untuk kita semua".

Bahkan pelatih pun seakan tidak bisa memahami ku. Memahami tentang apa yang aku rasakan saat ini. Aku tak mungkin mundur, tapi melangkah maju ke depan juga bukanlah pilihan terbaik. Bagaimana… bagaimana caranya aku memilih diantara pilihan yang sulit ini.

Hari yang tak pernah aku harapkan pun akhirnya tiba. Hari dimana kami harus bertempur melawan pasukan penjaga perdamaian. Setiap kali Lord Galaksi Sextans berbicara, nafas ku seakan ingin terhenti. Kaki ku seakan tidak bisa bergerak. Takut dan penuh rasa cemas. Itulah perasaan ku saat ini. Aku ingin sekali melangkah mundur, tapi itu tidak mungkin.

Siapa pun yang melangkah mundur setelah diberi tugas oleh Lord Galaksi Sextans akan menerima hukuman yang sangat berat. Bahkan terkadang ia tak segan – segan menghabisinya.

Dengan segala berat hati aku dan para penyihir black lainnya memulai misi yang begitu mencekam. Misi yang akan mempertaruhkan nyawa serta hakat dan martabat dari Galaksi Sextans.

"Sebelum memulai misi ini, silakan pakai kalung yang ada dihadap kalian. Kalung tersebut akan memberikan kalian kekuatan yang luar biasa dan kalian tidak akan terdeteksi oleh pasukan penjaga pedamaian". Suasana semakin mencemakan ketika Lord Galaksi Sextans memberikan perintah yang membuat diriku seakan tak bisa bergerak.

"Setelah kalian berhasil masuk kedalam istana, habisi nyawa pimpinan mereka. Setelah itu kita akan berhasil mengakhiri perang ini". Seluruh penyihir black bersorak, tapi tidak dengan aku. Aku masih belum bisa menutupi keraguan yang menyelimuti pikiran ini.

….

Misi menghancurkan penjaga perdamaian dimulai. Kami lalu mengenakan kalung yang telah diberikan oleh Lord Galaksi Sextans. Kalung ini menambah kekuatan kami sekaligus tidak akan terdeteksi saat berada dikawasan pasukan penjaga perdamaian.

Kami mulai terbang menuju wilayah pasukan perdamaian. Setelah sampai disana, terlihat para penjaga yang mengelilingi istana.

"Lebih baik kita berpencar" ujar salah satu penyihir black.

Kami lalu mimisahkan diri, dan mulai mencari jalan masuk kedalam istana. Saat aku berdiri dihadapan sebuah pintu masuk istana tersebut, terdengar sebuah teriakan yang begitu keras. Aku menggunakan kekuatan teleportasi untuk melihat apa yang sedang terjadi.

Ternyata salah satu dari penyihir black tertangkap oleh pasukan penjaga perdamaian. Alarm keamanan istana pun berbunyi. Seluruh penjaga istana siap siaga dan menaikan tingkat keamanan ke level tertinggi. Pintu istana yang ditempati oleh pemimpin mereka pun dijaga ketat bahkan sampai berlapis – lapis.

"Nyalakan semua lampu. Aku yakin penyihir black tidak sendirian disini" ujar salah satu penjaga istana. Seketika istana tersebut terang benderang. Satu per-satu para penyihir black pun terlihat. Aku lalu bergegas bersembunyi dibawah istana.

Para penyihir black berusaha melawan dengan segala apa yang mereka bisa.

"Tidak ku sangka, penyihir dari Galaksi Sextans berani juga datang kemari. Habisi mereka!!!!".

Pertarungan habis – habisan pun dimulai empat penyihir black bertarung melawan ribuan pasukan penjaga perdamaian. Mereka bertarung sekuat tenaga segala kekuatan yang dimiliki namun apa daya, karena jumlah kami yang kalah jauh, satu per-satu dari penyihir black pun harus gugur.

"Yang Mulia semua sudah dihabisi"

"Belum…insting ku berkata masih ada satu penyihir black lagi disekitar istana. Segera kumpulan pasukan dari cari dia!!".

Para pasukan penjaga perdamaian mulai mencari keberadaan ku. Rasa takut mulai menghantui ku. Ku pegang tongkat sihir itu dengan sangat erat, berharap ada keajiban yang datang.

Sebuah pintu lalu terbuka, cahayanya begitu terang sampai – sampai aku tidak bisa melihat sosok tersebut. Ia perlahan – lahan mulai mendekati ku. Langkah kakinya semakin dekat. Aku menundukan kepala. Ia lalu menepuk pundak ku.

"Ampuni aku". Aku memohon dan berlutut dihadapannya.

"Berdirilah".

Aku lalu menegakan kepala ku. Pandangan ku teralihkan, saat melihat sosoknya. Tubunya begitu gagah, wajahnya begitu rupawan, sampai – sampai aku tak bisa berhenti menatapnya.

"Ikuti Aku". Ia memegang tangan ku selayaknya seseorang yang tak ingin kehilangan kekasihnya.

"Tunggu… Kau siapa dan mau dibawa kemana aku?". Aku menatapnya kembali.

Ia melepaskan gengamannya dan mengulurkan tangannya. "Aku pengeran dari pasukan penjaga perdamain, nama ku Peter". Aku hanya bisa terdiam sembari menatap wajahnya yang begitu rupawan.

"Kalau kau tidak mau mati disini, ikuti aku".

Ia lalu membawa ku keluar dari istana. Kami menulusuri setiap jalan ruang bawah tanah yang tidak dijaga oleh para pasukan penjaga perdamaian. Peter lalu menunjukan ke salah satu pintu yang berada diujung. "Itu tempat mu keluar, cepat pergilah, sebelum ada yang datang".

Aku ingin sekali beranjak pergi, tapi entah mengapa, meninggalkannya seolah seperti menusuk jiwa ku sendiri.

"Ehh… Peter, terima kasih". Peter membalas jawaban ku dengan senyuman yang begitu manis.

Aku lalu bergegas menuju pintu yang diarahkan olehnya, namun sesaat sebelum sampai disana, pasukan penjaga perdamaian menghadang. Dari arah depan, belakang, kanan dan kiri, seluruh pasukan penjaga perdamain mengepung ku.

Sebuah pedang dilapisi oleh cahaya yang begitu mengkilap diarahkah ke wajah ku. " Kau tidak akan bisa lari lagi".

"Mam, jangan….". Peter berlari, ia lalu memohon dan berlututut. Air matanya pun tumpah membasahi pipihnya.

"Sedang apa kau Peter, ini bukan urusan mu. Penjaga bawa dia". Para penjaga lalu membawa Peter. "Lepaskan…".

Pedang itu pun mengarah ke arah ku. "Arhhhhh". Jantung ku tertusuk. Mulutnya mulai mengeluarkan darah. Apakah aku akan berakhir. Apakah aku akan mati. Pandangan ku mulai kabur. Sedikit demi sedikit kesadarahan ku mulai hilang. Aku mulai tak bisa merasakan diri ku sendiri. Apakah ini yang dinamakan kematian. Apakah takdir ku harus berakhir disini. Mengapa… mengapa kematian begitu cepat menghampiri ku.

"Lalu kita apakan dia yang mulia?"

"Biarkan saja… Seorang penyihir yang telah mati akan menjadi abu."

Inikah akhir dari perjalanan ku sebagai penyihir black. Selamat tinggal semua, maafkan aku pelatih, maafkan aku Lord, aku tak bisa menjalankan misi ini dengan sempurna. Kini aku akan menjadi abu dan pergi untuk selamanya.

BERSAMBUNG…

avataravatar
Next chapter