1 [LLINE] Aku Alaiza bukan Alayza

Menginginkan Segalanya  sempurna namun kenyataannya garis takdir tak menginginkannya, kamu bisa apa? Apa yang bisa kamu lakukan selain berusaha dan berdoa.

Terkadang hidup tak semudah yang kita bayangkan, kita tidak bisa mengetahui kapan bahagia datang atau Kapan sedih tiba. Terkadang perjalanan waktu menjadi indah jika kita berjalan dengan landasan keyakinan, keikhlasan dan kekuatan.

Begitu juga dengan seorang perempuan yang terlahir di keluarga yang hidup tanpa seorang ibu bukanlah hal mudah percayalah itu sulit untuk dilalui, kita tidak pernah bisa berkeinginan untuk lahir di keluarga seperti yang kita inginkan dan orang tua yang seperti kita harapkan tapi percayalah kita bisa menjadi orangtua yang seperti apa. Seperti hidup, sebuah kalimat tentang hidup yaitu 'hidup adalah pilihan' dan kalimat itu membenarkannya.

Hidup itu pilihan, kita bisa memilih mau jadi apa dan mau seperti apa. Mau jadi baik atau buruk itu pilihan bukan takdir selebihnya adalah karena hasutan oranglain.

Seorang perempuan yang usianya masih cukup remaja itu sempat kecewa dengan takdirnya, saat itu kehidupannya nyaris sempurna namun tiba-tiba nyawa merenggut sesosok perempuan yang paling berarti dalam hidupnya dan setelah kejadian itu dia merasa ada hal yang ada hilang dari dirinya, sesuatu yang Tuhan ambil untuk selamanya tak bisa hentikan.

Tuhan merenggut nyawa wanita yang sangat berarti dalam hidupnya, Alisya Amira nama Ibu dari perempuan itu, kepergiannya membuat perempuan itu menjadi bersedih dan berkepanjangan namun sekarang dirinya telah sadar, ia sadar tidak bisa melawan garis takdir serta sedihnya tidak akan pernah bisa membangunkan Ibunya kembali.

Walaupun dirinya memiliki seorang kakak laki-laki dan sesosok Papah yang menyayangi namun hal itu belum cukup bagi dirinya, bisa disebut terlalu egois menginginkan segalanya untuk sempurna padahal kenyataannya kita tidak bisa, garis takdir tidak menginginkan itu.

Setelah beberapa tahun Ibu pergi kini perempuan itu mulai menyadari dan mengerti kenapa sosok Papah bisa berperan dua orang dalam satu tubuh, dan kini dia juga paham serta merasakan Ibu masih ada pada satu tubuh yang sama, Ibu seperti berada di tubuh Papah, dan hal itu berhasil membuat dirinya serta sang kakak tidak merasakan kehilangan kasih sayang. Tapi itu tidak bisa mengubah posisi Ibu dihati mereka, Ibu ya tetap Ibu.

Tak jarang Papah kesal terhadap sikap kami namun Papah paling bisa mengontrol emosi, dirinya lebih memperlihatkan bahwa yang kami lakukan itu salah lalu mencoba dan mengajak kami memperbaiki bersama dengan perlahan.

Menjadi wanita satu-satunya di dalam keluarga sepertinya tidak terlalu buruk.

Perkenalkan namaku Alaiza Amora Prama. boleh memanggilku Liza, asal jangan memanggil dengan panggilan Ala. Karena aku tidak terlalu suka, tapi sayangnya Kakakku yang pintar itu memanggil dengan panggilan Ala, Ala amornya Abang!

Menurutnya panggilan itu lebih cocok untukku yang bertubuh mungil ini, dan itu memang faktanya. Kalian tau tinggi tubuh Kakakku sekitar 185cm dan aku hanya 155cm menyebalkan bukan? tinggiku hanya sebatas dadanya saja dan itu kerap menjadi bahan bully-annya.

Terkadang aku bingung dengan cara oranglain memandang Kakakku, orang lain mengenal Kakakku sebagai pria dingin, tapi aku mengenalnya sebagai pria yang tidak punya rasa malu.

Iya tidak malu untuk menjahili adiknya, untuk mengganggu adiknya atau membuat adiknya menangis,Ternyata pandangan kita berbeda.

" Abang kembalikan, aku memohon " pinta Liza memohon. Reyza Gio prama namanya, dan kerap dipanggil Eza atau Bang Eza jika sedang kesal Liza memanggil Eza dengan sebutan Elsa.

Hari ini Eza sang Abang kembali menjahili adiknya, ia tidak mengembalikan handphone yang berhasil ia ambil dari tangan Liza yang sedang asik bermain, dengan jahilnya Eza meletakan handphone itu di atas lemari yang pastinya tidak terjangkau oleh Liza.

"Ambil aja, " lalu pergi meninggalkan Liza yang sedang kesusahan mengambil handphone yang Eza simpan diatas lemari

"Aku bilangin Papah nih, " Liza mengancam Eza dan berharap ancamannya itu tepat sasaran. "Silahkan dengan senang hati. "

"Papaa Bang Elsaa ambil handphone Lizaaaaaa " teriak Liza menggema, nama panggilannya Eza kembali ia ubah.

"Sekali lagi coba kamu sebut Abang apa? " ucap Eza kesal ketika dirinya dipanggil dengan nama Elsa, namanya Eza bukan Elsa bagaimana cara menegaskan adiknya ini? "Elsaaa Abang Elsaaaa"

"Apa? " ujar Eza mendekati Liza dan menyimpan kedua tangannya dipundak Liza yang jelas-jelas takkan cukup untuk tangannya yang besar.

"Apa Ala? " tanya Eza dengan wajah seperti orang marah, namun bukan Liza namanya jika dimarahi oleh Abangnya tidak menahan tawa. Liza sangat tau bahwa sekarang Abangnya sedang bercanda mana bisa si wajah usil ini marah

"E L S, " ujar Liza lalu dengan gerakan cepat Liza mengigit lengan Eza dan berlari secepat mungkin, tujuannya yaitu mencari keberadaan sang Papah yang menjadi tempatnya bersembunyi.

"Alaaaaaa_____, gak sakit " teriak Eza kemudian mengejar Liza yang dan hampir bertabrakan dengan Papah.

"Paaapaaa, " teriak Liza lalu bersembunyi dibalik punggung Papahnya, "Ada apa? " tanya Papah, Rama zio prama nama Papahnya.

"Alaa mau kemana? " dengan suara seperti lelaki penggoda, "Abang jangan gitu, jahil kamu " ucap Rama sang Papah kepada Eza

"Iyaa Pa, Abang tadi gigit tangan Lizaa sakit, " adu Liza berbohong. "Hei mana ada. "

"Papah, Abang gak mau baikan " ucap Liza ketika Eza masih bercanda dan tidak mau minta maaf kepadanya.

"Abang, " panggil Rama membuat Eza diam dan mengalah.

"Yaudah maaf, " ucap Eza.

"Gak mau. "

"Pah, "

"Adik."

"Iyaa Abang Elsaa, Lizaa maafin. " ucap Liza dengan wajah kesal bisa-bisa Eza balas dendam kepadanya."Eza, sayang " ucap Papah Rama menegur Liza karena memanggil Eza dengan nama Elsa.

"Iyaa Papa, "

"Abang am___" ucap Liza menggantung kala suara Telephone berbunyi.

Drrt Drrt

Suara telephone yang berbunyi menghentikan segala aktivitas "Sebentar Abang angkat telepon dulu. "  Sambil mengacak rambut Liza setelah itu tanpa rasa bersalah Eza melangkah pergi begitu saja.

"Ngeselin, Abang siapa sih kamu? " sambil membenarkan rambutnya yang sedikit berantakan karena tangan jahil Eza, Liza membenarkan rambutnya bukan dengan sisir melainkan dengan jari-jari tangannya.

"Ssttt, "  ujar Eza sambil menempelkan telunjuk di bibirnya.

"Papah? " ucap Liza pada Papah Rama yang sedang berkutat dengan laptopnya.

"Iya sayang ada apa? " ujarnya dengan nada bicara lembut terkesan ramah, ketika sang anak butuh bantuan atau perhatiannya sebisa mungkin Rama memfokuskan diri demi anak-anak, dan sedikit menunda pekerjaan lebih dulu.

"Handphone Adik sama Abang ditaro disana, " sambil menunjuk letak dimana handphone Liza diletakkan oleh Eza.

"Papah ambilin gitu? " tanya Papah Rama, Liza menganggukan kepalanya sebagai jawaban. Sudah Liza akui jika urusan seperti ini dia harus meminta bantuan Papahnya karena tubuhnya ini tidak sampai untuk mengambil handphone yang letaknya tinggi.

terkadang Liza kesal, karena didalam keluarga hanya dirinyalah wanita yang bertubuh mungil padahal tinggi Bunanya mencapai 170cm. Dulu Abang pernah bilang, Liza keturunan dari Eyang karena tinggi nenek sama dengan dirinya yaitu 155cm.

"Ini, "  memberikan handphone lalu Liza mengambilnya tersenyum senang karena ada yang membantu dirinya. "Makasih Papah. "

"Eh Abang masih belum se___"

"Ala berisik, " ucap Eza sambil menutup telepon dengan tangan bertujuan agar ucapan yang keluar dari mulut Liza tidak terdengar di telephone.

"Abang sibuk lagi? beneran? " tanya Liza bermonolog dalam hati, terkadang ia kesal ketika Eza harus disibukan dengan pekerjaannya, percayalah Eza menjadi tidak memiliki waktu banyak karena pekerjaan itu.

"Oh, " jawab Liza. Kemudian melangkah pergi ke arah dapur membawa sesuatu yang bisa ia makan, cemilan atau nasi jika ada Liza akan ambil tapi nasi habis berakhir Liza membawa cemilan, setelah mengambil cemilan Liza kembali duduk disofa.

"Abang boleh ya, " tanya Liza pelan kepada Eza, dan Eza menganggukkan kepalanya sebagai jawaban, Liza mulai merebahkan diri mencari posisi nyaman untuk tidur disofa dan paha Eza menjadi bantalnya.

"Jangan makan sambil tiduran Ala, " ucap Eza setelah selesai menelepon dan ucapan Eza membuat kunyahan Liza terhenti.

Eza tersenyum melihat tingkah laku Adiknya, Liza mirip sekali dengan Buna.

"Kenapa? " tanya Liza lalu mengadahkan kepala sambil menatapnya.

"Nanti Alanya Abang tersedak, " iya benar. Jika kamu makan sambil tiduran beberapa persen kemungkinan kamu akan tersedak oleh makanan itu.

"Iyaa Bang. "

"Nah gitu, kan Abang makin sayang " ucap Eza justru di jawab lain oleh Liza.

"Sayang kok ngejahilin. "

"Abangkan beda sayangnya. "

"Selalu gitu, " dengan wajah datar yang Liza punya, ia mengeluarkan kedatarannya meskipun kata Eza itu menggemaskan.

"Maafin Abang yaa Sayangnya Abang, Ala Amornya Abang, " ujar Eza lembut lalu mencium kening Liza.

"Love you Abang. "

"Too Ala, " ujar Eza lalu mengambil beberapa cemilan Liza.

Eza bahagia, akhirnya Buna memberikan adik wanita sebaik Liza. dulu Ezalah yang meminta kepada Buna dan Papah seorang adik wanita, dengan berjalanya waktu tepat saat Eza berulang tahun orangtuanya memberikan sebuah kado yang tak pernah Eza kira sebelumnya.

kadonya itu adalah kehamilan Bunanya, Eza sangat senang dengan kado pemberian itu, Amanah yang sudah dititipkan oleh Buna akan Eza jaga dengan sebaik mungkin.

avataravatar
Next chapter