14 Kisah 7 Penyihir

Seqenenre duduk pada kursi kayu, menunduk dengan sengaja dan rambut putihnya yang panjang menjuntai melewati wajahnya yang masih terlihat pucat.

Munthy berada dibelakang ayahnya, dia baru saja selesai membuat ramuan obat. Untuk mengurangi rasa sakit pada punuk leher ayahnya. Memar merah masih terlihat jelas, karena sang algojo terlalu kuat menekan kasar pada leher ayahnya.

Ilona duduk tidak jauh dari mereka berdua, mengusap pergelangan tangannya. Karena belenggu emas sudah terlepas dari tangannya, rasanya sangat ringan dan Ilona juga bisa merasakan rasa pusing di kepalanya sudah semakin berkurang.

"Apa keputusan ini benar?" Tanya Seqenenre, ketika Munthy sudah menempelkan suatu cairan berwarna kuning dan bercahaya.

"Tidak ada pilihan lain." Jawab Munthy cepat, salah satu tangannya menekan punuk leher ayahnya. Cahaya putih muncul pada telapak tangannya, ketika bibir Munthy mulai merapalkan mantra. Dan tidak lama cairan kuning itu menghilang begitu saja, seperti menyerap

"Bagaimana....?" Seqenenre mengangkat wajahnya, dan menatap Ilona yang masih duduk dan memijati pergelangan tangannya. "Bagaimana kalau dia tahu, selama ini kita..."

"Ayah..." Potong Munthy, dan ikut memperhatikan wajah Ilona. "Lebih baik saat ini kau beristirahat, biar aku sendiri yang menjelaskan kepadanya." Ucap Munthy dan mengarah pada Ilona.

Tidak lama setelah Munthy mengantar Seqenenre, untuk beristirahat pada kamarnya sendiri. Dan meninggalkan Ilona sendirian dalam ruang pengobatan, memang ada banyak hal yang harus ia tanyakan pada Munthy.

Hari itu mereka bertiga hampir saja kehilangan nyawa mereka, dan bisa terselamatkan sementara... Hanya karena perkataan Munthy mengenai sebuah ide gila.

Ilona memperhatikan ruang pengobatan, sepertinya ini adalah kedua kalinya dia berada dalam ruangan tersebut, dan baru benar-benar memperhatikan apa saja yang berada didalamnya. Pertama kali ia datang, Ilona ingat bahwa... Munthy sudah menyuruhnya agar berendam pada sebuah bak mandi yang cukup besar.

Bak kayu itu masih tetap berada pada posisinya, berdekatan pada sebuah permadani besar berwarna merah. Terpajang dengan rapi pada dinding, dan benang emas yang indah membentuk tulisan dan gambar-gambar.

Ilona memperhatikan dengan seksama, setidaknya ada tujuh gambar pada permadani tersebut. Gambar yang tidak bisa ia pahami, seperti sedang membaca sebuah sejarah yang belum pernah ia pelajari. Dan tentu saja itu bukanlah hieroglif, yang mungkin bisa Ilona pahami.

"Apa yang sedang kau lihat?"

Munthy tiba-tiba saja muncul disamping Ilona, membuatnya harus terperanjat dan mengelus dadanya. "Kau mengagetkanku! Kenapa.. kau tiba-tiba... Ada di..."

"Aku bisa berpindah tempat dengan cepat, harusnya kau sudah mulai terbiasa." Jelas Munthy, dan ikut melihat permadani yang menjadi pusat perhatian Ilona.

"Kalau kau memang bisa melakukan hal seperti tadi? Kenapa kau tidak lari, saat para orang-orang bertubuh seram itu mengikat kita dengan belenggu emas yang sangat aneh itu!" Gerutu Ilona, dan berjalan menjauh dari Munthy.

"Karena percuma, saat ini aku dan ayah juga kau..." Tunjuk Munthy pada Ilona. "Kita terikat pada Raja Ramesses Ussermaatre, dan akan sangat mudah baginya untuk membunuh kita semua." Lanjut Munthy, dan menghampiri Ilona.

Ilona menjentikkan jarinya, dan seketika permadani yang menempel pada dinding berkilauan dengan warna emas yang berpendar, Ilona kembali memperhatikan dengan lebih kagum.

"Apa lagi ini? Apa kau berusaha untuk menyombongkan diri dengan semua kekuatan yang kau punya?" Sindir Ilona, tapi tetap saja ia melihat kearah permadani. Dan gambar pada permadani tersebut bergerak pelan.

"Apa kau masih ingat mengenai kisah yang pernah kuceritakan?" Tanya Munthy. "Apa itu mengenai kisah Dewa Osiris dan Dewi Isis?" Ilona mencoba mengingat kembali cerita Munthy.

" Ya... Baguslah kalau kau masih mengingatnya, ternyata kau tidak menjadi terlalu bodoh." Sindir Munthy, dan menarik kursi lalu duduk dengan menyilang kan kedua kakinya.

"Duduklah dengan santai, karena aku akan menjelaskan kepadamu... Bagaimana semua awal mula ini bisa terjadi." Lanjut Munthy dengan wajah serius, Ilona pun harus menurut karena memang dia tidak memiliki pilihan lain.

"Kau lihat permadani tersebut, dan lihat bahwa dulu sekali kami terdiri dari tujuh kaum penyihir." Ilona mulai bercerita. Dan tiba-tiba salah satu gambar dari permadani tersebut, seakan-akan keluar dan muncul dengan cahaya emas yang berpendar.

"Kaum Seer, mereka memiliki kekuatan untuk melihat masa depan." Sosok pria bertudung dengan memegangi sebuah kabut yang berbentuk bola, dan samar-samar terlihat gambar tengkorak pada bola kabut tersebut.

"Kaum Shaman, mereka yang membuat ramalan dan ramuan penyembuhan." Ucap Munthy, dan kali ini gambar lain kembali muncul, sosok dengan kepalanya yang memiliki tanduk yang sangat panjang. Tanduk yang berbentuk aneh, bagaikan ranting pohon yang memiliki banyak cabang. Ditambah sebuah tongkat yang dipegang, berada disampingnya.

"The Fool (Si bodoh). Mereka yang tidak memiliki kekuatan apapun... Hmm.. Mereka sangat rumit dan sedikit sensitif, berhati-hatilah dalam berbicara jika kau bertemu dengan salah satu dari mereka." Munthy menunjuk pada salah satu gambar yang melayang di udara, hanya sebuah sosok yang mengenakan tudung yang besar dengan tatapan yang entah kemana.

"Apa perlu aku mengetahui hal ini?" Potong Ilona, dan Munthy mengkerutkan keningnya dengan cepat. "Aku lebih suka dengan Nefertari, dibanding dengan kau yang selalu saja mengoceh... Diam dan dengarkan aku berbicara!" Munthy harus sedikit tegas dengan Ilona, yang pada akhirnya kembali menurut.

"Kemudian Alchemist, mereka yang ahli dalam keabadian. Dan Echanter yang bisa memanipulasi pikiranmu.. Kau tahu Siren yang memanipulasi pikiranmu Ilona.. Mereka adalah bagian dari kaum Echanter." Tunjuk Munthy pada dua gambar lainnya, yang kembali muncul dan melayang diudara.

"Necromancer... " Tiba-tiba raut wajah Munthy berubah, dia menunjuk pada gambaran pada sosok yang memegangi tongkat yang memiliki cahaya hijau pada ujungnya. Dan dari cahaya tersebut, keluar bayangan tipis akan sosok manusia.

"Ada apa Munthy?" Tanya Ilona cemas.

"Kau tidak mengingatnya, Nefertari? Ah.... Aku lupa kalau kau belum mengingat semua kejadian." Munthy seperti sedang menahan air matanya untuk tidak keluar, menyekanya dengan cepat.

"Kenapa kau menangis? Ada apa?" Tanya Ilona penasaran.

"Karena ibu mengorbankan nyawanya dengan menyerahkan diri pada mereka, kaum Necromancer... Itu semua agar bisa menyelamatkan jiwamu." Jelas Munthy.

"Ini kisah yang sangat panjang, pada dasarnya kita memiliki ibu yang berbeda. Hanya saja... Sudahlah aku akan menjelaskannya nanti." Munthy kembali menjetikkan jarinya.

"Dan ini adalah kaum Sage, ayah kita berasal dari kaum Sage. Ayah bisa menjinakkan hewan, dan memiliki kemampuan bertarung yang cukup kuat." Munthy menepuk kedua tangannya, dan semua sinar keemasan menghilang, beserta dengan gambaran yang menghilang diudara.

"Seer, Shaman, Sage, Si bodoh, Alchemist, Necromancer, Echanter... Dulu sekali kami hidup berdampingan. Bersama-sama kami menjaga keseimbangan alam, dan membantu manusia untuk bisa bertahan hidup." Munthy bangkit dari duduknya.

"Seperti yang pernah ku ceritakan kepadamu, bahwa kami memberikan kekuatan kepada beberapa Dewa dan Dewi Mesir. Dan ketika Dewa Set membunuh saudaranya Osiris, kami pun terpecah belah."

"Set membuat pemikiran bahwa seharusnya dia bisa menyingkirkan para manusia yang lemah, dan banyak dari kami yang setuju, dan juga tidak setuju."

"Sejak saat itu peperangan terus saja terjadinya, satu-satunya alasan kenapa kami bersekutu dengan Ussermaatre." Suara Munthy tiba-tiba saja memelan, dan mendekati telinga Ilona. "Itu semua karena kau Nefertari."

"A...apa? Maksudmu?" Ilona menjauhkan wajahnya sendiri, yang terlalu berdekatan dengan wajah Munthy.

"Aku kehilangan ibuku pada saat aku masih kecil, bahkan aku tidak bisa mengingat jelas bagaimana wajahnya, yang kutahu ayah memiliki seorang pendamping hidup yang baru. Yaitu ibumu.. yang berasal dari kaum lautan." Lanjut Munthy.

Ilona melebarkan kedua matanya, ia nyaris tidak percaya dengan apa yang dijelaskan oleh Munthy. Rasanya semua hal sangat menjadi aneh, tapi terlalu nyata. Semua hal yang dijelaskan oleh Munthy, layaknya sebuah dongeng cerita yang tidak mungkin terjadi pada kehidupannya yang dulu.

avataravatar
Next chapter